25 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Sri Romdhoni Warta KuncorobySri Romdhoni Warta Kuncoro
May 3, 2025
inCerpen
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Ilustrasi tatkala.co | Rusdy

POLENG kembali ke desa setelah lebih dari dua bulan menghilang. Wajahnya pucat, tatapan matanya kosong dengan kantong mata hitam legam, serta langkahnya canggung mirip bebek berak. Kalau diperhatikan, Poleng seperti benda aneh yang jatuh dari galaksi lain, atau mungkin dari dunia entah berantah yang tidak pernah ada.

Tapi bukan itu yang menjadi bahan pembicaraan utama. Yang lebih menarik perhatian adalah perubahan perilakunya. Poleng yang dulu bertingkah petakilan, caper, membadut, sering mengumbar tawa kini berubah menjadi pendiam, lebih sering duduk di beranda rumah, menatap kosong ke luar, seolah menunggu sesuatu yang tidak pernah datang.

Gosip pun berkembang liar dengan tambahan bumbu recehan. 

“Sejak turun dari Gunung Pengilon, tingkahnya membingungkan.”

“Ngapain dia kesana?”

“Mungkinkah mencari pesugihan?”

“Tidak ada pesugihan di puncak sana,” sanggah yang lain. 

“Lalu, apa yang dia cari?”

“Mana aku tahu, tanya saja sendiri!”

“Pasti ada yang dia sembunyikan!”

Obrolan mengenai Poleng terdengar di mana-mana. Di warung kopi, di depan rumah, di pematang sawah, di pasar tiban, di jalan setapak yang biasa dilalui oleh penduduk desa. Mereka semua berbicara tentangnya, meskipun tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi di Gunung Pengilon. Hanya Poleng yang tahu, tetapi dia memilih untuk diam, menyimpan layaknya butiran emas berlian. Memegangnya erat-erat, takut tersebar, apalagi kalau sampai diambil orang. Dia sudah tidak peduli dengan segala gosip murahan. 

Orang-orang mulai memperbincangkan perubahan itu dengan kecurigaan yang besar. Mereka menyebutnya “terpengaruh oleh roh penunggu gunung” atau “dihinggapi makhluk halus”.

Tapi, gosip yang paling hangat adalah tentang suatu kejadian aneh yang mereka yakini terjadi di gunung tersebut. Ada yang mengatakan bahwa Poleng melihat sesuatu yang tidak seharusnya ia lihat. Ada yang bilang dia telah berbuat mursal secara mengerikan. Dan yang paling menarik perhatian adalah cerita tentang sebuah pembunuhan.

“Siapa yang mau tahu, apa yang dilakukan Poleng di puncak sana?” bisik seorang tetangga di warung kopi.

Orang-orang dibuat penasaran, mereka menunggu jawaban, berkerumun mendekat.

“Yang aku dengar, dia membunuh seseorang, entah siapa. Mungkin itu sebabnya dia sekarang berperilaku aneh!”

“Apakah ceritamu ini bisa dipertanggungjawabkan?”, tanya satu di antara kerumunan itu. Yang ditanya mendelik kepanasan.

“Kan aku sudah bilang: hanya mendengar dari seseorang,” kata si tetangga dengan muka masam. “Masalah benar atau tidak, aku kurang tahu,” sungutnya.

Kabar itu menyebar cepat, seperti api yang menyambar semak ilalang, bunyinya gemeretak garang. Angin pun ikut serta membawa kabar hingga bersemayam ke telinga-telinga warga desa. Poleng, yang sebelumnya hanya dikenal sebagai orang biasa, tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Fitnah kepada dirinya tumbuh subur, mengguyur ke seluruh desa tanpa juntrungan. Tidak ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menyebarkan gosip itu, tetapi begitu sudah tersebar, tak ada yang mampu menghentikan.

