GAMELAN gender wayang merupakan salah satu bentuk seni musik tradisional Indonesia dengan nilai budaya yang tinggi. Instrumen ini tidak hanya sebagai pengiring pertunjukan wayang kulit Bali saja, melainkan juga memiliki keterkaitan erat dengan pengembangan kecerdasan manusia. Dalam artian mengeksplorasi bahwa gamelan gender wayang dapat berkontribusi terhadap peningkatan kecerdasan, baik kognitif maupun emosional, pada individu yang terlibat dalam pertunjukan maupun pelatihan musik.
Gender wayang, dengan karakteristiknya yang unik, melibatkan berbagai unsur pendidikan yang dapat merangsang otak. Hal tersebut ditunjukkan bahwa keterlibatan dalam aktivitas musik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, serta keterampilan sosial. Melalui gamelan gender wayang, individu belajar untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan memahami nuansa emosional yang terkandung dalam musik dan pertunjukan .
Gender Wayang menjadi primadona khususnya di kalangan anak muda pada jaman sekarang dengan tingkat minat beberapa gaya (style) dan repertoar yang popular seperti gaya Tunjuk Tabanan, gaya Sukawati, gaya Kayumas Denpasar.
Saat ini, salah satu gaya yang kurang menjadi perhatian adalah gaya Karangasem. Adapun salah satu gending yang terdapat pada gaya Karangasem salah satunya adalah Gending Bimaniyu.
Alasan mengapa saya (sebagai peneliti) memilih repertoar gending Bimaniyu tersebut dikarenakan repertoar ini memiliki 11 palet/pengibe yakni gending ini memiliki palet paling banyak di antara sekian jenis gending-gending yang ada pada umumnya.
Sebagian besar gending Gender Wayang pada umumnya memiliki palet yang terdiri dari 1 sampai 4 palet. Berdasarkan hal tersebut penting untuk menggali lebih dalam tentang keunikan khususnya estetika yang terkandung pada repertoar gending Bimaniyu dan juga memperkenalkan keunikan tersebut kepada anak-anak generasi muda.
Saya melihat bahwa anak-anak muda sebagian besar belum mengetahui keunikan dan makna yang terkandung dalam repertoar gending Bimaniyu sehingga menarik perhatian saya untuk dapat melakukan penelitian lebih mendalam mengenai gending ini.
Komposisi musik dalam gaya Karangasem cenderung lebih kompleks dan mendalam, dengan penggunaan pola-pola ritme yang rumit, menciptakan dinamika yang tidak terduga dalam permainan musiknya, penggunaan struktur musik yang khas membuat pendengarnya terasa menarik ketika mendengarkan gending Bimaniyu gaya Karangasem.
Ketika mendengarkan gending Bimaniyu ini, pendengar akan merasakan bahwa repertoar ini memiliki kekhasan mendalam dan mampu menarik pendengarnya dalam perjalanan musikal yang memikat dan ngelangenin.
Berdasarkan fenomena tersebut, tampaknya perlu perumusan mengenai estetika gending Bimaniyu secara mendetail. Kurangnya perhatian dan minimnya referensi terkait dengan gending Bimaniyu gaya Karangasem, menimbulkan kekhawatiran apabila gending ini semakin jarang untuk dijamah oleh generasi muda.
Menilik pentingnya keberadaan dan perkembangan gending Bimaniyu gaya Karangasem ini, dirasakan perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gending Bimaniyu secara lebih mendalam. Terlebih lagi, belum banyak tulisan yang membahas mengenai repertoar Gender Wayang yang dilakukan oleh peneliti luar Indonesia.
Adapun tim peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini, terdiri dari saya (Ni Putu Hartini), I Gusti Putu Sudarta dan I Ketut Muryana yang merupakan dosen dari Program Studi Seni Karawitan dan Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar.
Estetika Gending Bimaniyu Gaya Tenganan Karangasem
Pada umumnya estetika dipahami sebagai ilmu atau filsafat mengenai keindahan. Estetika menurut Baumgarten sebagai kemampuan melihat lewat penginderaan. Jadi panca indera manusia adalah alat untuk dapat menikmati serta memahami estetika.
Dalam konteks seni, setiap karya seni yang diciptakan pasti mengandung unsur estetika di dalamnya. Estetika dalam masing-masing karya seni tidaklah sama, tergantung bagaimana si pencipta mengungkapkan rasa dan pengalaman estetisnya dalam karya ciptaannya. Estetika yang ada di dalamnya juga dapat diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing seniman maupun penikmatnya. Hal tersebut disebabkan oleh pengalaman dan apresiasi yang berbeda terhadap seni antara seorang seniman dan penikmat seni.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Arya Sugiartha, bahwa konsep estetik musik tradisional Bali yang bersifat ilmiawi dapat dicermati dari analisa bentuk, struktur, dan proses perwujudan karya seni itu sendiri yang bersifat objektif.
