30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

“Stunting” Kecerdasan: Cukup Makan, Lupa Berpikir

Petrus Imam Prawoto JatibyPetrus Imam Prawoto Jati
March 17, 2025
inEsai
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

Petrus Imam Prawoto Jati

PARA pembaca yang budiman, kali ini saya ingin mengajak kita berdisukusi agak berat, namun urgen.  Sebenarnya, ini soal pendidikan di negara kita.  Sebagai warga negara Konoha, yang katanya IQnya rata-rata78,49, tentu saya gemar melhat TikTok.

Nah, kemarin di TikTok ditayangkan bagaimana banyak anak, setingkat SMP dan SMA tidak mampu bernalar dan berhitung dengan layak.  Tidak mampu menyelesaikan hitungan sederhana seperti 5×4, 6+10, 2 tahun berapa bulan, dan seterusnya (entah benar atau hanya setting-an untuk konten). Padahal, pendidikan adalah fondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa.

Namun, saat ini nampaknya kondisi pendidikan di Indonesia sedang dihadapkan pada tantangan besar yang membutuhkan perhatian lebih. Salah satu masalah mendasar yang harus segera diselesaikan adalah relevansi kurikulum pendidikan yang kerap kali tertinggal dari perkembangan zaman, terutama dalam menghadapi kemajuan teknologi yang pesat, seperti kecerdasan buatan (AI).

Saat ini yang nyerempet bidang pendidikan, yang sedang getol dicanangkan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG), lalu di bidang kesehatan adalah pencegahan stunting. Tapi melirik kasus TikTok di atas (jika benar), ini bukan cuma soal makanan bergizi gratis atau program anti-stunting yang marak belakangan ini. Meskipun saya yakin memiliki niat baik, tampaknya program-program berbasis perut itu mulai menunjukkan gejala-gejala tidak cukup memberi dampak jangka panjang yang signifikan. Belum lagi potensi fraud-nya.

Ketua KPK Setyo Budiyanto, bahkan sampai mengingatkan bahwa dalam program dengan dana besar semacam ini, ada potensi penyimpangan, maka harus diawasi dengan ketat. Artinya jangan sampai anggaran untuk menangani stunting dikorupsi. Korupsi dana stunting dan MBG bisa masuk kategori kejahatan kemanusiaan, karena peruntukannya sarat dengan sisi kemanusiaan dan menyangkut masa depan anak bangsa. Namun ada yang lebih mengkhawatirkan dari sekadar tubuh pendek akibat kurang gizi, yaitu kecerdasan yang ikut stunting.

Masalah yang kita hadapi lebih dalam, lebih sistemik. Kita sedang menghadapi generasi yang bisa jadi, tumbuh gagah dan cakep namun tanpa daya pikir kritis, tanpa daya juang intelektual, dan tanpa kemampuan menghadapi dunia yang semakin kompleks.  Jadi dunia pendidikan kita sekarang ini sepertinya dalam kondisi kritis, saudara.  Semacam harus masuk ICU kalau di rumah sakit. Gawat, dan darurat.

Manusia, Zoon Politicon, dan Kecerdasan yang Tertinggal

Sang filsuf Aristoteles, mengenalkan manusia sebagai zoon politicon, makhluk sosial yang seharusnya mampu berpikir dan bertindak dengan akal budinya. Namun, ketika pendidikan kita masih saja berkutat pada hafalan dan doktrinasi, lalu di mana pintu masuk ke ruang akal budi itu? Kita justru lebih panik mengurus program-program jangka pendek seperti pemberian makanan gratis dibanding merancang pendidikan yang benar-benar membebaskan.

Pendidikan yang ideal seharusnya membentuk manusia yang mampu berpikir kritis, mampu berdiskusi, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial secara aktif. Namun yang terjadi justru sebaliknya: kurikulum kita terlalu kaku, metode pengajaran masih konvensional, dan sistem pendidikan lebih sering menjadi alat kontrol dibandingkan sebagai ruang pembebasan intelektual.

