7 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

I Wayan YudanabyI Wayan Yudana
June 7, 2025
inEsai
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

I Wayan Yudana

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat spiritualitas individu dan kolektif. Lebih dari sekadar upacara keagamaan, Tumpek Klurut merupakan momentum untuk merefleksikan diri, menyucikan bathin, serta mempererat hubungan dengan Sang Hyang Widhi Wasa dan seluruh ciptaan-Nya. Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan cenderung materialistik, Tumpek Klurut menghadirkan ruang kontemplasi untuk pemulihan spiritual yang otentik.

Di tengah arus zaman yang deras, perayaan Tumpek Krulut hadir sebagai titik hening dalam dinamika hidup masyarakat Bali. Hari suci ini bukan sekadar odalan untuk perangkat gamelan, melainkan juga menjadi ruang untuk merefleksi jati diri kultural, dan menyemai kembali benih kasih sayang terhadap sesama, alam, dan warisan leluhur.

Ada banyak nilai penting yang dapat dipetik dalam perayaan Tumpek Klurut. Beberapa di antaranya adalah pertama, Tumpek Klurut mengajarkan pentingnya introspeksi dan refleksi diri. Dalam pelaksanaannya, Umat Hindu melakukan penyucian terhadap alat-alat bunyi atau tabeh-tabehan, seperti gamelan, seraya melaksanakan persembahyangan kepada Sang Hyang Aji Gurnita—manifestasi Tuhan sebagai dewa suara dan seni. Proses ini bukan semata ritual simbolik, melainkan ajakan untuk menyelaraskan kehidupan dengan harmoni diri dan semesta.

Kedua, Tumpek Klurut mempertegas hubungan spiritual manusia dengan Tuhan, serta meneguhkan taksu atau daya spiritual sebagai sumber kekuatan bathin dan keindahan dalam berkesenian. Spiritualitas yang diusung bukan semata individual, melainkan relasional—membangun harmoni dengan Tuhan, sesama manusia, alam, dan budaya.

Ketiga, Tumpek Klurut secara kultural juga diyakini sebagai hari kasih sayang. Pemaknaan ini menempatkan Tumpek Klurut sejajar, bahkan lebih substansial dari Hari Valentine. Kasih sayang yang dimaksud tidak terbatas pada pasangan, tetapi mencakup cinta terhadap keluarga, sesama manusia, budaya, dan alam. Taksu yang diturunkan pada hari ini diyakini memberi kebahagiaan dan memperkuat rasa cinta di tengah kehidupan yang kadang keras dan terasing.

Selain itu, Tumpek Klurut juga menguatkan kesadaran akan budaya agraris yang telah lama menjadi dasar peradaban Bali. Dalam pelaksanaannya, selain menyucikan gamelan, masyarakat juga melakukan upacara penenteraman terhadap sarwa prani—termasuk tumbuh-tumbuhan dan lingkungan sekitar. Spirit ini menyiratkan hubungan spiritual manusia dengan alam, memohon agar tanaman tumbuh subur, tanah tetap subur, dan hasil bumi dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia. Ini adalah bentuk kasih sayang ekologis yang luhur, yang sangat relevan dengan isu keberlanjutan lingkungan saat ini.

Dalam konteks ini, implementasi nilai-nilai Tumpek Klurut dalam dunia pendidikan menjadi sangat penting. Sekolah tidak hanya sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga pusat pembentukan karakter dan kesadaran budaya. Spirit Tumpek Klurut dapat diintegrasikan melalui pendidikan berbasis budaya dan lingkungan, misalnya dalam kegiatan menyucikan alat seni sekolah, menanam dan merawat tanaman sebagai wujud rasa syukur terhadap alam, serta membangun empati siswa terhadap lingkungan dan warisan budaya.

Namun demikian, dalam perayaan ini kita juga perlu merenung secara kritis. Bagaimanakah kondisi seni tradisional Bali saat ini?

Kenyataan menunjukkan adanya perubahan sosial yang signifikan dalam masyarakat Bali, khususnya dalam bidang seni budaya. Beberapa jenis gamelan klasik Bali, seperti gambuh, gambang, dan genggong mulai sepi peminat. Seni-seni ini, yang dulu menjadi tulang punggung dan denyut nadi kehidupan spiritual dan kultural desa adat, kini sunyi, perlahan-lahan tergeser oleh dinamika zaman dan selera hiburan modern. Kalaupun ada geliat seni, seperti karawitan dan balaganjur, tidak jarang semangatnya hanya mengemuka karena kompetisi atau lomba dengan iming-iming juara.

Meskipun belakangan terlihat geliat baru dari generasi muda Bali dalam seni karawitan dan balaganjur, hal itu patut dicermati secara objektif. Tidak sedikit dari kegiatan tersebut tumbuh karena adanya dorongan material melalui lomba atau kompetisi dengan iming-iming hadiah dan status juara. Sayangnya, euforia itu seringkali bersifat sesaat. Setelah lomba usai, semangat kembali meredup. Seni kehilangan fungsi spiritualnya dan berubah menjadi komoditas hiburan semata. Penyebabnya beragam, mulai dari minimnya regenerasi, kurangnya pemaknaan dan ruang apresiasi, hingga pergeseran nilai masyarakat terhadap seni tradisional.

