18 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Berjalan Terus dalam Dialog: Ulasan Pameran “Resonansi Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Sectio AgungbySectio Agung
April 26, 2025
inUlas Rupa
Berjalan Terus dalam Dialog: Ulasan Pameran “Resonansi Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Pameran "Resonansi Waktu" di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

WAKTU sebagai suatu yang berjalan lurus adalah sebuah pandangan yang kiranya perlu untuk digugat terus. Cara melihat waktu serupa ini tentu berguna untuk membagi-baginya – memberinya label detik, menit, dan jam. Sederhananya untuk bisa mengendalikan.

Keinginan untuk mengendalikan, yang khas cara melihat setiap hal dalam logika modern, perlu dibaca ulang. Menempatkan kembali diri kita, manusia, bukan sebagai pusat dari segalanya menurut saya bijak untuk dilakukan. Bagaimana jadinya jika waktu tidak berjalan lurus? Bagaimana jika waktu itu terlipat dan yang kita anggap sebagai yang sekarang maupun yang dulu ada dalam satu tempat? Barangkali kita jadi terheran-heran, barangkali juga, kita bisa menyingkap hal-hal baru yang tidak kita sadari sebelumnya.

Pada sebuah pameran yang diadakan pada tahun 1981, bertajuk Westkunst, Zeitegnossische Kunst seit 1939 (Seni Barat, Seni Kontemporer sejak 1939), ditampilkan karya-karya seni Barat yang dianggap paling mewakili zamannya. Tiap periode dibagi-bagi dan dibuatkan ruang sendiri. Pengunjung museum pun datang dan seakan diajak menyusuri sejarah seni yang berprogres, yang maju, yang terus berkembang secara formal.[1] Pendekatan kuratorial yang menampilkan seni sebagai suatu progres historis formal merupakan bentuk sikap mereka yang melihat bahwa seni Avant Garde setelah perang dunia kedua kehilangan semangat beserta daya pembebasannya, seni Avant Garde kemudian menjadi “seni museum“.[2] Sungguhpun sekadar seni museum orang-orang Westkunst tetap percaya ada yang abadi pada kualitas intrinsik sang karya maupun seniman.

Salah satu karya dalam pameran “Resonansi Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Melangkah jauh, pada tanggal 25 April 2025, digelar sebuah pameran yang berbeda sekali pendekatannya dengan Westkunst, bertajuk Resonansi Waktu di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Menampilkan 48 karya dari 31 seniman pameran ini dikuratori oleh Dianna Raa‘difah. Utamanya, pameran ini berupaya untuk menampilkan karya-karya seniman muda dan tua. Pameran ini, meski dengan panel-panel yang serupa lorong seperti pada Westkunst, akan tetapi tidak berupaya menampilkan karya dalam sebuah liniearitas dan progres. Alih-alih pameran dirancang sebagai sebuah ruang terlipat dimana seniman muda dan tua menubuh dengan narasi pameran. Sang kurator tampaknya percaya pada yang formal dalam sebuah karya terdapat pula kandungan yang historis, dengan kesan dan rasanya sendiri yang sangat terkait dengan seniman beserta lingkunganya.

Karya-karya lintas generasi dari seniman semacam Widayat dan Nasirun hingga Flea Aura dan Andika Namaste marak meriah dalam pameran ini.

Pada salah sebuah instalasi karya Widayat, berjudul Topeng Primitif (1999) tampak sebuah dua potong kayu yang digambari dengan tinta membentuk semacam topeng tribal yang kasar dan asing tetapi matang. Dunia pada karya Widayat merupakan sebuah dunia yang luwes dan arkais. Simbol-simbolnya signifikan dan ramai. Kadang juga terasa mistis. Gaya dekoratif tribal serupa dapat ditemukan pula pada karya Widayat lain yang diapamerkan disini berjudul Sedang Mancing Kebelet Kencing. Karya ini bermedium kanvas dengan hasil cukilan kayu, menampilkan figur seorang seperti berdiri kencing dengan latar dekorasi ikan dan air.

Pengunjung menikmati pameran “Resonansi Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Dunia lain tampak pada sebuah karya lain yang teramat menarik hati dari seorang seniman muda. Sebuah lukisan oleh Flea Aura yang berjudul When Time are Spirals, Nothing is Linear Anymore: Spiraling Through What Was Never Ends (2025) yang didominasi warna merah dan figure tengkorak serta mahluk seperti buaya. Lukisan ini mengesankan objek-objek yang terbakar dengan api sebagai sebuah simbol emosi dan kekerasan waktu. Waktu maka menjadi sebagai suatu yang mampu membakar dengan ingatan dan harapan sekarang maupun masa lalu.

Pameran ini membawa pengunjungnya untuk berjalan terus dalam dialog dan komunikasi lintas generasi ini. Ruang ke ruang meriah dengan dialog karya-karya yang menempatinya.

