19 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Persembahan Perempuan di Altar Perang Puputan Klungkung

Putu Eka Guna YasabyPutu Eka Guna Yasa
April 28, 2025
inEsai
Persembahan Perempuan di Altar Perang Puputan Klungkung

Foto Ida I Dewa Agung Jambe, Raja Klungkung dan Putranya I Dewa Agung Gede Agung yang Gugur dalam Puputan Klungkung | Foto diambil dari Tempo.co

“Ketika puputan selesai, penelitian dilakukan pada [jenazah] orang-orang yang gugur. Maka di antara korban terdapat putra raja yang berusia dua belas tahun, adalah satu-satu[nya] (putra mahkota pewaris tahta). Ia tergeletak di tengah-tengah (serakan mayat) dan sejumlah banyak wanita-wanita. Apakah ia ingin memperlihatkan bahwa adat Bali yang suci dan luhur lebih tinggi dari kehidupan?”

Itulah petikan catatan Soerabalasch Handelsblad sebagai himpunan informasi pascaperang Puputan Klungkung yang ditulis oleh Belanda. Mengalahkan Kerajaan Badung melalui perang berdarah pada tanggal 20 September 1906, ternyata belum sepenuhnya membuat hasrat menjajah dan menjarah pemerintah Kolonial Belanda puas. Sebab, satu kerajaan lagi yang dihormati sebagai sasuhunan raja-raja lain di Bali yakni Klungkung tak mau tunduk. Meski berbagai perjanjian dagang telah diatur dan adat masatya telah dilarang di daerah ini, Raja Klungkung tampaknya bukan tipe yang kompromis untuk dikendalikan oleh Belanda.

Lantas kalau Kerajaan Klungkung tak mau tunduk, cara apa yang dapat dilakukan untuk membuat sang raja bertekuk lutut?

Di siniah persoalannya. Apabila kita mencermati Kidung Bwāna Winaṣa karya rakawi Ida Padanda Ngurah dari Gria Gde Belayu, alasan bertempur dengan Kerajaan Klungkung ini terkesan kurang diperhitungkan dengan matang oleh pihak Belanda. Apabila dibandingkan dengan penyerangan terhadap Kerajaan Badung, pemerintah Kolonial Belanda tampak memainkan strategi yang lebih rapi. Pertama-tama, mereka mengirim kapal dagang Sri Komala untuk berlabuh di Sanur, lalu menuduh masyarakat setempat merampok isinya. Dari peristiwa ini Belanda menuntut Raja Denpasar untuk membayar ganti rugi sebesar 3600-ringgit sebagai sanksi atas pelanggaran hukum tawan karang.

Tentu Raja Denpasar sesungguhnya sangat mampu membayar tuntutan itu. Akan tetapi, persoalannya tidak terletak pada jumlah materi, melainkan martabat dan harga diri seorang ksatria. Akibat menolak sanksi sepihak tanpa melalui proses peradilan ini, Kerajaan Badung akhirnya diserang Belanda dan berakhir dalam tragi yang dikenang dalam kening masyarakat sebagai puputan.

Peristiwa Puputan Badung yang merenggut ribuan korban jiwa ternyata tak menyebabkan nyala dari nyali Kerajaan Klunglung meredup. Mungkin dalam bayangan Belanda, Raja Klungkung akan gentar melihat betapa sebelumnya lautan darah dan gunung mayat memenuhi alun-alun Kerajaan Denpasar. Usaha teror untuk menyerang psikologis rakyat Klunglung sebelum menyerang fisik mereka secara langsung melalui perang gerilya tampak sia-sia.

Dengan alasan yang sangat sepele, yaitu terbakarnya Gudang Candu (opium) berikut mantrinya yang diduga diprovokasi dan dimotori masyarakat Klungkung, serdadu Belanda datang tanpa kata-kata, tetapi senjata! Mereka merangssek masuk ke dalam istana Klungkung melalui Pelabuhan Kusamba. Meriam, bedil, dan granat yang sebelumnya telah memakan ribuan nyawa di Badung digunakan lagi untuk meremukkan lebih banyak tulang-belulang manusia.

Foto Ida I Dewa Agung Jambe, Raja Klungkung dan Putranya I Dewa Agung Gede Agung yang Gugur dalam Puputan Klungkung | Foto diambil dari Tempo.co

Meski demikian, Raja Klungkung yang saat itu dipimpin oleh Ida I Dewa Agung Jambe menyambut kedatangan Belanda dengan cara yang ksatria. Bahkan, putra mahkota yang masih sangat belia karena baru berumur 12 tahun turun langsung ke medan laga. Para ksatria yang lainnya juga mengangkat berbagai senjata pusaka.  Keris, tombak, dan meriam kanon bernama I Bangke Bahi yang sebelumnya telah ditiupi mantra juga telah dipersiapkan. Maka di depan istana yang sehari-hari ditujukan untuk pentas berbagai kesenian itu, senjata Bali vs Barat bertubrukan mengadu tuahnya.

Perhiasan Kalung Ida I Dewa Agung Gede Agung, Putra Mahkota yang Gugur dalam Puputan Klungkung Sempat Dijarah Belanda Kini Dikembalikan ke Museum Nasional | Foto: Museum Nasional Republik Indonesia

Di antara riuh perang Puputan Klungkung yang bergejolak dari medio hingga berpuncak pada 28 April 1908 itu, Ida Padanda Ngurah-rakawi Kidung Bwāna Winaṣa mencatat pijar keberanian para perempuan yang ternyata tidak tinggal diam menghadapi perang. Mereka yang kerap distigmakan hanya menghuni ruang seperti sumur, dapur, dan tempat tidur ternyata tak bergeming untuk turun ke medan tempur.

