- Artikel adalah materi dalam panel diskusi “Khasanah Rempah, Makanan dan Oabt Bagi Raga”, Sabtu, 24 Agustus 2024 di Museum Buleleng, Singaraja, Bali
- Artikel ini disiarkan atas kerjasama tatkala.co dan Singaraja Literary Festival (SLF), 23-25 Agustus 2024.
***
MASA kecil saya adalah masa ketika ramuan obat tradisional masih sangat populer di masyarakat. Itu era tahun delapanpuluhan di sebuah desa yang termasuk sangat jauh dari kota. Bahkan di puskesmas pun belum ada dokter tetap. Sehari-hari hanya dilayani mantri atau pekarya kesehatan dan bidan. Tentu saja mantri atau pekarya kesehatan itu pendidikan dan skilnya belum sebaik perawat seperti sekarang.
Seiring waktu, penggunaan ramuan obat tradisional semakin menurun kuantitas maupun kualitasnya. Tampaknya terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan.
Pertama, semakin masifnya industri farmasi modern yang telah memproduksi berbagai obat kebutuhan masyarakat. Sediaan obat-obat modern ini tentu saja memberi manfaat praktis bagi penggunanya. Kedua, faktor kesibukan dan keterbatasan waktu orang saat ini. Membuat mereka enggan untuk repot meramu obat tradisional.
Ketiga, semakin berkurangnya ketersediaan tanaman obat (herbal) sebagai bahan utama ramuan obat tradisional. Namun, fenomena yang sangat menarik saat ini adalah, kembalinya kesadaran masyarakat Indonesia, bahkan global, akan kelebihan obat golongan herbal. Tidak hanya mulai diselenggarakan diskusi-diskusi ilmiah tentang obat herbal, berbagai perusahaan farmasi besarpun tertarik dan bahkan telah memproduksi berbagai jenis obat herbal.
Nah, tentang obat herbal ini, masyarakat wajib paham sedikit lebih dalam oleh karena tidak semua obat herbal itu adalah sama. Dalam segala hal, pastikan pengetahuan (literasi) baik terlebih dahulu sebelum kemudian mengambil sikap dan pilihan. Terdapat tiga golongan obat herbal yang telah disepakati. Apa sajakan itu?
Yang pertama dinamakan jamu.
Dalam pembuatan jamu, bagian-bagian tertentu dari beberapa jenis tanaman seperti daun atau rimpang yang digunakan, diolah secara bersama-sama tanpa adanya proses ekstraksi. Jamu diyakini berkhasiat berdasarkan pengalaman, diturunkan dari generasi ke generasi, dan dapat dikatakan telah terinternalisasi dalam budaya dan kehidupan masyarakat. Berarti, ramuan obat tradisional yang saya minum saat kecil itu tentulah golongan jamu ini. Atau yang sering disebut loloh kalau di Bali.
Jamu adalah salah satu warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang saat ini keberadaannya menarik minat dan perhatian berbagai bangsa untuk mempelajari jamu lebih jauh.
Yang kedua adalah obat herbal terstandar.
Adalah bahan-bahan obat alam yang telah diuji dan ada dalam sediaan berupa ekstrak dengn proses pembuatan yang telah terstandarisasi. Jadi, perbedaaan paling mendasar dengan jamu adalah, bahan obat yang digunakan telah diekstrak dan telah dilakukan suatu pengujian. Tentu saja, jika mau, jamu dapat ditingkatkan statusnya mejadi herbal terstandar.
Herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti seperti uji toksisitas, kisaran dosis, farmakodinamik dan aspek terkait teratogenik yaitu risiko menimbulkan kecacatan pada janin. Uji praklinis dapat dilakukan baik secara in vivo dengan menggunakan hewan coba atau in vitro dengan menggunakan kultur sel. Contoh-contoh produk herbal terstandar antara lain adalah Kiranti yang diproduksi oleh PT Ultra Prima Abadi dan Diapet yang diproduksi oleh PT Soho Indonesia.
Yang terakhir dinamakan fitofarmaka.
Yaitu obat berbahan herbalyang telah diuji keamanan dan khasiatnya yang telah menjalani uji klinis pada manusia. Boleh dikatakan, sudah melalui standar baku untuk bisa diakui sebagai obat medis dan dapat direkomdasikan penggunaannya oleh dokter. Obat-obat yang dapat direkomendasikan atau diresepkan oleh dokter wajib sudah berbasis bukti atau evidence based medicine.
Proses farmasi dalam pembuatan fitofarmaka sudah semakin advanced, dalam arti sediaan obat sudah memanfaatkan hanya sari zat aktif yang terkandung dalam tanaman herbal sebagai bahan obat yang dikenal dengan sediaan galenika. Beberapa contoh fitofarmaka yang saat ini beredar di pasaran antara lain adalah Rheumaneer® Nyonya Meneer (fitofarmaka untuk rematik), Stimuno® Dexa Medica (imunomodulator) dan Nodiar® Kimia Farma (fitofarmaka untuk diare.)
Salah satu sumber herbal sebagai bahan obat adalah tanaman rempah. Kita, yang merupakan generasi tahun 80/90-an, semua pasti pernah menikmati atau paling tidak mendengar jamu/loloh kakap isen (lengkuas), baas cekuh (beras kencur), boreh atau ramuan lulur yang mengandung kerokan batang pohon pule, cengkeh, jahe dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut adalah sebagian kecil rempah yang kita manfaatkan sebagai bahan obat tradisional.
Selain sebagai bahan obat, rempah-rempah juga digunakan sebagai bumbu, penguat cita rasa, pengharum, dan pengawet makanan yang digunakan secara terbatas. Rempah-rempah dapat diambil dari tanaman bagian batang, daun, kulit kayu, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-bagian tubuh tumbuhan lainnya. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut mengandung senyawa fitokimia yang dihasilkan tanaman sebagai bagian dari proses metabolism tanaman. Contoh dari rempah-rempah yang merupakan biji dari tanaman antara lain adalah biji adas, jinten dan ketumbar. Rempah-rempah berbahan baku rimpang, antara lain diperoleh dari tanaman jahe, kunyit, lengkuas, temulawak, dan kapulaga.
Rempah bermanfaat sebagai bahan obat oleh karena secara umum kandungan antioksidannya. Zat ini dapat menetralkan radikal bebas atau mencegah oksidasi senyawa lain yang menimbulkan dampak buruk bagi sel tubuh manusia. Antioksidan utama yang terkandung di dalam rempah adalah flavonoid, senyawa fenolik, sulfur, tanin, alkaloid, dan vitamin.
Berbagai pemicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh seperti radiasi sinar ultra violet, stres psikoemosional, makanan yang kurang hiegins, kondisi lingkungan yang buruk, rokok, alkohol, dan lain-lain dapat dikurangi dampak buruknya oleh senyawa antioksidan. Disamping itu, salah satu zat aktif dari tanaman rempah dan herbal adalah yang dikenal dengan capsaicin yang ditemukan pada berbagai jenis cabai, paprika dan juga merica. Zat ini memberikan sensasi rasa panas yang sangat efektif digunakan mengatasi keluhan kramp atau kekakuan otot. Menyadari fakta-fakta di atas, jelas sudah khasanah rempah yang telah memberikan kita manfaat sebagai makanan dan obat bagi raga. [T]
- BACA artikel lain terkait SINGARAJA LITERARY FESTIVAL 2024