Sejak turun dari gunung, Poleng selalu mendengar bisikan-bisikan yang tidak jelas, berputar-putar di pikiran sampai menusuk gendang telinga. Dia tidak tahu siapa yang mengucapkannya. Jika pagi, ketika dia berjalan ke pasar untuk membeli kebutuhan, dia merasa seolah-olah dimata-matai sesuatu yang tak terlihat, dipandang dengan curiga oleh setiap orang yang lewat. Orang-orang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di Gunung Pengilon, mereka hanya menduga-duga.

Suatu malam, Poleng memutuskan untuk melakukan tindakan yang tak semestinya. Dia berjalan menuju pemakaman tua di pinggiran desa. Sejak lampau—bahkan ketika ia masih bocah—tempat itu sudah terkenal wingit (angker), banyak roh gentayangan yang terusir dari liang lahat. Tapi Poleng tidak peduli. Dia ingin mengakhiri semua ini—fitnah yang merusak hidupnya, bisikan-bisikan yang mengganggu pikirannya. Dia ingin mencari kebenaran, meskipun kebenaran itu mungkin tak akan pernah ia dapatkan. 

Tanpa Poleng sadari, beberapa pasang mata mengintipnya. Ternyata beberapa pria desa menguntit Poleng. 

“Apa yang dia lakukan?” bisik satu di antara mereka. 

“Kita lihat saja kelanjutannya,” ujar yang lain. “Jangan berisik!”

Di tengah kegelapan, Poleng menggali tanah. Dia menggali dengan kekuatan penuh, seolah-olah tanah itu adalah musuh yang harus dihancurkan. 

Para pengintip itu kaget serta merinding melihat Poleng. Dia menggali kubur dengan kedua tangan layaknya cangkul. Tanah berhamburan seperti pancuran. Gundukan itu porak-poranda akibat aksinya yang membabibuta. 

“Edan! Dia kesetanan!”

“Poleng benar-benar sudah tidak waras!”

Saat akhirnya ia menemukan sebuah kotak kayu kecil yang terkubur dalam tanah, Poleng membuka tutupnya. Di dalamnya, terdapat sebuah pisau dengan bercak darah dan sebuah foto usang—sebuah foto yang menunjukkan dirinya, tersenyum lebar bersama seseorang yang tidak ia kenal. Wajah orang itu buram, seperti sengaja digerus oleh benda tumpul. Namun ada gambaran yang sangat mengerikan di balik senyumannya.

Poleng diam membisu, menatap benda yang ada di tangannya. Pikirannya berkecamuk. Pertanyaan-pertanyaan liar berkelindan mencari jawaban. Apa yang terjadi? Apakah dia benar-benar telah membunuh seseorang di Gunung Pengilon? Ataukah ini hanya bagian dari fitnah yang terus disebarliarkan?

Keesokan harinya, desa digegerkan oleh sebuah kabar. Seorang warga ditemukan tewas di pinggir jalan dengan mata melotot penuh luka sayatan di leher serta gumpalan tanah kuburan di dalam mulutnya. Tidak ada saksi, tidak ada yang tahu siapa pelakunya. Tetapi ada yang menduga dengan cepat dan tanpa bukti yang jelas, bahwa itu adalah perbuatan Poleng.

“Jelas dia pelakunya. Siapa lagi?” ucap seorang warga. “Padahal, korban, baru kemarin malam ngobrol denganku. Dua jam kemudian pamit pulang!” 

“Tapi kita tidak punya bukti kalau dia si pembunuh,” sergap warga lain. 

Gosip tentang pembunuhan itu tambah tak karuan, semakin tak terkendali.

Hari-hari berikutnya, penemuan mayat kembali berarak, dan yang kesekian ini memaksa warga desa melaporkan ke aparat. Mereka bela-belain, walaupun jarak ke kantor polisi harus ditempuh dengan berjalan kaki memakan waktu sampai setengah hari penuh. Mereka dibelenggu rasa frustasi.

“Benar, Pak. Demi Tuhan, Poleng yang membunuh Sarmidi, Demung, Tarmin dan Senden!” ucap salah satu warga.

“Kalian punya bukti?” tanya aparat.