Tentu ini bukan kali pertama terjadi di bumi Klungkung. Ida I Dewa Agung Istri Kanya sebagai raja perempuan yang pernah bertahta di Smarapura itu juga pernah melawan Belanda dalam pertempuran di Kusamba sebelumnya. Spiritnya seolah memberi teladan untuk menggerakkan batin dan badan para puan sehingga tak ragu menyerang. Terlebih, Jendral Michelle yang terkenal kejam berhasil ditaklukkannya dalam kecamuk di tepi laut Kusamba.

Maka dengan sangat mengharukan, Kidung Bwāna Winaṣa yang juga berjudul Bali Sanghara ini mencatat peran perempuan yang gugur sebagai kusuma bangsa.

Sagrehan para wadu sigra lumampah, prasama telas wisianti, keneng brahmasara, dewagung ndah tan kabranan, sigra tikel dening mimis, sama wus pejah, para istri ndah tan kari. (Kidung Bwanā Winaṣā, Pupuh Durma, bait 19)

Terjemahan.

Para wanita serempak menyerang, [tetapi] semuanya habis terbunuh, terkena tembakan peluru, saat itu Dewa Agung [Jambe] tidak terluka, [namun] dengan cepat terkena tembakan beruntun, sehingga akhirnya bersama-sama gugur, para perempuan tidak satu pun yang masih hidup.

Dari petikan Kidung Bwana Winasa di atas, kita bisa melihat bara semangat para perempuan untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan Klungkung atas intervensi Kolonial Belanda.  Turunnya para perempuan di Perang Puputan Klunglung ini tidak saja menepis isu gender yang tidak membumi di Bali (gender equality). Tetapi melampaui semua itu, perempuan yang turun ke medan perang dapat dibaca sebagai puncak perlawanan habis-habisan Bali vs. Belanda. Sebab sesungguhnya kaum perempuan, anak-anak, dan seseorang yang tak memegang senjata pantang diserang dalam etika perang ‘dharma yuddha‘.

Apabila mereka sampai turun dalam Perang Puputan Klungkung, artinya ada tanah-air kelahiran yang harus dibela dengan tumpah darah. Mereka tak perlu memohon anugerah Yaksa seperti Srikandi untuk mengubah jenis kelamin sehingga dapat berperang melawan Bhisma ketika perang Bharata Yuddha terjadi. Dalam ayunan langkah mereka yang menapak aroma anyir sisa darah dan serakan mayat, Durga Mahisa Sura Mardini tidak hanya hadir dalam cerita, tetapi dalam kehidupan yang nyata.

Meski akhirnya kemenangan ada di pihak Belanda, para perempuan Klungkung yang turun ke medan tempur itu telah menghaturkan persembahannya yang paling utama. Luka dan lebam raga yang menghijau adalah rekah daun sebagai alas sesaji (patraṃ). Darah yang mereka pertaruhkan adalah salaksa tirta dari mata air dan sungai terpilih Negeri Bharata Warsa (toyaṃ). Hembus nafas mereka adalah aroma dupa yang dinyalakan dari homa keberanian (dupaṃ). Tubuh mereka yang berbusana serba putih adalah mekar bunga yang tak pernah layu (puṣpaṃ).

Itulah persembahan perempuan Bali di tengah kecamuk perang Puputan Klungkung. Mereka yang saban hari terampil membuat sesaji kepada para dewata, tak disangka di penghujung perang juga berani menyerahkan jiwa dan nyawa. Kepada para puan yang tak tercatat sebagai pahlawan, tetapi menghaturkan satu-satunya miliknya, yaitu ‘nafas’, penulis menundukkan kepala. [T]

Paris, 27 April 2025

Penulis: Putu Eka Guna Yasa
Editor: Adnyana Ole

  • BACA artikel lain dari penulisPUTU EKA GUNA YASA
Menjernihkan ‘Bias Citra’ Antara Dewi Danu, Jaya Pangus, dan Putri Cina
DI BALIK TOPENG DALEM SIDDHAKARYA
Pancaka Tirta: Melihat Unsur Api dalam Air sebagai Peleburan Melalui Adi Parwa dan Japatuan
Tags: KlungkungPerempuanPuputan KlungkungPutu Eka Guna Yasa
Previous Post

Tangi: Ruang Baur Street Art Bali

Next Post

Dongeng tentang Banteng Takut Jadi Kerbau dan Para Tetangga

Putu Eka Guna Yasa

Putu Eka Guna Yasa

Pembaca lontar, dosen FIB Unud, aktivitis BASAbali Wiki

Next Post
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

Dongeng tentang Banteng Takut Jadi Kerbau dan Para Tetangga

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Film Cina dan Drama Cina, Mana yang Paling Seru?

by Satria Aditya
May 18, 2025
0
Film Cina dan Drama Cina, Mana yang Paling Seru?

ADAKAH yang rindu dengan Wong Fei Hung? Atau sebutan kakak pertama, kedua dan ketiga? Di sini saya mengatakan kejujuran bahwa...

Read more

Mengkaji Puisi Picasso : Tekstualisasi Karya Rupa Pablo Picasso

by Hartanto
May 18, 2025
0
Mengkaji Puisi Picasso : Tekstualisasi Karya Rupa Pablo Picasso

SELAMA ini, kita mengenal Pablo Picasso sebagai pelukis dan pematung. Sepertinya, tidak banyak yang tahu kalau dia juga menulis puisi....

Read more

“Study Tour”, Bukan Remah-Remah dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 18, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KONTROVERSI seputar pelarangan study tour sempat ramai menjadi perbincangan. Beberapa pemerintah daerah dan sekolah melarang siswa, mulai dari TK hingga...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co