Ada lagi yang menarik, para pelajar diberi kesempatan belajar dengan merdeka dan jamkos untuk browsing bebas ala kadarnya untuk menyelesaikan soal dan tugas dari guru, tanpa diberi bimbingan dan arahan yang memadai, apalagi penerangan. Jadinya gelap. Oh astaga, pantas kemarin ada #IndonesiaGelap.

Paulo Freire dalam Pedagogy of the Oppressed sudah lama mengkritik pendidikan yang bersifat banking system, di mana murid hanya dianggap sebagai wadah kosong yang diisi pengetahuan tanpa diberi kesempatan untuk berpikir secara kritis. Kalau kita bicara soal pendidikan, kita juga mesti bicara tentang kurikulum.

Kurikulum di Indonesia masih terjebak pada sistem lama yang lebih menitikberatkan pada hafalan dibandingkan dengan pemahaman mendalam. Anak-anak diajarkan rumus, tapi tidak diajarkan cara berpikir logis. Mereka belajar teori-teori ekonomi, tapi tidak pernah diajarkan bagaimana mengelola keuangan pribadi. Mereka menghafal sejarah, tapi tidak pernah benar-benar diajak berpikir kritis tentang bagaimana sejarah membentuk dunia yang mereka tinggali sekarang.

Sementara itu, dunia terus bergerak. Teknologi berkembang pesat, kecerdasan buatan semakin cepat mengambil alih pekerjaan yang sifatnya repetitif, dan kita masih saja sibuk dengan ujian-ujian berbasis hafalan. Di mana pendidikan yang seharusnya membebaskan manusia dari keterbelakangan intelektual dan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan zaman? Di luar sana AI perkembangannya bak lari sprint tapi kita di sini masih ribut apakah gerakan” jalan di tempat” kita cukup gagah atau tidak. Tu wa, tu wa, hentiiiii graakk!!! Waduh apa tidak miris, para pembaca yang budiman.

Makan Bergizi Gratis: Solusi atau Distraksi?

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tentu saja penting, penting saya bilang, untuk memastikan anak-anak tidak kelaparan. Namun, jika hanya sebatas itu, ini hanyalah solusi jangka pendek. Yang lebih mengkhawatirkan adalah jika kita dijebak, maksud saya terjebak, dalam paradigma bahwa masalah utama pendidikan di Indonesia adalah soal perut, bukan soal kecerdasan. Padahal, ancaman terbesar bagi masa depan bangsa ini bukan sekadar anak-anak yang kurang gizi, tetapi anak-anak yang tidak diajarkan berpikir kritis dan inovatif.

 Saat berbicara tentang masa depan anak-anak Indonesia, ada baiknya fokus kita tidak hanya pada berapa banyak kalori yang mereka konsumsi, tapi juga pada kualitas pendidikan yang mereka terima. Pendidikan adalah investasi jangka panjang, dan jika kita tidak serius membenahi sistemnya, maka kita hanya akan melahirkan generasi yang sehat fisiknya tapi miskin wawasan dan keterampilan.

Anggaran besar untuk program makan gratis bisa saja dialokasikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan: pelatihan guru, penyediaan bahan ajar yang lebih relevan, atau pembangunan fasilitas pendidikan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, bisa untuk membuka akses bagi anak-anak yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Saat berbicara tentang stunting, kita harus melihat lebih jauh dari sekadar pertumbuhan fisik. Anak-anak yang kurang gizi memang bisa mengalami gangguan perkembangan otak, tapi ada faktor lain yang tak kalah penting yaitu kurangnya rangsangan intelektual. Pendidikan yang buruk adalah bentuk lain dari stunting, dan ini jauh lebih sulit diperbaiki dibandingkan kekurangan gizi. Tapi kita tampaknya lebih senang memberikan solusi instan yang bisa dipublikasikan dengan cepat dibanding berinvestasi pada sesuatu yang hasilnya baru bisa dilihat puluhan tahun ke depan.

Program anti-stunting jelas penting dan bagus sekali. Cuma saja kita musti sadar bahwa kita juga sedang mengalami stunting dalam cara berpikir, tidak hanya pada generasi mudanya, tapi juga pada generasi tuanya. Tidak sedikit keluarga yang kurang memahami pentingnya pendidikan, bukan hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga karena pendidikan belum benar-benar menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara. Paling parah kalau para pemangku kebijakan juga kena stunting berpikir. Lha itu, buktinya ada guru honorer, konon di planet ini, hanya negara Konoha yang punya kebijakan guru honorer.

