MEDITASI AKHIR TAHUN
Tak ada doa di penghujung tahun. Kita memilih
untuk menghidupkan musik, menyalakan petasan,
atau menghabiskan malam dengan erangan
tak putus-putus menuju kenikmatan dunia.
Ada yang pulang ke kampung halaman
untuk bertemu keluarga. Perbincangan semu
tentang keberhasilan di kota rantau
—orang kaya butuh pengakuan.
Kembang api terangi hari beranjak pagi.
Botol-botol berserakan di pinggir jalan
atau ujung lorong rumah kontrakan.
—lari sejenak dari kepekatan hidup,
untuk esok yang konon lebih baik.
Puisi menghiasi media sosial, dari kawan
penyair yang lama kukenal. Mengurung diri
di kamar dengan buku-buku berdebu.
—ia berdoa semoga bisa terus menulis.
Di puncak hening, meditasi setiap orang
berbeda-beda. Suara keras atau tanpa
suara sebenarnya sama saja. Kita bermimpi
tentang masa depan yang semoga cerah.
2023
SAKIT JIWA KOTA
‘Tidur jam berapa semalam? Apakah
tidurmu nyenyak, apakah bermimpi buruk
sehingga engkau terbangun tengah malam?
Lalu terjaga hingga suara ayam berkokok
tanda pagi hari menjelang?”
Tak ada yang bertanya itu, kecuali dokter
yang setia menemaniku. Orang-orang sibuk
dengan dirinya sendiri; menatap layar ponsel
pintar, tersenyum dan tertawa sendiri bagai
orang sakit jiwa. Mereka tidak menyadari.
Hidup di kamar sempit bersama ego
yang kian besar. Kenyang sendiri,
tak peduli tetangga belum makan,
menahan lapar karena upah habis
jauh sebelum waktu gajian.
Terpaksa berutang lagi dan lagi.
Kita dididik menjadi egois sejak kecil.
Televisi terus mengajarkan kemunafikan,
mimpi-mimpi besar penuhi otak kita,
menjadi halusinasi yang membuat
kita bertemu di ruang tunggu klinik.
Tak ada percakapan, tentu saja.
Sibuk sendiri dengan ponsel di
genggaman tangan yang lelah.
Kota kian sesak, jalanan macet,
tekanan hidup semakin berat,
sementara politisi melupakan
janji-janji saat kampanye dulu.
Di headline media online, kenyataan
terpaksa kita akui dengan rasa malu:
juara satu angka bunuh diri, pengidap
gangguan jiwa berat terbanyak.
Bagai angin, dianggap akan berlalu.
Sebab kita mudah lupa; itu selalu.
2024
HUJAN DI JENDELA
Kubuka tirai. Di luar angin temani hujan,
menggoyang pohon-pohon, seperti tarian
alam yang ritmis. Mistisisme menakjubkan.
Jendela kamar kabarkan cuaca kian hari tak
bisa ditebak. Layar ponsel menyala, pesan
dari keluarga di rumah: semua baik-baik saja?
Kau ragu menjawab, anakmu sakit sejak lama.
Jalan raya mulai ramai. Kembali kota, setelah
merayakan hari suci. Bertanya: mengapa di desa
hidup begitu sulit, apa harus pindah ke kota
untuk sekadar bisa mengisi lambung?
Dirundung persaingan, hidup makin sulit.
Periuk nasi tak lagi milik sendiri. Semua
datang ke pulau mencari peruntungan;
kita seperti ayam jago yang berebut makanan.
Tubuh ada di kota tetapi jiwa tertinggal di kampung
halaman. Atau di halte-halte pemberhentian bus
seperti kata penyair. Dia bahagia menjadi petani.
Reguklah kepekatan hidup, ada rasa manis,
jika engkau isi hari dengan bekerja keras,
tidak diam dan menyalahkan nasib sendiri.
2022
KABAR BURUNG
Disampaikan merpati, kertas terselip pada kaki. Terbang
menuju alamat penerima. Kini, burung tidak lagi mengirim
surat. Ada fitur pesan dalam handphone, kabar terkirim
nol koma sekian detik. Juga percakapan, soal apa saja,
sepanjang hari,tak jarang hingga dini hari menjelang.
Menjadi ghibah bagai air bah, curhat yang kini menjadi tren.
Lupa ada noda di wajah penuh perawatan. Satu jari yang
menunjuk keluar, tiga jari lain ke arah diri. Itu artinya,
jangan terlalu banyak mengurusi orang! Lihat juga dirimu!
Kau satu-satunya penyelamat, bukan orang lain. Anjing
menggonggong, suaranya keras, tapi tak punya makna.
Itu juga kabar yang ada; status, story, obrolan di rumah.
Tugas merpati telah selesai. Semua kini ada dalam
genggaman: handphone! Hingga kita begitu sibuk,
padahal tidak berbuat apa-apa. Ada apakah ini?
2022
BERSAMA KAWAN DI KOTA
Ketiadaan datang menghampiri
Sebelum hujan akhiri pertemuan
Juga obrolan ditemani dua kopi
Telah sampai di manakah hidup?
Saat masa sulit menghampiri diri
Pandemi membuat kita bersiasat
Lari atau bertahan, kita selalu kalah
Melawan kematian yang pasti tiba
Dunia menjadi seperti pertempuran
Tuhan tak datang lagi menolongku
Sebab doa telah lama tak kudengar
Setelah kepergian orang-orang suci
Menunggu, kita hanya bisa menunggu
Hingga nasib baik mengubah semua
Bukan oleh politik seperti di televisi
Keringat usai bekerja bukti revolusi
2021
KUBU KOPI, SUATU WAKTU
Warung kopi akhirnya sepi kembali,
setelah orang-orang makan dan minum.
Berbicara tentang banyak hal,
menumpahkan kebuntuan hidup.
Teman-temanku pergi lebih dulu,
melanjutkan mimpi-mimpi harapan
mereka. Tinggal aku sendiri
menikmati sunyi merayapi diri.
Aku juga akan meninggalkan tempat ini.
Menuju suasana lain dengan kemungkinan-
kemungkinan lain. Sore beranjak lambat,
semilir angin menggoyang dedaunan.
Deru kendaraan seperti musik meditasi.
2024