10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Membaca “Zaman Peralihan”, Melihat Indonesia Hari Ini

JaswantobyJaswanto
March 23, 2025
inUlas Buku
Membaca “Zaman Peralihan”, Melihat Indonesia Hari Ini

Buku "Zaman Peralihan" | Foto: tatkala.co/Jas

PADA saat masih duduk di bangku kuliah, Soe Hok Gie adalah sosok yang saya idolakan. Bukan saja karena sikap dan pemikirannya, tapi juga hobinya mendaki gunung. Bahkan, pada momen tertentu, saya membayangkan dirinya bersemayam dalam diri saya—sesuatu yang tidak masuk akal, memang. Tetapi begitulah yang saya rasakan saat saya terlibat dalam perdebatan sengit di forum-forum diskusi atau saat menggigil di puncak gunung—atau sekadar mendengarkan Donna Donna (nyanyian Yahudi itu) di kamar saya yang sempit.

Karena begitu mengagumi sosoknya, tentu saja saya juga membaca buku-bukunya, salah satunya buku yang berjudul “Zaman Peralihan” terbitan Gagas Media tahun 2005. Buku ini memuat tulisan Soe Hok Gie yang berserak di berbagai media massa tentang kondisi Republik Indonesia (seputar kebangsaan, kemahasiswaan, dan kemanusiaan) di era peralihan kekuasaan Soekarno (orde lama) ke Soeharto (orde baru).

Namun, meski ditulis pada era 60-an, beberapa tulisan Soe Hok Gie dalam Zaman Peralihan tampak menggambarkan situasi Indonesia hari ini. Bukan saja soal kebangsaannya, tapi juga kemahasiswaannya dan kemanusiaannya. Pada titik ini, saya merasa, negara ini sepertinya tidak belajar dari sejarah, masih saja jatuh ke lubang yang sama. Persoalan korupsi, kolusi, dan nepotis masih berkembangbiak dengan subur. Pun praktik-praktik pelacuran intelektual tak kunjung hilang dari dunia pendidikan. 

Saya setuju dengan Dr. Kuntowijoyo dalam pengantarnya dalam buku ini, bahwa persoalan-persoalan yang ditulis oleh Soe Hok Gie masih relevan dengan keadaan sekarang (pasca reformasi), di mana sedang terjadi krisis legitimasi dikarenakan tidak adanya exemplary center, yaitu hilangnya panutan yang bisa dicontoh, yang seharunya diberikan oleh mereka yang berada di pucuk kekuasaan.

“Krisis legitimasi ini terjadi tatkala perilaku yang ada di tingkat kekuasaan, yaitu kekuatan-kekuatan yang secara menyeluruh mendominasi ekonomi, politik, jenjang sosial, dan produksi kultural yang tak mampu lagi menjadi panutan masyarakat,” lanjut Kuntowijoyo.

Hari-hari ini demonstrasi ada di mana-mana—di kota-kota besar sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pemantiknya jelas: ketulian dan kedunguan pemerintah yang kian mengkhawatirkan. Disahkannya revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI adalah bentuk betapa pemerintah begitu tidak peduli terhadap suara—pun nasib—rakyatnya sendiri. Sebagaimana kata Gie, “betapa tak menariknya pemerintah sekarang”. Mengenai situasi semacam ini, Zaman Peralihan seperti menuntun kita untuk mengeja kembali kebangsaan kita hari-hari ini.

Bacalah artikel Menaklukkan Gunung Slamet, Anda akan mengetahui bahwa Gie juga melihat bagaimana Indonesia (orde baru) sebetulnya tidak berubah—dari orde lama. Seturut kata Stanley dan Aris Santoso, editor Zaman Peralihan, esensi yang terkandung dalam pikiran-pikiran Soe Hok Gie masih sama. Ibarat sebuah tontonan, lakonnya tetap sama. Hanya setting panggung, kostum, dan pemainnya saja yang berbeda. Ini satu indikasi bahwa pemerintah memang tidak pernah belajar dari sejarah—bahkan barangkali itu perihal yang tak penting dipelajari. Hipokrasi, cakar-cakaran, dan tukang kecap masih menonjol. Malah masih banyak mahasiswa yang tadinya kelihatan “idealis” mendadak terserang dekadensi moral—seperti yang terjadi pada beberapa tokoh aktivis ’98 hari ini.

