SATU per satu guru berpakaian endek beragam motif melangkah menuju bangunan yang berada di area aula SMP Negeri 1 Singaraja, Sabtu, 23 November 2024, pagi. Mereka diarahkan menuju ruang-ruang yang bergaya arsitektur kolonial Belanda—pintu dan jendela yang tinggi dan lebar. Klasik dan unik.
Ada sembilan ruang yang telah disiapkan. Masing-masing diperuntukkan untuk 20 peserta. Di ruang kelas itulah guru-guru SD dan SMP se-Kabupaten Buleleng itu mengikuti kegiatan Diseminasi Program Peningkatan Kualitas Guru Kabupaten Buleleng.
Di dalam ruang kelas, dua diseminator dan guru pendamping menyambut guru-guru peserta diseminasi dengan salam, sapa, dan senyum ranum. Di awal kegiatan situasi kelas tampak tenang. Raut wajah tegang terpancar dari sebagian besar peserta, pun para diseminator yang jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.
Setelah sesi perkenalan dan pre-test melalui kelas Guru Binar, suara-suara tepukan dan riuh nyanyian mulai terdengar dari celah-celah teralis jendela. Tandanya ice breaking telah dimulai. Menguar kegembiraan yang memecah ketegangan.
Kelas semakin hidup. Peserta suntuk mengikuti kegiatan demi kegiatan. Pertanyaan-pertanyaan pemantik dari diseminator mampu memancing guru-guru peserta diseminasi untuk aktif menyampaikan ide atau gagasan. Mereka jadi ingin tahu semakin dalam tentang topik yang sedang didiskusikan. Apalagi keingintahuan itu difasilitasi dengan strategi pembelajaran kooperatif, seperti round-robin brainstorming dan carausel, serta station rotations—salah satu strategi pembelajaran berdiferensiasi. Terciptalah suasana belajar yang aktif dan menarik.
Peserta diseminasi tampak asyik menggali pengetahuan dengan anggota kelompok masing-masing. Diskusi mengalir. Saling mengisi dan menguatkan di antara peserta dan diseminator. Apalagi saat diseminator berbagi cerita praktik baik pembelajaran yang telah dilakukan di sekolah masing-masing.
Ida Ayu Komang Juniartini, S.Pd., misalnya. Kepada guru-guru SD peserta diseminasi di ruang A, setelah memaparkan materi manajemen kelas, ia menceritakan praktik baik “Dengan STRATA (STation RotAtion & Tiered Assessment) Pembelajaran Menjadi Merata.”
Menurutnya station rotation dapat memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan aktivitas yang sesuai dengan gaya belajarnya. Sementara itu, tiered assessment atau penilaian bertingkat dapat digunakan untuk menilai kesiapan belajar dalam hal pemahaman peserta didik setelah mereka mengikuti aktivitas di setiap stasiun. Hasilnya pembelajaran menjadi merata. Praktik baik inilah yang kemudian mengantarkan guru yang akrab disapa Dayu Jun ini meraih prestasi terbaik II GTK inovatif pada Jambore GTK 2024 tingkat provinsi.
Ida Bagus Gde Surya Bharata, S.Pd., MAP., Sesdisdikpora Kabupaten Buleleng (pegang mik), Memberikan Sambutan pada Acara Pembukaan Kegiatan Diseminasi | Dok. PSF
Sementara itu, diseminator di ruang E, Luh Yatik Swardani, S.S., guru SMPN 1 Gerokgak, bercerita tentang penerapan strategi Station Rotation yang membuat siswanya lebih aktif dan percaya diri berkomunikasi dengan bahasa Inggris baik lisan maupun tulisan.
Luh Yatik menyiapkan beberapa stasiun belajar untuk siswanya. Nah, pada stasiun ketiga siswa diberikan tantangan menulis atau menceritakan pengalamannya dengan memakai kata yang mereka dapatkan dari gelas yang mereka runtuhkan dari menara gelas.
“Hasilnya mereka sudah berani membuat tulisan dalam bahasa Inggris walaupun belum sempurna. Pada saat presentasi mereka pun mencoba untuk berbicara bahasa Inggris,” ceritanya setelah menayangkan video praktik baik di hadapan para peserta diseminasi.
Lantas bagaimana respons peserta menyimak cerita praktik baik diseminator?
“Mereka tertarik untuk mencoba, karena selama ini para peserta masih kebingungan memilih strategi yang tepat dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi,” kata Ida Ayu Komang Juniartini, guru yang bertugas di SDN 3 Ambengan itu.