Dalam konteks inilah, makna sejati Tumpek Klurut menjadi penting untuk diaktualisasikan. Bukan sekadar membersihkan instrumen gamelan, tetapi juga merevitalisasi roh dan semangat budaya agar tidak kehilangan arah dan makna. Tumpek Klurut seharusnya menjadi momentum untuk menyemai kembali cinta dan kesadaran akan nilai luhur kesenian Bali, yang tidak hanya indah dalam bunyi tetapi sakral dalam makna.

Tumpek Klurut bukan sekadar odalan gong atau ritus tahunan, melainkan momen untuk memperkuat spiritualitas, menyuburkan kasih sayang, menumbuhkan kesadaran ekologis, dan membangkitkan kembali kebudayaan yang nyaris pudar. Dengan demikian, nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur tidak hanya menjadi sejarah yang diperingati, tetapi napas hidup yang dijalani dengan kesadaran dan cinta kasih.

Saya pernah membaca salinan Lontar Aji Ghūrnita walau tidak mendalam. Di dalamnya dijelaskan bahwa Tumpek Krulut yang dilaksanakan pada hari Saniscara Kliwon Wuku Krulut merupakan bentuk persembahan suci terhadap tabeh-tabehan (perangkat gamelan), lengkap dengan sarana upacara yang spesifik. Namun, pemuliaan tidak berhenti pada alatnya semata, melainkan seluruh anggota sekaa juga melakukan sembah bhakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai wujud ketulusan, rasa syukur dan cinta kasih terhadap kekuatan spiritual yang melandasi bunyi dan harmoni kehidupan.

Lebih jauh, Lontar Aji Ghūrnita menguraikan asal mula tetabuhan sebagai perwujudan dari bayu (tenaga hidup) yang pertama kali menjelma dalam bentuk suling dan rebab. Suling yang menghasilkan suara halus-manis melambangkan kelembutan dan kerinduan, sedangkan rebab yang berbunyi galak-manis menggambarkan semangat dan kekuatan. Ini merepresentasikan filosofi rwa bhineda—keseimbangan antara dua kutub yang berlawanan tetapi saling melengkapi, antara Semara-Ratih (kasih sayang dan keindahan) dan Om Kara Ngadeg–Om Kara Sumungsang (kekuatan pencipta dan daya keseimbangan semesta).

Makna ini mempertegas bahwa seni, khususnya tetabuhan, tidak lahir dari kehampaan melainkan dari kesadaran kosmis yang sangat spiritual. Sayangnya, filosofi luhur ini kini mulai tergerus oleh perkembangan tradisi baru yang dianggap lebih modern dan menjanjikan secara material. Seni karawitan—yang dulu sakral dan bermakna—perlahan tergantikan oleh euforia penampilan kompetitif dan industrialisasi budaya.

Ironisnya, generasi muda Bali yang mulai aktif dalam seni pun kadang melupakan akar nilai spiritual dan filosofis yang menyertai setiap denting gamelan yang mereka tabuh. Seni kehilangan ruhnya, hanya tinggal bentuk luar yang dipoles untuk panggung hiburan atau komoditas industri pariwisata. Bahkan di antaranya muncul kesan miring, asal gedig/asal tigtig.

Di sinilah urgensi mengintegrasikan nilai-nilai Tumpek Krulut ke dalam dunia pendidikan. Sekolah dan sanggar-sanggar seni tidak cukup hanya mendidik intelektual siswa saja tetapi juga harus membangun kesadaran spiritual, ekologis, dan budaya. Nilai-nilai dalam Lontar Aji Ghūrnita, seperti penghayatan terhadap bayu sebagai sumber suara, penghormatan terhadap tetabuhan sebagai perwujudan taksu, serta konsep rwa bhineda sebagai dasar etika dan estetika, dapat diajarkan dalam kegiatan ekstra kurikuler seni, pendidikan agama, hingga proyek profil pelajar Pancasila berbasis budaya lokal.

Selain itu, perlu dipahami bahwa perayaan Tumpek Krulut juga berkaitan erat dengan kesadaran akan budaya agraris. Dalam tradisi Bali, Tumpek Krulut tidak hanya menyucikan bunyi, tetapi juga menenteramkan sarwa prani (makhluk hidup dan tumbuhan), memohon agar tumbuh-tumbuhan dapat berkembang subur dan memberi manfaat. Ini adalah bagian dari kesadaran yang harus dikembalikan dalam cara berpikir generasi muda—menghargai tanaman, menjaga kesuburan tanah, dan menyadari keterhubungan antara manusia dengan alam. Nilai ini selaras dengan filosofi agraris masyarakat Bali bahwa alam adalah bagian dari sistem kehidupan yang saling berkaitan agar tidak semakin tercabut dari akar ekologisnya.

