GEROMBOLAN anak-anak berbondong-bondong memadati area tepi panggung saat pewara menggunakan pelantang suara memberitahu bahwa pertunjukkan ngelawang akan segera dimulai.
Anak-anak begitu antusias menunggu barong bangkung itu ditarikan. Tepat pukul 17.00 Wita, barong pun mulai menari, anak-anak itu sudah siap dengan uang yang digenggamnya untuk diberikan kepada sekaa (grup) ngelawang yang tampil. Mereka meletakkannya di sebuah wadah yang disediakan oleh sekaa ngelawang.
“Sini barong, sini barong,” ucap beberapa anak-anak sembari memperhatikan gerak-gerik barong yang tengah menari.
Setelah menari di atas panggung sekitar 5 menit, barong mulai turun menghampiri anak-anak itu, ada yang lari karena takut, ada pula yang ikut menari-nari diiringi gamelan dari penabuh ngelawang yang berjumlah sekitar 10 orang. Ngelawang ini ditampilkan oleh sebuah komunitas seni dari Desa Batubulan Kangin, Sukawati, Gianyar.
Sekaa ngelawang kemudian mengelilingi semua sudut mall, beberapa anak-anak dan orang tua membuntuti sekaa ngelawang tersebut. Sudah seperti ngiring saat melancaran, hanya saja ini di mall dan tidak sakral.
Kemanapun sekaa ngelawang itu pergi, selalu ada kamera ponsel yang mengabadikannya. Semua pengunjung terlihat seperti baru pertama kali menyaksikan tradisi ngelawang tersebut. Tentu, raut kegembiraan terpancar dari wajah seluruh pengunjung pada sore itu.
Tradisi ngelawang pada hari itu menjadi sesuatu yang menghibur bagi seluruh pengunjung Level 21 Mall Denpasar. Tak hanya pengunjung domestik, tetapi juga mancanegara.
Kadek Agus salah satu pengunjung mengatakan, “Ngelawang biasanya cuma ada di desa, tapi sekarang ada juga di mall, bagus juga sih. Jadinya anak-anak senang dan bisa belajar.”
Ia juga menambahkan, “Dengan ada ngelawang di mall, menunjukkan kalau kesenian tradisional Bali juga bisa membaur di ruang modern seperti mall ini.”
Ngelawang ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan 2024, dilaksanakan tepat sehari setelah galungan, yaitu saat umanis Galungan, 26 September.
Ngelawang di Mall Level 21 Denpasar | Foto: Dede
Parade ngelawang di tempat-tempat wisata bukanlah suatu hal yang baru. Banyak kesenian Bali yang pada akhirnya diadaptasi menjadi pertunjukkan komersil, dengan tujuan untuk menghibur wisatawan, serta menjadi daya tarik pariwisata. Kendati demikian, kehadiran kesenian profan semacam ini tak lantas menghilangkan esensi lokalitas kebudayaan Bali.
Di daerah pariwisata seperti Bali, tentu budaya dan tradisi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pariwisata tersebut. Sehingga mulailah dikembangkan pertunjukan-pertunjukan budaya yang dijadikan profan atau komersil (tidak sakral). Misalnya seperti pertunjukkan Kecak, Sang Hyang Jaran, Tari Barong dan Keris, Ngelawang, dan lain sebagainya.
Tradisi ngelawang kini tidak seramai seperti dahulu, semakin sedikit anak-anak yang berminat untuk ngelawang. Meskipun demikian, tradisi ngelawang tetap ada dan masih eksis hingga kini. Dengan diadakannya ngelawang di tempat-tempat wisata, menjadi wadah yang bagus untuk memperkenalkan kesenian ngelawang kepada anak-anak.
Kini ngelawang mudah dijumpai di kawasan pariwisata, seperti Ubud, Kuta, dan Sanur. Selain bertujuan untuk mencari profit, kegiatan semacam ini juga menjadi bagian dalam pelestarian tradisi.
Ngelawang di Mall Level 21 Denpasar | Foto: Dede
Ngelawang sendiri merupakan tradisi yang ditujukan untuk menolak bala atau petaka. Tradisi ngelawang biasanya dilakukan dengan berkeliling desa. Biasanya, sekaa ngelawang akan door to door atau masuk ke rumah-rumah warga untuk menari, dan pemilik rumah akan memberikan ucapan terima kasih berupa punia (sedekah) seikhlasnya.
Konon ngelawang muncul untuk mengembalikan ketenangan dan kedamaian di bumi karena adanya gonjang-ganjing dunia, musibah, dan bencana. Tarian barong dan iringan gamelan diharapkan dapat menghibur manusia sehingga kembali tenang dan damai.
Ngelawang biasanya dilakukan oleh anak-anak hingga remaja. Mereka akan menarikan barong bangkung (barong berkepala babi) ataupun barong macan (barong berkepala macan) dengan diiringi gamelan.
Terkadang ketika ada sekaa yang ngelawang, para pemilik rumah akan menjaga di depan rumah, agar sudi dimasuki oleh sekaa ngelawang.
Barong akan memasuki rumah, berkeliling rumah, dan menari di merajan (tempat ibadah) rumah warga. Tak jarang juga mereka akan diminta ngosok (menggoyang-goyangkan) pohon yang ada di area merajan, dengan harapan dapat tumbuh subur. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulis DEDE PUTRA WIGUNA