Di ruang yang paling tengah – dan yang paling besar, dalam alur pameran terdapat sebuah intalasi kain yang begitu megahnya. Sebuah bendera digantung dari Kolektif Jalan Gelap yang berjudul Limbicium Seiklus (2024) berukuran 3 x 3 meter. Karya ini secara cermat membawa ilmu pengetahuan neurologi mengenai kebahagiaan dan menjelaskan proses otak dalam penciptaan rasa bahagia dan tautan trauma dan kebahagian dibentuk dengan grafik-grafik khas mereka. Mereka tidak takut kelihatan memesinkan kerja emosional manusia dengan menghadirkan ilmu neurologi melainkan melalui karya mereka, kerja emosi manusia malahan terlihat begitu dalamnya. Tidak dapat dipungkiri, ilmu neurologi adalah sebagian dari beberapa cabang ilmu yang berkembangnya amat pesat di masa sekarang. Bagi saya, maka, respon mereka terhadap ilmu pengetahuan bukan saja menunjukkan kedalaman sang seniman, melainkan juga merupakan sebuah tanda; seniman sebagi produk zaman yang mana.

Mengutip dari teks kuratorial, sang kurator berupaya membangun semacam jembatan yang ia harapkan bekerja secara harmonis. Oleh sebab itu, ruang karya-karya berada tidak diusahakan untuk terlihat kontras antar generasinya.

Pengunjung membaca teks pameran “Resonansi Waktu” di Museum Sonobudoyo Yogyakarta

Saya memuji upaya kurator yang saya rasa telah mengonsepsi waktu sebagai suatu yang luwes dan cair, konsep waktu yang amat kiwari.

Sebab seperti yang saya lihat disini, karya-karya berkomunikasi bukan untuk saling setuju dan saling memberi pengetahuan satu sama lain. Karya-karya dalam ruang yang tidak beraturan kronologisnya, yang terlipat keterkaitan waktunya, justru menunjukkan sebuah khaos yang meletup-letupkan sebuah penawaran baru. Pameran ini bagi saya telah berhasil dalam menggerakkan hati dan membuat tersenyum senang dalam menciptakan dialog berisik antar seniman. Sahut-sahutan yang dari awal hingga akhirnya membangun antusiasme kepada siapa saja yang melaluinya, dengan begitu dialog ini harmonis dengan caranya sendiri. [T]


[1] Poinsot, J. M. (1996). Large exhibitions: a sketch of a typology. In Thinking about exhibitions.

[2]Calvocoressi, R. (1981). Cologne: Westkunst. The Burlington Magazine, 123(943), 634–638. http://www.jstor.org/stable/880388

Penulis: Sectio Agung
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
I ❤ Bali : Masyarakat Bali yang Merasa Asing di Tanahnya Sendiri
Catatan Pendek Sekali: Pameran Tunggal Naela Ali, The Beauty of The Mundane
ARTSUBS: Seniman, Platform dan Pasar
Tags: museum sonobudoyoPameran Seni RupaSeni RupaYogyakarta
Previous Post

Harmoni di Yogyakarta: Galungan yang Melampaui Batas Geografis

Next Post

Sudah Saatnya Membangun “Eco Office” di Tempat Kerja

Sectio Agung

Sectio Agung

Sekarang sedang belajar di Institut Seni Indonesia Yogyakarta program studi Tata Kelola Seni. Penulis tertarik dalam bidang filsafat dan kritik seni. IG @sectioa

Next Post
Sudah Saatnya Membangun “Eco Office” di Tempat Kerja

Sudah Saatnya Membangun “Eco Office” di Tempat Kerja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Rasa yang Tidak Pernah Usai

by Pranita Dewi
May 17, 2025
0
Rasa yang Tidak Pernah Usai

TIDAK ada yang benar-benar selesai dari sebuah suapan terakhir. Kadang, bukan rasa yang tinggal—tapi seseorang. Malam itu, 14 Mei 2025,...

Read more

Mencari Bali Menemukan Diri — Ulasan Buku “Dari Sudut Bali” Karya Abdul Karim Abraham

by Gading Ganesha
May 17, 2025
0
Mencari Bali Menemukan Diri — Ulasan Buku “Dari Sudut Bali” Karya Abdul Karim Abraham

PULAU Bali milik siapa? Apa syarat disebut orang Bali? Semakin saya pikirkan, semakin ragu. Di tengah era yang begitu terbuka,...

Read more

‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

by Hartanto
May 16, 2025
0
‘Narasi Naïve Visual’ Ni Komang Atmi Kristia Dewi

KARYA instalasi Ni Komang Atmi Kristia Dewi yang bertajuk ; ‘Neomesolitikum’.  menggunakan beberapa bahan, seperti  gerabah, cermin, batu pantai, dan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar
Panggung

Literasi Film untuk Keluarga: Anak-anak Menonton Sekaligus Belajar

AMFLITEATER Mall Living World, Denpasar, ramai dipenuhi pengunjung. Sabtu, 10 Mei 2025 pukul 17.40, Tempat duduk amfliteater yang bertingkat itu...

by Hizkia Adi Wicaksnono
May 16, 2025
Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa 
Kuliner

Sariasih dan Manisnya Jaja Sengait Gula Pedawa

ADA beberapa buah tangan yang bisa kalian bawa pulang untuk dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Singaraja Bali. Salah satunya adalah...

by I Gede Teddy Setiadi
May 16, 2025
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co