Bila kita maknai secara lebih mendalam, sesungguhnya Tumpek Krulut bukan sekadar seremonial budaya, melainkan momen untuk menyadari hubungan batin antara manusia dengan Sang Pencipta melalui bunyi-bunyian suci (tetabuhan). Gamelan dipandang sebagai sarana komunikasi spiritual dan perwujudan kekuatan ilahi. Maka dari itu, umat diajak merefleksikan kembali nilai-nilai spiritual dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Tumpek Klurut juga dalam rangka menumbuhkan kembali kesadaran akan taksu dan kesakralan seni. Setiap alat gamelan diyakini memiliki taksu, yaitu kekuatan spiritual yang membuatnya hidup dan bermakna. Melalui Tumpek Krulut, masyarakat Bali diajak menyadari bahwa seni bukan sekadar hiburan, tetapi memiliki kedalaman nilai spiritual, etika, dan estetika. Pemuliaan terhadap alat dan pelaku seni menjadi bagian dari kesadaran menjaga kesakralan dan roh seni Bali yang autentik.

Tumpek Klurut juga sebagai jalan untuk merawat dan menghidupkan seni tradisi yang hampir punah. Beberapa jenis gamelan, seperti gambuh, gambang, dan genggong boleh jadi suatu saat hanya dikenal lewat catatan usang. Karena itu, perayaan Tumpek Krulut adalah ruang penting untuk menghidupkan kembali seni-seni klasik Bali, memberi apresiasi yang layak, serta menciptakan ruang belajar dan panggung baru agar generasi muda mencintai dan melanjutkan tradisi luhur ini.

Selain itu, perayaan Tumpek Klurut juga merupakan momentum bagi umat Hindu untuk dapat mengaktualisasikannya dalam pendidikan dan kehidupan sehari-hari
Makna-makna luhur Tumpek Krulut perlu diimplementasikan dalam dunia pendidikan melalui pembelajaran berbasis budaya, proyek seni-budaya lokal, penguatan karakter spiritual siswa, hingga kesadaran ekologis. Dengan begitu, nilai-nilai budaya tidak hanya dikenang dalam seremoni tetapi juga hidup dan menyatu dalam kebiasaan sehari-hari generasi muda Bali.

Tumpek Krulut bukan hanya seremonial atau formalitas adat melainkan titik balik dari yang terlupa menjadi yang dihayati, dari yang redup menjadi yang bersinar kembali. Inilah kawisesan budaya Bali yang harus dijaga, dirawat, dan diwariskan dengan penuh cinta dan kesadaran. [T]

Penulis: I Wayan Yudana
Editor: Adnyana Ole

Tumpek Krulut Adopsi Hari Valentine?
Taktik Adu Narasi Valentine vs Tumpek Krulut
Valentine Ala Bali atau Tumpek Krulut Rasa Valentine?
Tags: hinduHindu BaliTumpek Krulut
Previous Post

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Next Post

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

I Wayan Yudana

I Wayan Yudana

Kepala SMKN 1 Petang, Badung, Bali

Next Post
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kabut Membawa Kenikmatan | Cerpen Ni Made Royani

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Wayang Kulit Style Bebadungan, Dari Gaya Hingga Gema

by I Gusti Made Darma Putra
June 7, 2025
0
Ketiadaan Wayang Legendaris di Pesta Kesenian Bali: Sebuah Kekosongan dalam Pelestarian Budaya

JIKA kita hendak menelusuri jejak wayang kulit style Bebadungan, maka langkah pertama yang perlu ditempuh bukanlah dengan menanyakan kapan pertama...

Read more

Efek Peran Ganda Pemimpin Adat di Baduy

by Asep Kurnia
June 7, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

PENJELASAN serta uraian yang penulis paparkan di beberapa tulisan terdahulu cukup untuk menarik beberapa kesimpulan bahwa sebenarnya di kesukuan Baduy...

Read more

Menguatkan Spiritualitas dan Kesadaran Budaya melalui Tumpek Krulut

by I Wayan Yudana
June 7, 2025
0
Tumpek Landep dan Ketajaman Pikiran

TUMPEK Klurut, sebagai salah satu rahina suci dalam ajaran agama Hindu di Bali, memiliki makna yang sangat mendalam dalam memperkuat...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Cerita Keberlanjutan dan Zero Waste dari Bali Sustainable Seafood dan Talasi di Ubud Food Festival 2025

AWALNYA, niat saya datang ke Ubud Food Festival 2025 sederhana saja, yaitu bertemu teman-teman lama yangsaya tahu akan ada di...

by Julio Saputra
June 7, 2025
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

Gunung Laut dan Rindu yang Mengalir | Cerpen Lanang Taji

June 7, 2025
Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

Puisi-puisi Emi Suy | Merdeka Sunyi

June 7, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co