Gending Bimaniyu merupakan salah satu gending-gending petegak (tidak terikat oleh lakon/jenis kesenian lain) atau komposisi instrumental style Tenganan Karangasem untuk gamelan Gender Wayang.
Gending Bimaniyu ini, menurut wawancara dengan Bapak Mudita, bahwa gending ini terlahir dari perenungan pemikiran dari si pencipta gending atau lagu ini dengan berlandaskan suatu konsep sehingga menjadi sebuah komposisi. Adapun konsep yang digunakan dalam gending ini adalah konsep estetika. Adapun sistem melodi yang dipakai sangat mempengaruhi bagaimana bentuk komposisi gending ini sehingga mampu menimbulkan kesan secara estetis.
Menurut A.A.M. Djelantik, pada umumnya apa yang disebut indah, di dalam jiwa dapat menimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, nyaman dan bahagia. Apabila perasaan itu sangat kuat, merasa terpaku, terharu dan terpesona serta menimbulkan keinginan untuk menikmati kembali perasaan itu walaupun sudah dinikmati berkali-kali. (Dalam bahasa Bali: kelangen).
Berpijak dengan struktur karya seni, menurut A.A.M. Djelantik terdapat tiga hal mendasar yang berperan dalam menimbulkan rasa keindahan, yaitu: 1). Keutuhan atau kebersatuan (unity); 2). Penonjolan atau penekanan (dominance); 3). Keseimbangan (balance).
Pada permainan melodi dalam komposisi Gending Bimaniyu, keutuhannya (unity) sangat diperhatikan karena gending ini merupakan gending instrumental yang dibawakan untuk dipertunjukkan atau dipertontonkan tanpa disertai mengiringi lakon atau adegan tertentu sehingga gending ini akan menjadi pusat perhatian ketika gending ini disajikan.
Selain memperhatikan keutuhan atau kebersatuan (unity) dalam suatu karya seni, penonjolan atau penekanan (dominance) dan keseimbangan (balance) juga merupakan penentuan sebuah karya yang bernilai estetis. Penonjolan (dominance) dalam Gending Bimaniyu ini mempunyai maksud mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni.
Penonjolan (dominance) pada komposisi Gending Bimaniyu ini sudah diperoleh yakni dengan mengolah nada-nada yang berlaraskan slendro yang terdapat pada gamelan Gender Wayang dengan menggunakan beberapa motif pukulan Gender Wayang yang menyebabkan struktur melodi dari satu bagian ke bagian berikutnya terdengar harmonis sehingga dapat dikatakan membawa kekhasan dari Gending Bimaniyu itu sendiri. Di samping pengolahan nada-nada dengan menggunakan motif pukulan Gender Wayang, melodi juga dikuatkan dengan pengolahan dinamika serta tempo yang menyebabkan suatu harmoni yang enak didengar dan tidak terkesan monoton.
Keseimbangan (balance) estetika pada komposisi Gending Bimaniyu ini didapatkan dari pengolahan teknik pukulan yang mempunyai porsi yang berbeda-beda dalam memainkannya. Serta di mana permainan Gender Wayang yang dipukul dengan keras dan di mana bagian yang dipukul dengan lirih. Dengan adanya keseimbangan pada teknik permainan dalam komposisi gending ini, yaitu melalui kebersamaan dalam memukul nada baik keras maupun lirih dilakukan agar enak didengar sehingga menimbulkan kelangen serta bernilai estetika yang tinggi.
Keseluruhan unsur estetika ini terdapat pada Gending Bimaniyu sehingga setelah menyimak dan menelusuri gending ini dapat menimbulkan enak didengar dan bernilai estetika tinggi. Selain itu, juga disertai dengan unsur musikal yang tertanam dalam setiap dasar estetis, yaitu irama, ritme, harmoni, serta dinamika yang selalu menempel pada setiap struktur lagu atau gending pada karawitan Bali khususnya Gending Bimaniyu gaya Tenganan Karangasem pada gamelan Gender Wayang.