“Bukti apa, Pak?” sambung warga bingung

“Ya, bukti bahwa orang yang kalian tuduh benar-benar membunuh!” ucap aparat.

Warga kebingungan saling tatap. Mulut mereka terkatup rapat. Bukankah yang seharusnya mencari bukti adalah aparat? Mereka kan yang punya ilmu, kapasitas, dan wewenang?

Di bawah pohon beringin, Poleng segera menuntaskan aksinya. “Dasar binatang busuk! Merusak tanaman warga saja. Rasakan!”

Hantaman-hantaman pisau jagal itu menyobek kulit, meremukkan tulang tengkorak. Binatang itu ia mutilasi sampai rapi. Tulang-tulang hingga kulitnya sampai daging disayat tipis-tipis. Dulu, kali pertama membunuh binatang pengganggu, Poleng hanya mencekik kemudian menyayat leher sebelum menyumpal mulutnya dengan tanah kuburan. Kemudian dia meletakkan di pinggir jalan. Tapi karena tidak mau merepotkan warga, sekarang ia menjadikan binatang tersebut bagai binatang korban.

“Selesai sudah!” Paras Poleng menggurat puas. “Semoga tanaman warga tidak diobrak-abrik lagi oleh binatang-binatang keparat!”

Sebelumnya, Poleng mendapati beberapa binatang merusak tanaman yang sebentar lagi mau dipanen. Hal ini mengapungkan rasa amarah dalam dirinya. Hingga tindakan terukur terpaksa ia lakukan.

Berputarnya hari, aura gelap kian membelit lingkungan desa. Penemuan mayat tambah sering terjadi sampai warga dirajam ketakutan. Kenapa warga tidak bersatupadu meringkus Poleng?  Ternyata, kekuatan serta keberingasan Poleng membuat mereka jeri. Akhirnya, aparat dipaksa turun untuk membereskan masalah. Mereka melakukan penyelidikan. Poleng diinterogasi secara cermat. Warga berkerumun bersama umpatan-umpatan.

“Benar, Pak! Dia pembunuhnya!”

Udara langit dipenuhi kata-kata kasar hingga makian kencang.

“Seret ke penjara, Pak! Biar desa kami aman kembali”

Jawaban-jawaban yang keluar dari mulut Poleng menyiratkan keganjilan. Aparat mengetahui bahwa yang dihadapi manusia abnormal. Kasus ini hanya akan membuang waktu mereka. Mereka enggan berlama-lama di tempat tersebut. Dirasa cukup, aparat pergi bersama harapan tipis warga desa.

Hal lain tentang Poleng, ia merasa terganggu oleh kedatangan rombongan yang bikin gaduh kediamannya. Ia heran, apa salahnya sampai warga mengumpat dirinya? Bukankah selama ini malah ia telah membantu mereka? Benar-benar konyol, batin Poleng.

Poleng yang merasa terpojok oleh tuduhan itu, akhirnya bertekad pergi ke tempat di mana semuanya dimulai, Gunung Pengilon. Di sana, di tengah lautan kabut tebal, dia berdiri menantang, dengan mata jelalatan mencari sesuatu di dalam pikiran. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di gunung. Lebih jelasnya, tidak ada yang tahu kebenaran sesungguhnya. Bisa jadi, kebenaran itu hanyalah ilusi yang diciptakan oleh kebohongan dan ketakutan.

Pada saat itu, Poleng menyadari sesuatu yang lebih mengerikan dari segala fitnah yang menimpannya: Mungkin dia tidak pernah melakukan pembunuhan sama sekali. Tetapi, ketakutan dan fitnah telah mengubahnya menjadi makhluk yang lebih buruk-sebuah korban yang terus-menerus dikejar oleh sugestinya sendiri.

Poleng tertawa, namun tawa itu terdengar aneh nan mengerikan, sanggup membuat bulu kuduk orang-orang berdiri jika mendengar. Semua yang terjadi, semua yang dia alami, mungkin hanya sebuah permainan yang diciptakan oleh pikirannya. Di dalam dunia yang penuh dengan fitnah dan kebohongan ini, siapa yang bisa mengetahui mana yang nyata dan mana yang hanya ilusi?