Diamnya para intelektual Indonesia pada masa orde baru turut Gie kritisi. Ia menyampaikan, “Saya pribadi melihat, bahwa generasi mendatang akan banyak sekali mengecam generasi intelektual Indonesia sekarang [orde baru]. Sebagian besar dari mereka, tutup mulut, dan tidak berbicara mengenai pelanggaran-pelanggaran paling kasar terhadap manusia yang terjadi di Indonesia.” Dan ini tampaknya juga berlaku bagi intelektual-intelektual kita hari ini yang memilih bungkam melihat ketidakadilan, kesewenang-wenangan, mengangkang di depan matanya.

Di negeri ini, sampai sekarang, tak sedikit intelektual yang perannya sebatas pelegitimasi struktur status quo penguasa. Mereka memilih menyumpal telinga, mulut, dan pikirannya dengan jabatan-jabatan di kampus maupun di pemerintahan dan pendapatan-pendapatan haram yang membuatnya lena. Mereka, kata Gie, adalah pelancur-pelacur intelektual “yang bekerja dengan bajingan-bajingan minyak, calo-calo modal asing dan pejabat-pejabat yang korup dan sloganistis”.

Tetapi juga tak sedikit intelektual yang masih—seperti kata Arief Budiman—berperangi layaknya resi, yang dalam waktu-waktu tertentu rela meninggalkan pertapaannya untuk mengabarkan keadaan yang buruk sambil berharap penguasa akan mengubah keadaan buruk tersebut. Intelektual semacam ini jelas tidak memulai pamrih politik.

Selain soal kebangsaan, kemahasiswaan, dan kemanusiaan, Zaman Peralihan juga memuat catatan-catatan Soe Hok Gie selama berkunjung ke Amerika dan Australia (pada rentang 8 Oktober 1968 hingga 3 Januari 1969). Di sana, Gie berkelana ke universitas-universitas seperti Berkeley, Yale, dan Cornell, dan berbincang dengan banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang negara serta ideologi. Dalam salah satu catatannya, Gie membahas tentang agama dan tantangnya—dalam konteks Amerika—yang ditutup dengan lelucon di WC kampus Universitas Hawaii: “God is Not Dead But Unemployed” (Tuhan tidak mati, Cuma jadi pengangguran).

Sampai di sini, buku Zaman Peralihan masih penting untuk dibaca. Bukan saja masih relevan tapi juga mencakup hal-hal subtansial dalam sejarah bangsa Indonesia. Apalagi keterus-terangan Gie dalam setiap tulisannya membuat kita mengetahui siapa aktor-aktor yang disebut Gie sebagai “pelacur intelektual”. [T]

Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

  • BACA JUGA:
Jawa Tempo Doeloe: Wajah Jawa di Mata Orientalis Berkulit Pucat
Melihat Diri Sendiri ala (Gus Mus) KH. A. Mustofa Bisri
Pembahasan Buku “Representasi Ideologi Dalam Sastra Lekra” Karya I Wayan Artika
Saiban: Kerinduan yang Tak Terucap dan Tak Terungkap
Aku yang Sudah Lama Hilang: Menelisik Perubahan dalam Diri
Tags: Bukuresensi bukuSoe Hok Gie
Previous Post

Minimalkan Sampah, Ini 5 “Pangeling-eling” untuk Umat saat “Ngusaba Kadasa” di Pura Batur

Next Post

Dari Banjar Kembali ke Banjar: Catatan 15 Tahun Komunitas “Pichi Cello Bone” dari Susut-Bangli Membangun Masyarakat

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Dari Banjar Kembali ke Banjar: Catatan 15 Tahun Komunitas “Pichi Cello Bone” dari Susut-Bangli Membangun Masyarakat

Dari Banjar Kembali ke Banjar: Catatan 15 Tahun Komunitas “Pichi Cello Bone” dari Susut-Bangli Membangun Masyarakat

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co