Wawancara bersama Bapak I Wayan Mudita Adnyana | Dok: Hartini, 2024
Pada komposisi Gending Bimaniyu ini unsur keutuhan diungkapkan dengan pengolahan lagu atau melodi yang terdapat dalam nada-nada berlaraskan slendro pada gamelan Gender Wayang dengan menggunakan motif/teknik pukulan Gender Wayang. Teknik pukulan Gender Wayang dinamakan kumbang atarung, teknik permainan seperti kumbang terbang melayang dan bertarung, penuh dengan kontrapunk.
Gending Bimaniyu ini dalam penyajiannya utuh disajikan memiliki durasi 13.08 menit. Ako Mashino dalam wawancara online juga membenarkan gending ini, jika dimainkan secara utuh, akan membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk bisa menyajikannya (wawancara Ako, Juni 2024).
Selain itu dalam Gending Bimaniyu ini dibawakan oleh penyaji sangat utuh disajikan tanpa adanya editan atau pengurangan sesuai dengan ingatan penabuh dalam memainkan gending Bimaniyu.
Menurut penuturan Ida Wayan Oka Granoka, Gending Bimaniyu ini memiliki penonjolan pada tingkat kerumitan pada bagian pengecet, atau pada akhir gending (wawancara Ida Wayan Oka Granoka, 8 Juni 2024). Pada kedua bagian ini diperlukan perhatian yang lebih dalam hal ketepatan, ketangkasan, kecekatan maupun keterampilan tangan kanan dan kiri. Hal tersebut dikarenakan pada kedua bagian tersebut penonjolan kerumitan yang memakai tempo cepat dan dinamis dengan mempergunakan teknik tetekep (tetekes) yang menghasilkan suara atau lagu yang utuh.
Keseimbangan merupakan hal yang mutlak untuk mencapai suatu keindahan. Berbagai konsep keseimbangan yang ada di dunia ini merupakan proyeksi yang digunakan oleh seniman dalam membuat suatu karya seni yang memiliki kualitas yang bermutu tinggi. Dalam Gending Bimaniyu ini unsur keseimbangan tercermin dari dinamika yang ditampilkan oleh ngumbang ngisep atau teknik pukulan polos sangsih yang harus kompak sehingga menciptakan keseimbangan dalam gending ini. Selain itu porsi setiap bagian dari struktur gending memiliki keseimbangan antara gineman, pengawak, pengiba serta pengecet sehingga menimbulkan keseimbangan yang akan menciptakan keharmonisan dalam Gending Bimaniyu ini.
Bapak I Wayan Mudita Adnyana memainkan gender | Dok: Hartini, 2024
Keseimbangan lain yang dapat diamati dari gending Bimaniyu ini adalah adanya keseimbangan kolaborasi penabuh dalam memainkan gending ini. Hal tersebut dibenarkan oleh Ida Ayu Arya Satyani yang menyebutkan bahwa memang keseimbangan kolaborasi penabuh sangat penting untuk dapat saling mengingatkan gending yang dimainkan mengingat apabila gending ini dimainkan cukup panjang (wawancara Ida Ayu Wayan Arya Satyani, 11 Juni 2024).
Dalam menghasilkan permainan yang estetik, baik itu dari segi permainan maupun penampilan, membutuhkan kolaborasi dan kekompakan antara para penabuh sebagai satu kesatuan estetis. Hal tersebut disebabkan karena setiap melodi dan ritme dari gending Bimaniyu saling berhubungan dan membentuk sebuah keutuhan yang indah.
Makna Gending Bimaniyu Gaya Tenganan Karangasem
Sebagai hasil ciptaan (creation) yang melalui proses panjang, makna karya seni selalu bersinggungan dan dipengaruhi oleh ruang dan waktu sejalan dengan perkembangan wacana budaya . Begitu pula halnya dengan gending Bimaniyu lahir dari kecerdasan manusia yang menyimpan berbagai makna tersembunyi yang bisa ditelusuri. Makna yang terdapat pada gending Bimaniyu gaya Tenganan Karangasem meliputi makna religius, makna kreativitas, serta makna pelestarian.
Makna Religius
Menurut Saussure dan Pierce dalam Kutha Ratna menyebutkan bahwa makna bukanlah konsep yang statis, melainkan dinamis karena merupakan proses, di samping makna berubah seirama dengan perjalanan waktu. Gending Bimaniyu Gaya Tenganan Karangasem dalam masyarakat Hindu di Bali sangat erat kaitannya dengan makna religius.
