Catatan Harian Sugi Lanus, 18 Agustus 2024
SEMUA kitab Hindu jelas menyebutkan bahwa ketika seseorang mati akan dijemput di pintu kematian oleh “watek Bhatara Yama”.
Watek artinya “para petugas atau anggota” dari sebuah perikatan tugas.
Bhatara Yama sendiri adalah pelindung atau pemimpin. Bhatara Yama kadang disebut Yamadipati, yang maknanya pemimpin atau dipertuan dari watek Yama.
Ajaran Hindu menyebutkan tidak ada yang bisa menghindar dari “pemeriksaan” para petugas Bhatara Yama.
Siapa lantas Bhatara Yama?
Bhatara Yama adalah yang menguasai Yama atau memahami kualitas Yama dari semua manusia.
Apa itu “kualitas Yama” dari manusia?
Sebelum menjelaskan apa itu Yama, sebaiknya dipahami bahwa menurut Hindu, kualitas manusia ditentukan oleh “kualitas Yama” masing-masing manusia.
Kualitas Yama dari masing-masing manusia itu yang dengan sendirinya mengantar roh si manusia masuk neraka atau surga.
Sebenarnya ini otomatis melekat kualitasnya secara inheren dalam roh dari manusia yang sudah menjalani hidupnya.
“Yama” adalah bahasa Sansekerta untuk “disiplin moral”.
Dalam Hindu disebutkan manusia masuk surga atau neraka tidak ditentukan oleh garis silsilahnya. Dalam Hindu disebutkan manusia masuk surga atau neraka tidak ditentukan oleh besarnya upacara atau ritual kematian yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Yang menentukan masuk surga atau neraka adalah “Yama” atau “disiplin moral” yang dijalaninya selama menjadi manusia di dunia.
Bhatara Yama atau Yamadipati adalah “malaikat penjaga pintu kematian”, sekaligus diberi mandat oleh Tuhan Maha Tunggal untuk memverifikasi layak tidaknya sang mati, entah masuk surga atau neraka, berdasarkan “kualitas Yama” dari sang mati.
Jadi, kalau mau disederhanakan, bahwa Bhatara Yama atau Dewa Yama, atau Yamadipati, adalah “kekuatan dewata” yang meregulasi “perjalanan” manusia setelah kematiannya. Ini didasari dari “kualitas Yama” dari roh/jiwa-atma sang mati.
Apa itu “kualitas Yama”?
Pokok atau dasar etika-moralitas Hindu adalah Dasa-Yama. Terdiri dari 5 Yama (panca-yama) dan 5 Niyama (panca-niyama).
Pedoman mendapatkan kualitas Yama yang baik atau pedoman hidup yang membuat manusia damai dalam dirinya ketika hidup, dan masuk surga — bahkan sampai Nirvana atau Moksha setelah kematian adalah Yama dan Niyama.
YAMA adalah kode etik atau disiplin moral terhadap dunia luar. NIYAMA juga merupakan aturan perilaku untuk hidup, tetapi disiplin ini berfokus pada bagaimana Anda memperlakukan diri sendiri.
5 YAMA ini berurusan dengan tingkah laku kita terhadap dunia luar atau lingkungan sekitar kita. Menyangkut relasi kita dengan manusia dan semua makhluk lain.
Kelima dispilin moral yang disebut YAMA ini adalah:
1. ”Ahimsa” — Bahasa Sansekerta yang berarti “tidak menyakiti” — tidak menyakiti dalam harus dibersihkan dari pikiran, kata-kata dan tindakan.
2. ”Satya” — Bahasa Sansekerta yang berarti “menahan diri dari ketidakjujuran” — kejujuran menjadi pedoman bertindak dan bertingkah laku dalam keseharian.
3. ”Asteya” — bahasa Sansekerta untuk “tidak mencuri” — tidak ada niatan dan prilaku korupsi, mengelapan dan mengambil yang bukan hak kita.
4. ”Brahmacharya” — Bahasa Sansekerta untuk “penggunaan energi seksual yang bijaksana” — dalam hal ini juga berarti bagaimana bisa menguasai tubuh dan pikiran secara bijak. Pembelajaran dan disiplin untuk memahami tubuh dan pikiran ini agar tidak terjebak nafsu seksual dan perangai ketubuhan yang merugikan ini disebut “brahmacarya”.
