Mengenal pribadi seorang Wayan Sika, berarti juga akan mengenal skena perkembangan seni rupa kontemporer yang ada di Bali.
BAGI saya yang terbilang muda dalam mengenal seni rupa, mungkin akan sedikit asing mendengar nama Wayan Sika, dalam jajaran para maestro seni rupa modern khusus nya di Bali, sebutlah Nyoman Gunarsa dan Made Wianta. Dua nama tersebut seakan menghegemoni isi kepala kita saat berkelindan dengan seni rupa Bali.
Mungkin sedikit orang mencoba untuk menggali bagaimana Wayan Sika punya andil yang sama besarnya dengan kedua maestro tadi, bukan semata karena suara artistiknya dalam berkarya, namun ada langkah-langkah besar dan strategisnya untuk cukup memberi pengaruh siginifikan bagi perkembangan seni rupa kontemporer di Bali, maupun Internasional.

“Exploring the SIKA Archives: A Legacy of Art and History” oleh Farah Wardani, merupakan jalan awal saya untuk lebih mengenal secara dalam bagaimana sejarah hidup serta perjalanan 7 dekade penting dalam kehidupan Wayan Sika dalam mengarungi berbagai tantangan zaman yang ia hadapi, serta pengabdian tanpa akhirnya pada kesenian.

Hal terpenting dan cukup strategis dalam 7 dekade perjalanannya ialah pada dekade 90-an dimana dengan kesadarannya waktu itu, ia mendirikan Sika Gallery yaitu sebuah ruang yang akan menjadi tonggak awal pengenalan wacana kontemporer bagi publik seni di Bali, dimana wacana modernitas masih sangat menjamur di kalangan para perupa bali pada waktu itu. Dengan secara sadar ia melabeli Sika Gallery sebagai sebuah ruang seni kontemporer pertama di Bali.
Pada pembukaannya yang pertama pada tahun 1996 dimulai dengan pameran “MANDALA OF LIFE” yang menampilkan karya-karya pelukis dari Sanggar Dewata Indonesia, dimana saat itu ia menjabat sebagai ketua dari organisasi tersebut. Sejak saat itu Sika Gallery berperan aktif dan berdaya dalam kontribusinya menjadi ruang presentasi serta diskusi yang hangat, untuk menampung suara artistik dan dinamika skena seni rupa bali pada saat itu.
Wayan Sika tak hanya puas dalam kepribadian individu kesenimanannya, ia seorang pengabdi dengan kesadaran yang penuh akan pentingnya menumbuhkan ekosistem seni yang merangkul segala kalangan. Pertumbuhan wacana dan dialog yang tumbuh dalam ekosistem yang ia gagas semakin berkembang seiiring dengan penyebaran yang pesat tentang wacana seni kontemporer hingga awal tahun 2000-an.



Ia ada dalam beberapa peristiwa penting dalam pertumbuhan seni rupa Bali dengan salah satunya sebagai salah satu orang penting dalam terwujudnya Bali Biennale tahun 2005, walau acara tersebut belum terselenggarakan lagi hingga saat ini.
Yang lebih unik, ia gencar dalam mengkoleksi kliping-kliping wacana seni rupa dalam eranya, sebuah kebiasaan tak lazim bagi seorang pelukis sezamannya. Kini kliping-klipingnya menjadi catatan penting untuk membaca secara runut bagaimana seni rupa bali dapat terhubung hingga kini.
Setelah beberapa dekade perjalanannya yang seakan menjadi cerita sempurna sebagai seorang manusia, ia berpulang pada tahun 2020 di kediamannya di Ubud. Ia menyisakan berbagai warisan dan tanggung jawab penting dalam menjawab tantangan perkembangan seni rupa ke depannya.

Bagi saya Wayan Sika merupakan sosok antihero yang mengorbankan ego sentrisnya sebagai seorang seniman untuk terjun menjadi sosok penting di balik layar. Juga untuk membenahi dan menambahi apa yang menjadi kekosongan dalam menciptakan ekosistem seni rupa yang patut dirawat dan ditumbuhkan oleh generasi selanjutnya. [T]
Penulis: Made Chandra
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA