SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik saya ini, kami ini, adalah ilmuwan. Setahu saya ilmuwan atau cendekiawan itu pengakuan dari publik atas apa yang telah mereka kerjakan untuk masyarakat luas, dan mafaatnya dapat dirasakan baik lahir maupun batin.
Seseorang disebut ilmuwan, cendekiawan atau intelektual harus mengacu pada pemahaman umum atau batasan yang biasa masyarakat gunakan. Cendekiawan atau intelektual adalah orang yang menggunakan kecerdasannya untuk bekerja, belajar, menggagas, serta mempertanyakan dan menjawab persoalan tentang berbagai gagasan. Dalam bahasa Inggris, cendekiawan dikenal sebagai “scholar” atau “intellectual”.
Intelektual berarti seseorang yang memiliki kecerdasan tinggi, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Secara umum, intelektual adalah orang yang terlibat dalam kegiatan intelektual seperti berpikir, belajar, dan menggagas ide-ide baru. Intelektual juga dapat merujuk pada kemampuan untuk memperoleh informasi, berpikir abstrak, menalar, dan bertindak secara efisien.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikemukakan, intelektual memiliki beberapa ciri khas: cerdas dan berakal, memiliki kecerdasan yang tinggi dan kemampuan berpikir secara rasional. Berpengetahuan luas, memiliki pengetahuan yang luas di berbagai bidang, terutama bidang yang menjadi minatnya. Berpikir kritis, mampu menganalisis masalah dengan mendalam dan mengidentifikasi solusi yang efektif. Mampu mengkomunikasikan ide, mampu menyampaikan pemikiran dan gagasan dengan jelas dan persuasif. Berdedikasi pada pengembangan diri, selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Terus apa dan siapa yang disebut ilmuwan itu?. Dalam kamus yang sama dikemukakan, ilmuwan adalah orang yang mendalami, menguasai, mengembangkan, dan menerapkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk mencari kebenaran dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Mereka adalah ahli dalam bidang ilmu tertentu, melakukan penelitian, eksperimen, dan pengembangan untuk memahami alam dan dunia di sekitar kita.
Dalam Wikapedia, ilmuwan (scientist) batasannya adalah orang yang ahli atau memiliki banyak pengetahuan mengenai suatu ilmu. Dalam arti yang lain, ilmuwan adalah orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.
Contoh beberapa ilmuwan terkenal termasuk Albert Einstein (fisikawan), Marie Curie (fisikawan dan kimiawan), Isaac Newton (fisikawan dan matematikawan), Nikola Tesla (insinyur dan fisikawan), dan BJ. Habiebie. Mereka telah memberikan sumbangan besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi , dan peradaban manusia. Ini pengertian yang dapat saya pahami perihal predikat ilmuwan.
***
Menuliskan hal ini tidak bermaksud mengajari khalayak, hanya bagian sikap tanggung jawab sebagai akademisi pendidik, dan berbagi sudut pandang perihal tiga istilah tersebut. Saya pribadi tidak berani mengatakan diri ini mengklaim sebagai ilmuwan, karena belakangan ini tiba-tiba saja ada yang mengaku-ngaku dirinya, kelompoknya, adalah ilmuwan, peneliti, berusaha mengobok-obok kerukunan persatuan bangsa, pemerintah kita, melalui “Isu Ijazah Palsu” Presiden ke-7 Joko Widodo.
Kelompok yang mengaku ilmuwan tersebut dalam pandangan saya yang mungkin keliru, sama sekali tidak mencerminkan perilaku sebagai ilmuwan, intelektual, atau cendekiawan sebagaimana pengertian batasan ilmuwan. Karena mereka bekerja atas dasar perasaan tidak suka, benci pada sosok pemilik ijazah dan keluarganya, untuk tujuan dan orientasi politik yang sarat kepentingan kelompok dan ambisi individu, padahal ilmuwan harus terbebas dari semuanya itu.