5. “Aparigraha” — bahasa Sansekerta untuk “tidak posesif” — tidak terjebak pada nafsu ingin menguasai atau kepemilikan.
Bhatara Yama dan para petugas pintu kematian akan memberikan nilai atau score pada “kualitas Yama” si mati yang melintas ke alam kematian.
Bhatara Yama adalah dewa atau bhatara yang menjadi semacam wasit pemberi skor dan menjebloskan si mati dalam “kelas neraka” atau “kelas surga”.
Bhatara Yama tidak bisa dibelokkan dan tidak bisa disogok oleh ritual keluarga si mati yang ditinggalkan. Sama dengan keluarga di rumah yang tidak bisa membantu kerabatnya yang sedang menjalani test kualifikasi sebuah penempatan posisi bagi yang bersangkutan. Ini semua tergantung “kualitas Yama” si mati ketika masih hidup. Kualitas dari pelaksanaan Yama tidak bisa direkayasa dengan bekal-bekal kubur atau ritual kematian. Begitu si mati jeblok dalam kualitas disiplin diri (Yama) dalam hidupnya, otomatis “mesin tercanggih AI canggih” Bhatara Yama menjebloskan si mati pada level yang memang sesuai dengan “skor disiplin moral” si mati.
Bhatara Yama adalah kekuatan kosmik yang meregulasi atau mengatur serta merekam jejak kualitas dispilin moral semua manusia untuk nantinya ditempatkan di surga atau neraka.
Dalam Hindu disebutkan jika manusia menjalankan dispilin moral atau Yama, tidak perlu menunggu mati, dalam hidupnya pun telah akan bisa menikmatinya. Sang manusia yang menjalankan lima displin moral (Panca Yama) akan otomatis memiliki kedamaian diri dalam hatinya. Memiliki keteguhan dan kekuatan diri untuk menghadapi semua ujian dalam hidupnya.
Bhatara Yama tidak hanya menunggu kematian manusia, dia juga bekerja membantu manusia baik berdisiplin moral ketat untuk bisa meneguhkan dirinya dalam kehidupannya.
Selama manusia tidak lulus dalam urusan Panca Yama, Bhatara Yama akan menjebloskan Anda ke dalam neraka, baik selama hidup dan ketika mati. Dalam bahasa Bali disebut: “Neraka idup-idup” — neraka sebelum menunggu ajal.
Jika manusia mengalami perasaan neraka dalam hidup — neraka idup-idup — dalam ajaran Hindu diberikan resepnya terdalamnya: Kasihani diri kita. Jangan sakiti diri kita. Terima diri kita jangan banyak mengeluh dan berpikirlah terus positif. Tindakan ini adalah inti dari Ahimsa: “Menghindari aniaya tindakan kejam-keji”. Ini adalah prinsip untuk tidak menyakiti dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Tidak menyakiti orang lain, hewan, lingkungan, dan terutama TIDAK MENYAKITI DIRI SENDIRI. Berpikir positif terhadap diri sendiri dan terus menerus menjaga semangat hidup adalah cara untuk tidak kejam dan jahat pada diri sendiri. Sebaliknya, memikirkan hal buruk, penuh sesal dengan situasi diri sendiri, tidak mau berpikir positif dan pemalas dalam menjalani hidup adalah tindakan “ahimsa ring angga sarira” — keji pada diri sendiri.
Bhatara Yama atau Yamadipati melindungi mereka yang menyayangi dan menghargai dirinya sendiri, dengan tetap berpikir, berbuat, dan bertindak positif dalam hidup, apapun situasi yang dihadapinya. Bhatara Yama akan memberikan ganjaran “neraka idup–idup” kepada mereka yang apatis pada hidup dan membenci dirinya sendiri. [T]
[MATI CARA HINDU (2) membahas Bhatara Yama dan NIYAMA (perilaku untuk hidup dan disiplin moral yang berfokus pada bagaimana Anda memperlakukan diri sendiri)].
BACA artikel lain dari penulis SUGI LANUS