Saya dan Peserta Diseminasi Ruang E | Foto: Dok. Maria Chythia
Materi yang dibawakan oleh diseminator, seperti materi manajemen kelas fisik dan psikis, pembelajaran berdiferensiasi, dan strategi PAKEM dan media ajar inovatif, adalah materi esensi untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan.
Bahkan kata salah satu peserta, Gede Suharianta, S.Pd.Gr., materi itu adalah materi yang hampir sama dengan materi yang ia peroleh saat mengikuti pendidikan guru penggerak—program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Tetapi, tetap saja ada hal baru yang bisa dipetik untuk oleh-oleh rekan sejawat dan anak-anak didiknya di sekolah.
“Hal yang baru yaitu ice breaking,” kata guru penggerak angkatan X yang juga Plt. Kepala SDN 3 Pengulon itu di sela-sela kegiatan diseminasi, Sabtu (23/11/2024).
Sementara itu, Komang Prediana, S.Pd., guru IPS SMP Negeri 4 Busungbiu, mengatakan banyak memperoleh amunisi baru untuk pengelolaan kelas yang aktif dan kondusif. Seperti, peraturan dan kesepakatan kelas, serta relabelling—materi yang paling menarik baginya.
“Selanjutnya akan dipraktikkan di kelas agar siswa aman, nyaman, dan materi yang disampaikan bisa diterima dengan baik,” katanya penuh semangat.
Ansor Prima Yuda, Kepala Program Peningkatan Kualitas Guru Buleleng juga Sebagai fasilitator Putera Sampoerna Foundation (PSF), (pegang mik) saat Memberikan Sekapur Sirih pada Acara Pembukaan | Dok. PSF
Lantas apa itu relabelling? Seberapa pentingnya bagi guru untuk menciptakan pembelajaran yang membahagiakan?
Relabelling atau pelabelan positif merupakan salah satu strategi dari manajemen kelas psikologis. Misalnya, menyebut anak ‘aktif, energik, dan/atau punya semangat tinggi’ untuk melabel ulang seseorang yang sering buat masalah yang biasanya disebut nakal. Strategi ini dapat menciptakan suasana positif, motivasi, keterlibatan, penghargaan, dan pengakuan peserta didik dalam proses belajar.
Semakin baik atau positif ekspektasi yang guru berikan kepada peserta didik maka semakin baik pula semangat dan kinerja peserta didik. Dengan kata lain ekspektasi guru yang tinggi berbanding lurus dengan hasil belajar peserta didik. Fenomena psikologis ini disebut dengan efek pigmalion (pygmalion effect).
Diskusi yang menarik juga terjadi di ruang E saat kegiatan diseminasi hari kedua, Minggu (24/11/2024). Diskusi dipantik oleh salah satu peserta, Komang Tri Widiastuti, S.Pd., guru SMP Negeri 4 Kubutambahan.
Ida Ayu Komang Juniartini, S.Pd., sedang Berbagi Praktik Baik | Dok. Pendamping Diseminator
Siang itu, saat aura panas Singaraja semakin menguar di kelas, ia menceritakan pengalamannya mempraktikkan pembelajaran diferensiasi dengan pengelompokan siswa yang homogen berdasarkan kesiapan belajar. Hasil belajar siswanya cukup bagus. Tetapi, saat pengelompokan siswanya dibuat heterogen justru ia mengalami beberapa kendala. Seperti ada siswa yang mengganggu aktivitas belajar temannya yang kemampuannya masih di bawah. “Buat itu saja kamu tak bisa.” Begitu ceritanya menirukan kalimat yang dilontarkan oleh siswanya di kelas.
“Bagaimana sebaiknya pengelompokkan pada kelas diferensiasi, homogen atau heterogen?” Begitu ia melempar pertanyaan kepada saya dan Ni Made Suciani, S.Pd., —diseminator kelas—, mengakhiri ceritanya.
Pertanyaan yang bernas. Membuat saya, rekan diseminator, dan juga peserta yang lain dibuat berpikir keras.
Situasi yang dialami Bu Tri itu juga sempat saya alami di kelas. Dengan pemberian tugas yang sama untuk tiap kelompok, di awal semua terlihat baik-baik saja, hanya saja setelah saya mencermati aktivitas belajar lalu melakukan refleksi, ternyata ada sesuatu yang tidak saya sadari telah terjadi di kelas. Diskriminasi.
Peserta Diseminasi Hari Pertama | Dok. Disdikpora Buleleng
Peserta Diseminasi Hari Kedua | Dok. Disdikpora Buleleng
Pemberian tugas yang sama tidak menghargai kemampuan siswa, juga menutup kesempatan siswa untuk berkembang. Ketiadaan tugas yang menantang berpotensi besar membuat mereka bosan. Ini bertentangan dengan teori konstruktivisme sosial—pengetahuan dibentuk melalui interaksi sosial—, yang dikemukakan oleh psikolog Rusia, Lev Vygotsky.
