SEDARI pagi, hujan sudah menyertai perjalanan kami dari Jalan Seroja, Denpasar, menuju Desa Siangan, Gianyar. Kala itu saya ikut bersama Pusat Informasi Konseling Mahasiswa (PIKM) Widyadari Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI ) Denpasar, yang melaksanakan pengabdian masyarakat di Yayasan Bhakti Senang Hati (YBSH). Saat itu hujan mengguyur tak henti-hentinya, nampak hujan baru usai ketika kegiatan kami selesai terlaksana.
Meski diterpa tantangan dan hambatan, tak lantas menyurutkan semangat skuad PIKM Widyadari untuk berbagi di Yayasan Bhakti Senang Hati, pada 25 Agustus lalu. Yayasan ini merupakan organisasi layanan kemanusiaan, tempat yang menaungi penyandang disabilitas fisik dan mental. Yayasan Bhakti Senang Hati memberdayakan mereka agar bisa hidup bermakna dengan kelompok kolektifnya.
Yayasan ini dibangun pada tanggal 5 Mei 2003 oleh Ni Putu Suriati, yang juga penyandang disabilitas. Kini YBSH memiliki lebih dari 120 member di seluruh Bali dan mengasramakan 20 member. Data fisik member yang ada di asrama tersebut bersifat kredensial untuk menjaga identitas mereka. Mereka terdiri dari member lajang dan dewasa. Terdiri dari berbagai etnis dan agama. Member-member yang tidak berasrama di yayasan, biasanya mereka ikut ketika ada kumpul bersama, terutama apabila ada event-event dan kegiatan-kegiatan tertentu.
PIK-M Widyadari di Yayasan Bhakti Senang Hati
I Nyoman Sukadana selaku ketua Yayasan Bhakti Senang Hati mengatakan, pada awal berdirinya organisasi ini bertempat di Tampaksiring, Gianyar. Namun, karena satu dan lain hal, pada tahun 2014 pindah ke Desa Siangan, Gianyar.
Selain itu, YBSH pertama kali dinamakan Yayasan Senang Hati, namun karena ada yayasan yang memiliki nama serupa, akhirnya berganti menjadi Yayasan Bhakti Senang Hati sampai sekarang.
“Setelah kita pindah ke sini, dan melaporkan keberadaan kita, ternyata Yayasan kami sudah ada yang menggunakan namanya, dulu Yayasan Senang Hati. Akhirnya kita ubah menjadi Yayasan Bhakti Senang Hati,” kata Sukadana.
Nyoman Sukadana menuturkan bahwa terdapat beberapa gedung yang ada di yayasan ini berupa, aula, dapur, gedung asrama, kebun, gym, tempat ibadah, gedung kelas, dan kantor. Dalam areal yang meliputi sekitar 10 are.
Tidak sedikit yayasan ini menghasilkan individu-individu yang berbakat baik dari seni musik, tari, maupun seni rupa. Beberapa dari mereka bahkan diundang untuk mengisi acara-acara resmi di sejumlah tempat di Bali seperti bermain rindik dan menari. Salah satu dari member yayasan juga pernah diajak untuk mengikuti pameran kesenian di Australia yang disponsori oleh pihak asing.
Terkadang seseorang yang cacat fisik dan mental, kerap mendapat perilaku yang kurang baik di masyarakat. Di kehidupan sosial, mereka sering hidup terisolasi, tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan.
Tak jarang pula, seorang disabilitas dipandang sebagai hukuman bagi orang tua atau akibat dari ilmu hitam. Anak-anak seringkali malu dan tidak berani mencari bantuan atau mencari cara untuk membangun kehidupan yang bermartabat dengan disabilitasnya.
Inilah yang menjadi fokus dari Yayasan Bhakti Senang Hati, yaitu memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk bisa berdaya, bermakna, dan bersosial. Di sini mereka bisa mengembangkan skill, pengetahuan, ataupun belajar hal-hal baru yang selama ini belum pernah mereka ketahui dan lakukan. Seperti memasak, bermain musik, menari, dan masih banyak lagi.