Wawancara bersama Bapak Ida Wayan Granoka (paling kanan) | Dok: Hartini, 2024
Dalam konteks spiritual, Gending Bimaniyu memiliki makna yang mendalam. Banyak upacara keagamaan di Tenganan yang melibatkan pertunjukan gending ini sebagai bentuk persembahan kepada dewa. Hal tersebut disebabkan gending Bimaniyu tidak dapat dilepaskan dari berbagi kegiatan agama (religi) karena memiliki fungsi sebagai persembahan kepada Tuhan dalam berbagai manifestasinya, roh leluhur, dan lain-lain yang berhubungan dengan alam gaib dan alam kedewatan.
Hal tersebut dipertegas berdasarkan wawancara dengan Ida Wayan Granoka yang menyebutkan bahwa gending Bimaniyu ini, dahulu, ketika guru Ranu masih ada selalu dimainkan ketika sedang dilaksanakan kegiatan upacara keagamaan di Tenganan Karangasem. Gender Wayang memang keberadaannya penting di Desa Tenganan karena merupakan salah satu gamelan yang penting untuk dimainkan sehingga dapat dikatakan memang terdapat hubungan yang erat antara gending dan praktik keagamaan, serta bagaimana gending ini berfungsi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa
Makna Kreativitas
Gending Bimaniyu muncul sebagai salah satu komposisi penting yang tidak hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga menyimpan makna yang mendalam terkait dengan kreativitas. Kreativitas dalam musik, khususnya dalam seni karawitan, tidak hanya terbatas pada teknik memainkan gamelan, melainkan juga mencakup proses penciptaan, interpretasi, dan improvisasi.
Gending Bimaniyu sebagai salah satu repertoar dalam Gamelan Gender Wayang menjadi objek yang menarik untuk dikaji lebih dalam, tentang bagaimana kreativitas berperan dalam setiap aspek pertunjukannya. Melalui gending ini, seniman dapat mengekspresikan identitas budaya dan nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat.
Gending Bimaniyu dalam konteks sosial dan budaya, tidak hanya berfungsi sebagai sarana upacara keagamaan, tetapi juga sebagai media penyampaian pesan moral dan nilai-nilai. Oleh karena itu, makna kreativitas dalam gending ini yaitu mengungkap bagaimana seniman (kecerdasan manusia) dalam menciptakan dan mempertahankan tradisi sambil tetap berinovasi.
Selain itu, pemahaman tentang makna kreativitas dalam gending ini juga dapat menjadi inspirasi bagi para seniman dan peneliti untuk terus mengeksplorasi dan mengembangkan tradisi yang kaya ini.
Makna Pelestarian
Pelestarian adalah salah satu upaya untuk mempertahankan sesuatu agar tetap sebagaimana adanya atau tidak berubah. Begitu pula halnya dengan menggali makna Gending Bimaniyu, ditemukan wawasan baru yang dapat memperkaya pemahaman tentang Gending Bimaniyu dan perannya dalam masyarakat.
Selain itu, dengan adanya pewarisan Gending Bimaniyu ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi para pemangku kebijakan dalam merumuskan program-program pelestarian budaya yang lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan demikian, Gending Bimaniyu dapat terus hidup dan berkembang, menjadi bagian integral dari identitas budaya bangsa sehingga dapat lebih menghargai kekayaan budaya lokal yang ada dan mendorong pelestariannya.
Bersama Bapak I Wayan Mudita Adnyana (tengah) | Dok: Hartini, 2024
Penelitian gending gender wayang Bimaniyu gaya Karangasem ini memang penting dilakukan untuk melestarikan warisan budaya Bali, mengungkap keunikan gaya tersebut, memperkaya ilmu pengetahuan, mendokumentasikan dan mempreservasi kebudayaan, serta meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni budaya Bali.
Estetika gending gender wayang Bimaniyu gaya Karangasem merupakan perpaduan harmonis antara keindahan musikal, makna filosofis, dan konteks sosial-budaya masyarakat Bali. Estetika gending gender wayang Bimaniyu gaya Karangasem terletak pada keutuhan, keseimbangan antara struktur gending, penonjolan, dinamika irama dan tempo, ornamentasi, serta keselarasan dengan gerakan wayang. Semua elemen ini berpadu dengan indah dan menciptakan suasana yang sesuai dengan alur dari gending Bimaniyu.
Makna yang terkandung dalam gending Bimaniyu gaya Tenganan Karangasem adalah makna religius, makna kreativitas dan makna pelestarian. Makna religius yaitu ketika gending ini dimainkan pada saat upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya. Makna kreativitas ditemukan, yakni pada keunikan gending ini yang diciptakan melalui kecerdasan manusia terdahulu. Makna pelestarian yaitu dapat dianalisis dari hasil karya seni melalui media rekam. [T]