Dosen dan Guru: Pilar yang Terabaikan

Salah satu faktor utama yang sering luput dari perhatian adalah kesejahteraan tenaga pendidik. Dosen dan guru adalah ujung tombak pendidikan, tapi sering kali mereka justru menjadi kelompok yang paling diabaikan.

Sayangnya, dosen dan guru di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, mulai dari gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja hingga tuntutan administratif yang berlebihan. Minimnya apresiasi membuat banyak tenaga pengajar kehilangan semangat untuk berinovasi dalam mengajar. Bagaimana bisa kita berharap mereka mengajar dengan penuh dedikasi jika kebutuhan dasar mereka sendiri belum terpenuhi?

Paulo Freire menekankan bahwa pendidikan seharusnya menjadi alat pembebasan, bukan sekadar alat penjinakan. Tapi bagaimana kita bisa berharap pendidikan menjadi alat pembebasan kalau para pendidiknya sendiri tidak bebas, terbelenggu dalam sistem yang tidak menghargai peran mereka? Jika kita ingin menciptakan generasi yang cerdas, kita harus mulai dengan menghargai mereka yang berjuang di garis depan pendidikan. Dalam sokoguru atau pilar pendidikan indonesia ini berkaitan erat dengan yang disebut Ing Ngarsa Sung Tuladha. Berada di depan memberi tauladan. Sistem kita yang belum beres membuat fungsi ini mandul.

Pendidikan Adalah Investasi, Bukan Bantuan Sosial

Jika kita benar-benar ingin membangun masa depan yang lebih baik, kita harus mulai melihat pendidikan sebagai investasi jangka panjang, bukan sekadar proyek bantuan sosial. Pastikan generasi muda kita juga mendapatkan “gizi intelektual” yang cukup agar bisa bersaing di dunia yang semakin kompleks. Memberikan makanan gratis mungkin bisa menyelesaikan masalah sementara, tapi tanpa pendidikan yang berkualitas, kita hanya akan menciptakan generasi yang bergantung pada bantuan dan bermental peminta-minta, tanpa memiliki daya saing.

Sebagai zoon politicon, dalam konteks pendidikan manusia harus mengutamakan akal budinya, bukan perutnya. Dan sebagai bangsa, bangsa yang besar katanya, kita harus memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya diberi makan, tetapi juga diberi kesempatan untuk berpikir, bertanya, berdialektika, dan menciptakan sesuatu yang lebih baik untuk dunia ini.

Saya yakin kita semua sepakat, bahwa pendidikan yang berkualitaslah yang akan membebaskan kita semua dari segala ketertinggalan, termasuk juga dari stunting dan kurang gizi. Apakah pendidikan kita sudah membebaskan? Karena pada akhirnya, pendidikan yang membebaskan adalah satu-satunya cara agar kita bisa benar-benar menjadi manusia dan mengejar ketertinggalan.

Ngomong–ngomong tentang benar-benar menjadi manusia, untung saja Teori Evolusi Darwin sudah patah. Jika belum, jangan-jangan dunia luar menganggap evolusi kita sebagai manusia belum sempurna. Tabik. [T]

Penulis: Petrus Imam Prawoto Jati
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel lain dari penulis PETRUS IMAM PRAWOTO JATI

#IndonesiaGelap: Siapa yang Gelap?
Tags: Pendidikanstunting
Previous Post

Asam Lambung Karena Anak Kandung

Next Post

Comeon Komatsu, Seniman Jepang yang Pamerkan Karya Seni Woodblock Print di ARMA Art Veranda

Petrus Imam Prawoto Jati

Petrus Imam Prawoto Jati

Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah

Next Post
Comeon Komatsu, Seniman Jepang yang Pamerkan Karya Seni Woodblock Print di ARMA Art Veranda

Comeon Komatsu, Seniman Jepang yang Pamerkan Karya Seni Woodblock Print di ARMA Art Veranda

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co