Hambatan dan Kendala
Tidak sedikit hambatan yang dihadapi oleh Yayasan Bhakti Senang Hati. Yang paling utama tentu masalah pendanaan atau keuangan. Nyoman Sukadana selaku ketua yayasan menuturkan, untuk pendanaan mereka hanya mengandalkan belas kasih dari donatur-donatur swasta. Untuk kesehariannya pun, biaya makan masih sangat sederhana. Mereka mengandalkan hasil kebun seadanya, dan makanan yang mereka konsumsi minim nutrisi. Konsumsi daging hanya seminggu sekali, ini cukup memprihatinkan mengingat asupan protein amat penting bagi penyandang disabilitas.
Beberapa dari member yang memiliki pekerjaan freelance, belum cukup untuk menghidupi keseharian mereka. Bahkan ketika masa Covid-19 melanda, keseharian para member hampir lumpuh, dan itu merupakan situasi dimana yayasan dipaksa melalui masa-masa yang sangat berat. Tidak ada sumbangan tetap dari pemerintah. Pemerintah hanya memfasilitasi dokumen-dokumen yang diperlukan.
Fasilitas yang minim juga menjadi kendala yang signifikan di YBSH. Alat-alat belajar hanya tersedia seadanya, banyak komponen pembelajaran seperti alat musik, buku gambar, papan tulis, komputer, dan lain-lain dalam kondisi yang buruk, bahkan beberapa tidak tersedia sama sekali. Tutor pembelajaran yang diundang dari luar pun tak lepas dari salah satu kendala mereka. Beberapa dari mereka ada yang volunteer, namun sebagian besar diundang dengan pembiayaan dari yayasan, tentu ini sangat memberatkan yayasan sehingga sering kegiatan tersebut absen pada hari-hari yang seharusnya sudah dijadwalkan.
Minimnya kegiatan dan isolasi yang dialami member juga berdampak pada kesehatan mental mereka. Bahkan ada beberapa dari member memiliki hasrat untuk menyerah akan nasibnya. Namun Nyoman Sukadana mampu memberikan dukungan mental bagi mereka. Menurutnya, tidak mudah untuk meyakinkan member agar bisa kembali yakin bahwa kehidupan merupakan sebuah anugerah yang luar biasa.
Meskipun keadaannya seperti itu, Nyoman Sukadana tidak berharap banyak. Ia hanya berharap agar publik dan pemerintah lebih membuka mata dan hati bahwa komunitas disabilitas itu ada dan masih berjuang untuk kesejahteraan, dan kesetaraan di masyarakat. Ia juga menegaskan bahwa kunjungan kami sangat berarti bagi mereka sebagai bentuk apresiasi dari keberadaan kaum disabilitas.
Berbagai Program Dilakukan
Demi tetap bisa bertahan, Yayasan Bhakti Senang Hati berupaya memberdayakan seluruh member untuk gotong royong menjalankan berbagai program, sekaligus melatih mereka untuk bersosial dengan kelompok kolektifnya.
Salah satu program yang dilaksanakan adalah Education Programs (program pendidikan), program ini dikhususkan untuk para member YBSH yang tidak berpendidikan, terutama member anak-anak hingga remaja. Terkadang materi diisi oleh para volunteer atau tutor yang memang diundang khusus oleh yayasan.
Kemudian di YBSH juga ada restaurant, program ini diperuntukkan bagi member yang memiliki minat dalam memasak dan service. Nyoman Sukadana mengatakan, para member di sini banyak yang memiliki minat dalam memasak. Setiap pagi mereka menyiapkan masakan untuk seluruh member di yayasan. Atau saat ada tamu-tamu yang ingin mencoba masakan buatan mereka juga bisa.
“Semua anak-anak kami terlibat, untuk menunya Balinese food, tapi tidak pedas. Untuk menu yang kita siapkan dan set up meja di sini kita minta tolong kepada beberapa hotel yang mau meluangkan waktunya untuk memberikan cooking class di sini. Bagaimana caranya memasak menu, bagaimana mengatur meja, dan lain sebagainya,” jelas Sukadana.
