DI era globalisasi saat ini, pertukaran budaya antar negara semakin mudah dilakukan dan telah membuka pintu bagi kerja sama yang lebih erat diantara berbagai negara, termasuk Indonesia dan Korea Selatan. Pertukaran budaya ini bukan hanya sekedar hiburan atau tren, tetapi juga menjadi jalan bagi kedua bangsa untuk saling memahami, menghargai, dan memperkuat persahabatan.
Salah satu bentuk paling menonjol dari pertukaran budaya ini adalah melalui Hallyu Wave atau Gelombang Korea, yang telah merambah hingga ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. K-pop, drama Korea, dan kuliner Korea menjadi bagian dari keseharian anak muda Indonesia pada saat ini.
Pertukaran budaya antara Indonesia dan Korea telah membawa dampak positif dalam banyak aspek, salah satunya dalam dunia kuliner. Kini, makanan bukan hanya soal rasa, tetapi juga sarana bagi kedua negara untuk saling mengenal lebih dalam dan menghargai perbedaan budaya.
Dalam beberapa tahun terakhir, restoran Korea bermunculan di kota-kota besar Indonesia. Mulai dari jajanan populer seperti tteokbokki (kue beras pedas) dan kimchi, hingga hidangan khas seperti bulgogi dan bibimbap, yang kini menjadi pilihan favorit banyak orang Indonesia.
Cita rasa makanan Korea yang cenderung pedas dan berbumbu ternyata selaras dengan selera masyarakat Indonesia, yang juga gemar akan masakan dengan rempah yang kuat. Tren ini membuktikan bahwa kuliner dapat menjadi penghubung efektif antara budaya asing dan lokal.
Sebaliknya, budaya kuliner Indonesia pun mulai menarik minat masyarakat Korea. Hidangan seperti rendang, nasi goreng, dan sate, yang kaya akan rempah dan rasa khas, mulai mendapatkan tempat di hati orang Korea. Kedutaan Besar Indonesia di Korea Selatan bersama komunitas diaspora Indonesia sering mengadakan festival makanan Indonesia untuk memperkenalkan kelezatan masakan Nusantara. Bahkan, beberapa restoran Indonesia telah hadir di Korea, memperkenalkan rasa autentik Indonesia kepada masyarakat lokal dan internasional.
Dalam upaya menjalin kerjasama dan mempererat persahabatan, Program Studi D3 Perhotelan, Fakultas Vokasi, IPB Internasional bersama dengan Kyungnam University melaksanakan kegiatan “Culinary & Cultural Camp, Capstone Design Collaborative Class”. “Culinary & Cultural Camp, Capstone Design Collaborative Class” merupakan jembatan bagi mahasiswa dari Kyungnam University dan mahasiswa Prodi D3 Perhotelan, Fakultas Vokasi, IPB Internasional untuk mengenal, menghargai, dan membawa nilai-nilai lintas budaya, khususnya terkait dengan kuliner.

Selama dua hari, 12 mahasiswa dari Kyungnam University bersama dengan mahasiswa Prodi D3 Perhotelan berkolaborasi dalam membuat masakan Indonesia-Korea. kegiatan diawali dengan bersama-sama berbelanja bahan masakan. Selanjutnya, mahasiswa Prodi D3 Perhotelan yang didampingi oleh dosen dan instruktur Tata Boga akan membuat masakan khas Indonesia, seperti Nasi Goreng Bali, Sate Ayam Madura, Bubur Ketan Hitam, dan Kuah Gulai Dimana pada sesi ini, mahasiswa dan dosen pendamping dari Kyungnam University akan turut serta dan memahami masakan Indonesia.
Pada sesi selanjutnya, mahasiswa dan dosen pendamping dari Kyungnam University akan memasak Japchae, Gimbab, Tteokbboki, Bulgogi, dan Hotteok Dimana sebaliknya, mahasiswa dari Prodi D3 Perhotelan akan belajar tentang makanan Korea. pada sesi terakhir di hari pertama, mahasiswa Kyungnam University bersama dengan mahasiswa dari Prodi D3 Perhotelan akan membuat makanan fusion Indonesia- Korea.
Pada hari kedua diadakan Korean Food Exhibition yang diadakan di Kampus IPB Internasional. Pada kegiatan ini mahasiswa dari kedua institusi tersebut bersama-sama memasak dan memerkan hasil makanan yang telah dibuat. Adapun pengunjung dari exhibition ini terdiri dari ratusan siswa SMA/K di Bali.
Pertukaran kuliner ini membawa nilai yang lebih dari sekadar memuaskan selera makan. Melalui makanan, masyarakat kedua negara diajak untuk memahami nilai dan budaya yang terkandung dalam setiap masakan. Kuliner Indonesia yang kaya rempah mencerminkan keragaman budaya dan tradisi lokal, sedangkan makanan Korea yang identik dengan fermentasi dan bahan alami menggambarkan penghargaan tinggi terhadap kesehatan dan keseimbangan.

Namun, dalam proses ini terdapat pula tantangan. Budaya kuliner yang berbeda memerlukan penyesuaian agar dapat diterima di masing-masing negara tanpa kehilangan keasliannya. Bagi Indonesia, penting untuk menjaga agar masakan lokal yang masuk ke pasar Korea tetap mempertahankan cita rasa aslinya, bukan sekadar menyesuaikan dengan selera asing. Begitu pula dengan masakan Korea di Indonesia, yang kadang disesuaikan dengan lidah lokal sehingga kehilangan sedikit dari keaslian budaya asalnya.
Pada akhirnya, pertukaran kuliner antara Indonesia dan Korea memberikan banyak keuntungan bagi kedua negara. Lebih dari sekadar memanjakan lidah, ini menjadi sarana efektif untuk mempererat persahabatan dan menghilangkan jarak budaya. Makanan bukan hanya tentang cita rasa, tetapi tentang cerita, sejarah, dan jiwa dari budaya yang diwakilinya. [T]