Selain perilaku kelompok yang mengatasnamakan ilmuwan dan peneliti tersebut, dalam menyampaikan apa yang mereka klaim sebagai “temuan” perihal ijazah Jokowi, seharusnya mendiskusikan, mendialogkan dalam suatu forum resmi; ada penelaah, peserta dialog lazimnya seminar hasil penelitian.
Bukan langsung dengan cara menyiarkan melalui media, dengan gaya memprovokasi, menghasut masyarakat luas melalui berbagai platform media sosial, acara-acara podcast di berbagai saluran yang cenderung ”saluran kelompok pembenci Jokowi”, teriak-teriak di jalan, juga di acara media televisi nasional, dengan narasi-narasi tuduhan, tidak menerima perbedaan pendapat, “pokoknya” temuan mereka yang paling valid.
Narasi mereka tidak mempercayai institusi-institusi resmi negara ini, mulai KPU, Universitas Gajah Mada, institusi resmi yang mengeluarkan ijazah bahkan mengobok-obok martabat perguruan tinggi yang sangat terhormat ini. Terakhir mereka tidak memepercayai hasil laboratorium forensik Bareskim Polri yang menyatakan ijazah Jokowi identik dengan sampel yang diuji, Bareskrim menyatakan itu sah dan asli ijazah tersebut.
Perilaku mereka dengan narasi menolak semua keterangan dari sumber resmi, ini bukan perilaku ilmuwan, intelektual, cendekiawan, tapi perilaku orang yang sudah dipenuhi dengan sifat hasad, yaituperasaan dengki atau iri hati terhadap nikmat yang diberikan Allah kepada orang lain, disertai dengan keinginan agar nikmat tersebut hilang atau berpindah kepada dirinya.
Hasad adalah sifat tercela yang harus dihindari karena dapat merusak kebaikan seseorang dan menimbulkan berbagai dampak negatif. Contohnya perilaku mereka sampai saat ini masih terus saja menarasikan keterangan merekalah yang benar; telinga, mata, dan hatinya seperti telah dibutakan.
Mereka bukan mencerminkan sikap seorang ilmuwan tetapi lebih kelompok orang-orang hasad, hatinya sudah ”menghitam”. Perilaku mereka dapat kita lihat dengan mendatangi Komnas HAM, dengan dalih mereka telah dikriminalisasi oleh pelapor, padahal mereka bekerja untuk ”kebenaran”, setelah mereka melakukan berbagai hinaan, sehina-hinanya kepada Presiden ke-7 RI. Mereka tidak terima dan mengadu pada Komnas HAM, ini menurut saya ”ganjil” dan lucu; ilmuwan kok tidak percaya diri, tidak yakin pada kebenaran yang mereka simpulkan.
Mereka mengatakan sudah dikriminalisasi oleh ”pelapor” alasannya mereka sedang bekerja sebagai ilmuwan untuk mencari kebenaran, padahal yang dikerjakannya adalah memfitnah, menyebarkan narasi bohong kepada publik, menghina, mencemarkan nama baik dan menghina martabat kelurga Jokowi. Itulah yang mereka kerjakan. Ruang publik NKRI jadi ”polusi” oleh sumpah serapah orang-orang yang mengaku-ngaku ilmuwan.
Padahal mengadukan mereka kepada yang berwenang Bareskrim Polri adalah hak setiap warga negara. Setelah dilaporkan oleh Jokowi, mereka mengaku sebagai korban kezaliman dan dikriminalisaasi; luar biasa memang ”ilmuwan”ini. Semoga UGM juga dapat melakukan langkah yang sama mengadukan mereka, karena institusi ini sudah mereka degradasi harkat martabatnya dengan narasi-narasi busuk mereka, dituduh sebagai institusi yang mengeluarkan ijazah palsu. Akhir tulisan ini kita berharap semoga selalu diberikan petunjuk dan hidayah oleh Allah SWT, dalam setiap melangkah di bumiNya dengan tidak menyombongkan diri. [T]
Penulis: Ahmad Sihabudin
Editor: Adnyana Ole
- BACA artikel lain dari penulisAHMAD SIHABUDIN