Member YBSH mengikuti cooking class | Foto: Yayasan Bhakti Senang Hati
Member YBSH memasak bersama-sama | Foto: Yayasan Bhakti Senang Hati
Kemudian yang paling unik dan menarik adalah Happy Hearts Tour. Program ini merupakan aktivitas mengelilingi desa dengan menggunakan side car (sepeda motor bak samping) yang dikemudikan langsung oleh beberapa member yayasan.
“Di sini kami membuka program Happy Hearts Tour, dimana sopirnya sebagian besar penyandang disabilitas, ini menjadi salah satu aktivitas yang digemari wisatawan mancanegara,” ungkap Sukadana.
Namun kegiatan tersebut tidak sering dilakukan dikarenakan sangat tergantung oleh jumlah tamu asing yang berkunjung ke yayasan. Pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan tersebut juga tidak seberapa.
Rata-rata rutinitas kegiatan member bersifat terbatas. Karena sebagian besar tidak banyak yang bisa dilakukan. Sebagian member juga ada yang tidak produktif, mereka hanya bisa menghabiskan waktu di kamar masing-masing.
Program Happy Hearts Tour | Foto: Nyoman Sukadana, Yayasan Bhakti Senang Hati
PIKM Widyadari melakukan pengabdian masyarakat berupa bakti sosial dengan memberikan sumbangan uang tunai, sembako, serta piagam dan plakat penghargaan. Selain itu juga ada sharing tentang Self Love oleh Anak Agung Istri Agung Mutiara Mahayeni atau akrab disapa Gung Tia selaku Duta GenRe UPMI 2024 dan Runner up 1 Duta GenRe Kota Denpasar 2024.
Gung Tia mengajak kita semua merenung, instropeksi, serta belajar untuk mencintai dan menghargai diri sendiri. “Karena kalau bukan kita yang mencintai dan menghargai diri kita, lantas siapa lagi?” ujar Gung Tia sambil terharu.
Gung Tia mengajak seluruh peserta untuk merenung dan instropeksi diri | Foto: Dede
Kegiatan ini juga turut dihadiri dan dibuka oleh Drs. Pande Wayan Bawa, M.Si. selaku Wakil Rektor III UPMI. Dalam sambutannya, ia mengatakan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat semacam ini merupakan salah satu implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu bidang pengabdian. Selain itu, menurutnya kegiatan ini juga menjadi salah satu cara PIKM Widyadari untuk mengamalkan nilai Tri Hita Karana, yaitu pawongan, menjaga hubungan yang harmonis dengan sesama manusia.
Dewa Ayu Eka Purba Dharma Tari, M.Psi., Psikolog. selaku Pembina PIKM Widyadari yang juga volunteer dari YBSH mengungkapkan bahwa kegiatan ini merupakan serangkaian peringatan Dies Natalis UPMI yang ke-41. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi wadah bagi para anggota PIKM untuk aktif dalam berkegiatan, khususnya pada semester-semester awal, hal semacam ini bisa menjadi seperti study plan bagi mahasiswa dan juga dapat menggerakkan empati serta menumbuhkan rasa kemanusiaan mereka.
Sesi foto bersama setelah penyerahan sumbangan dan penghargaan | Foto: Dede
Diakhir kegiatan, Nyoman Sukadana memberikan ungkapan sederhana kepada kami. Ungkapan itu sangat bermakna dan menyentuh, membuat yang mendengar bisa instropeksi dan lebih bersyukur dengan diri. “Bersyukurlah karena sudah dikasi lengkap sama Tuhan, raihlah cita cita dengan kemampuan yang dimiliki, tapi jangan pernah merusak apa yang dikasi sama Tuhan,” tandasnya. [T]
Reporter/Penulis: Dede Putra Wiguna
Editor: Adnyana Ole
BACA artikel lain dari penulisDEDE PUTRA WIGUNA