Salah satu konsepnya yang terkenal adalah zona perkembangan proksimal (zone of proximal development), yaitu jarak antara perkembangan aktual—kemampuan menyelesaikan masalah dengan secara mandiri, dan perkembangan potensial—kemampuan menyelesaikan masalah dengan bimbingan orang dewasa dan/atau bekerja sama dengan temannya yang lebih kompeten.
Maka dari itulah, Imelda Hutapea dalam buku Diferensiasi Memahami Pelajar untuk Belajar Bermakna & Menyenangkan (Literati, 2016), mengatakan terjebak dalam pengelompokkan yang kaku, statis, tanpa usaha meningkatkan kemampuan pelajar adalah miskonsepsi diferensiasi. Menurutnya pengelompokkan perlu fleksibel. Bekerja sama dengan pelajar yang berlainan baik dari segi minat dan kesiapan memberikan kesempatan menguasai strategi belajar baru dan memperdalam apa yang telah dimilikinya.
Terbukti modifikasi proses dan modifikasi produk pada kelas yang saya pimpin di SMP Negeri 2 Sawan berhasil memfasilitasi siswa menunjukkan kemampuannya menguasai materi yang dipelajari dalam berbagai bentuk. Seperti, dialog singkat, poster cetak dan digital, bahkan ada siswa saya yang berkolaborasi membuat cerita (satua Bali) bergambar.
Penjelasan saya ini kemudian dikuatkan oleh rekan peserta yang lain, Kadek Mega Indriyana, S.Pd. Menurutnya justru dengan keragaman dalam kelompoklah yang dapat memfasilitasi pembentukan kompetensi siswa yang holistis.
“Pembelajaran tidak semata-mata untuk menanamkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi karakter”, kata guru SMPN 4 Singaraja ini menegaskan pentingnya keragaman dalam kelompok untuk membelajarkan etika, sikap saling menghargai dan menghormati.
Akhirnya dari diskusi itu kami bisa menarik benang merah tentang pentingnya diferensiasi untuk memberikan layanan belajar sesuai dengan kebutuhan siswa. Sesi pamungkas diseminasi kemudian kami akhiri dengan foto bersama.
Lanjutkan Program yang Baik
Kegiatan diseminasi luring ini adalah rangkaian program Peningkatan Kualitas Guru Kabupaten Buleleng tahun 2024. Sebelumnya juga telah dilaksanakan juga diseminasi daring pada tanggal 12—13 November 2024. Program ini merupakan program peningkatan kualitas guru Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng bekerja sama dengan Putera Sampoerna Foundation (PSF) yang berfokus pada peningkatan kompetensi pedagogi. Pesertanya adalah 25 guru SD dan 25 guru SMP se-Kabupaten Buleleng yang terpilih melalui seleksi.
Program peningkatan kualitas guru ini terdiri atas beberapa tahapan kegiatan. Mulai dari seleksi peserta pada bulan Maret 2024, kemudian dilanjutkan tiga kegiatan workshop untuk pendalaman materi pedagogi, serta coaching dan mentoring berupa kegiatan lesson study. Workshop (WS) 1 dan coaching & mentoring (CM) 1 pada awal bulan Agustus 2024 dengan materi konsep dasar Kurikulum Merdeka, manajemen kelas fisik dan psikis, WS 2 dan CM 2 pada bulan akhir bulan Agustus 2024 dengan materi pembelajaran berdiferensiasi dan lembar kerja assessment, serta WS 3 dan CM 3 pada awal bulan Oktober 2024 dengan materi strategi PAKEM topik pembelajaran kooperatif dan media pembelajaran inovatif, dan pelatihan dan pendampingan persiapan diseminasi pada akhir bulan Oktober 2024.
Keseruan Kegiatan Diseminasi | Dok. PSF
Seperti apa tanggapan peserta tentang kebermanfaatan kegiatan pelatihan ini?
Menurut Ida Ayu Komang Januartini, program ini membantunya memperdalam pemahaman tentang pembelajaran berdiferensiasi.
“Berkat ini saya mendapatkan ide untuk menulis dan tulisan ini saya ikutkan dalam Jambore GTK 2024 tingkat Provinsi,” kata Ida Ayu Komang Juniartini.
Seiring perkembangan teknologi, kegiatan pelatihan kompetensi guru tak sulit untuk ditemui. Sekarang tersedia bermacam jenis pelatihan dalam bentuk seminar, workshop, atau diklat, baik daring maupun luring.