Poleng akhirnya pulang dengan membawa beban tanpa ujud. Langkahnya terhuyung-huyung, kakinya berat seperti tersedot pasir hisap. Di ujung sana, dunia tak lelah berputar dengan orang-orang yang terus berbicara, menilai dan menghakimi. Tetapi Poleng tahu atau mungkin dia hanya berpikir dia tahu, bahwa tidak ada yang benar-benar peduli. Di dunia ini kebenaran hanyalah sebuah konstruksi yang rapuh, dan kadang-kadang kebenaran yang paling pahit adalah yang tidak pernah terungkapkan.

Malam itu, Poleng kembali ke rumahnya. Ia duduk di salah satu ruangan yang temaram, menatap bayangannya di kaca. Dia melihat kerutan wajahnya bak akar sungai, dalam dan penuh gurat penderitaan. Menggambarkan peta hidupnya yang jauh dari jalan lurus.

“Betapa kasar wajahku!” ucapnya lirih, “Sebenarnya, apa yang terjadi denganku? Kenapa orang-orang memusuhiku?”

Semakin membingungkan serta ngilu. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi.  [T]

Penulis: Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Editor: Made Adnyana Ole

Lebih Gelap dari Palung Mariana | Cerpen Anggit Rizkianto
Ketut Asti | Cerpen Yuditeha
Lelaki yang Menghilang di Tengah Laut | Cerpen Pry S.
Perbincangan Rindu | Cerpen Lanang Taji
Daging Sapi Pesanan Ibu | Cerpen Eyok El-Abrorii
Doa Kembang Turi | Cerpen Heri Haliling
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Next Post

“Unity Concert“ dari Prodi Musik ISI Bali: Musik Membentuk dan Menyatukan Generasi

Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Beberapa artikel, puisi, cerpen yang ditulis pernah dimuat di beberapa media cetak dan online. Cerpennya berjudul 'Seterika Jago' masuk dalam antologi 'Berita Kehilangan'(2021)-KontraS

Next Post
“Unity Concert“ dari Prodi Musik ISI Bali: Musik Membentuk dan Menyatukan Generasi

“Unity Concert“ dari Prodi Musik ISI Bali: Musik Membentuk dan Menyatukan Generasi

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

AI dan Seni, Karya Dialogis yang Sarat Ancaman?

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 25, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

“Seni bukanlah cermin bagi kenyataan, tapi palu untuk membentuknya.” -- Bertolt Brecht PARA pembaca yang budiman, kemarin anak saya, yang...

Read more

Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

by Gede Maha Putra
May 24, 2025
0
Catatan Ringkas dari Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali

MUSEUM Bali menyimpan lebih dari 200 lontar yang merupakan bagian dari koleksinya. Tanggal 22 Mei 2025, diadakan seminar membahas konten,...

Read more

Saatnya Pertanian Masuk Medsos

by I Wayan Yudana
May 24, 2025
0
Saatnya Pertanian Masuk Medsos

DI balik keindahan pariwisata Bali yang mendunia, tersimpan kegelisahan yang jarang terangkat ke permukaan. Bali krisis kader petani muda. Di...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran
Khas

Kala Bukit Kini Berbuku, Inisiatif Literasi di Jimbaran

JIMBARAN, Bali, 23 Mei 2025,  sejak pagi dilanda mendung dan angin. Kadang dinding air turun sebentar-sebentar, menjelma gerimis dan kabut...

by Hamzah
May 24, 2025
“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja
Panggung

“ASMARALOKA”, Album Launch Showcase Arkana di Berutz Bar and Resto, Singaraja

SIANG, Jumat, 23 Mei 2025, di Berutz Bar and Resto, Singaraja. Ada suara drum sedang dicoba untuk pentas pada malam...

by Sonhaji Abdullah
May 23, 2025
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co