Namun, menurut I Ketut Bandem Elyadi, S.Pd., guru SMP Negeri 7 Singaraja, pelatihan inilah yang paling berbeda sekaligus paling bermakna baginya.
“Dari sekian pelatihan yang saya ikuti inilah yang paling bagus. Dilihat dari prosesnya, kemudian penyampaian materi, dan terutama kegiatan lesson study” katanya di sela-sela persiapan melakukan diseminasi, Minggu (24/11/2024) pagi.
Sependapat dengan dua rekan saya itu, pelatihan ini seimbang antara teori dan praktik. Materi pelatihan—strategi pembelajaran dan media ajar—langsung disimulasikan di kelas. Ini membuat saya semakin paham untuk mengaplikasikannya di kelas.
Jadi, satu kata untuk program Peningkatan Kualitas Guru Kabupaten Buleleng ini: “lanjutkan”.
Dampak Positif yang Berkelanjutan
Program ini merupakan bentuk komitmen Pemerintah Kabupaten Buleleng untuk menjaga marwah pendidikan khususnya di Singaraja yang dikenal sebagai kota pendidikan. Maka dari itulah, dibutuhkan pemimpin-pemimpin pembelajaran yang nantinya dapat melahirkan peserta didik yang berkualitas.
“Jadi, ibarat sebuah printer kalau ingin hasil cetakannya yang baik maka gunakanlah printer yang baik. Jika kita ingin anak-anak kita yang baik maka Bapak/Ibu guru harus baik pula,” kata Ida Bagus Gde Surya Bharata, S.Pd., MAP., Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng, saat memberikan sambutan pada acara pembukaan kegiatan diseminasi, Sabtu (23/11/2024) pagi di ruang aula SMP Negeri 1 Singaraja.
Harapannya 50 guru peserta pelatihan pun semua peserta diseminasi agar mengawal perkembangan pendidikan di Buleleng ke depan.
Namun, seperti arti harfiahnya, menjadi guru itu ‘berat’. Menghadirkan dialektika kontekstual di ruang-ruang kelas seperti yang dikatakan Paulo Freire—penulis buku Pendidikan Kaum Tertindas, adalah tantangan guru abad ke-21. Belum lagi perihal kesejahteraan dan sekarang isu pelindungan guru terus menguar seperti tak lekang oleh waktu.
Ketut Sudiarsa, S.Pd. (Diseminator) Serius Berdiskusi dengan Peserta | Dok. PSF
Diseminator I Ketut Bandem Elyadi, S.Pd. (depan kiri) dan Putu Lilyk Trisna Dewi, S.Pd. (depan kanan) Berfoto Bahagia Bersama Peserta Diseminasi | Dok. Maria Cynthia
Kehidupan adalah perubahan dan tantangan. Selama itu juga, pasti ada jalan untuk melewati lika-liku jalan dengan jurang yang dalam. Lantas bagaimana caranya? Apa yang harus dilakukan oleh guru agar adaptif terhadap perubahan?
“Guru tetap harus memiliki growth mindset dengan selalu terbuka atas perubahan yang terjadi dan dapat menyusun strategi untuk menyesuaikan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kela,” kata Ansor Prima Yuda, Kepala Program Peningkatan Kualitas Guru Buleleng yang juga sebagai fasilitator Putera Sampoerna Foundation (PSF), di sela-sela mendampingi para diseminator, Sabtu (23/11/2024).
Lebih lanjut Ansor mengatakan bahwa melalui program ini Pemerintah Kabupaten Buleleng telah selangkah lebih maju untuk menjawab tantangan pendidikan ke depan. Agar tak terputus sampai pada kegiatan diseminasi, menurutnya strategi utama yang perlu dilakukan setelah menyelesaikan rangkaian program adalah memastikan keberlanjutan dampak positif program di Kabupaten Buleleng. Diperlukan dukungan tidak hanya dari guru yang berkomitmen untuk mengimplementasikan materi, namun dari struktural masing-masing satuan pendidikan untuk mendukung secara kebijakan.
“Dengan kolaborasi yang baik, kami yakin Kabupaten Buleleng akan semakin menunjukan kemajuan dalam bidang Pendidikan,” katanya.
Semoga setelah kegiatan ini, sebagaimana harapan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng dan PSF, perubahan-perubahan kecil terus berhembus dari celah-celah jendela kelas di Buleleng. Hingga tumbuh menjadi bunga warna-warni di taman belajar anak-anak. Menguar keharuman di lingkungan sekolah, juga keluarga dan masyarakat—tempat kehidupan mereka sesungguhnya.
Selamat Hari Guru Nasional
Selamat HUT ke-79 PGRI
Guru Hebat Indonesia Kuat
Penulis: Komang Sujana
Editor: Adnyana Ole