SERANGAN Israel ke Gaza berimbas pada ancaman boikot terhadap semua produk buatan Israel. Terlepas dari efektivitas ancaman itu, boikot terhadap produk suatu negara menjadi salah satu bentuk komunikasi.
Panggung politik dunia saat ini memang sedang diwarnai banyak ancaman. Satu negara akan mengancam melakukan serangan kepada negara lain. Kalaupun bukan agresi militer, ancaman bisa dilakukan dalam bentuk lain.
Beberapa contoh ancaman dilakukan satu negara terhadap negara lain. Rusia melalui Presiden Validimir Putin melontarkan ancaman kepada negara-negara Barat. Dia menyatakan Rusia siap untuk perang nuklir setiap saat.
Ancaman menyeramkan disampaikan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang ditujukan kepada Korea Selatan. Saat mengunjungi pabrik senjata besar, dia mengatakan tidak akan ragu untuk “memusnahkan” rival utamanya, Korea Selatan.
Uni Emirat Arab mengancam akan melakukan embargo ekonomi terhadap Qatar beberapa waktu yang lalu. Ancaman itu dilakukan dengan alasan Qatar dianggap membuat kebijakan yang mendukung kelompok garis keras di Timur Tengah.
Indonesia juga pernah menjadi korban ancaman Australia. Tahun 2015 Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop mengancam akan memboikot sektor pariwisata. Hal itu terkait dua warganya yang akan diesksekusi mati di Indonesia terkait narkoba.
Komunikasi Ancaman
Ancaman merupakan komunikasi di antara negara yang sedang tawar-menawar mengenai kondisi masa depan. Ancaman menyangkut tindakan-tindakan yang akan datang, yang tentu saja tidak menyenangkan bagi negara yang diancam.
Tidak adanya sistem hukum internasional menciptakan kondisi yang memungkinkan munculnya ancaman. Berbeda dengan sistem politik domestik yang membedakan secara tegas antara ancaman yang legal dan ilegal; hukum internasional memiliki kelemahan membedakan praktik ancaman yang legal dan ilegal. Oleh sebab itu tidak sedikit negara yang sering menggunakan ancaman kekerasan (William D. Coplin, 1992)
Menurut Coplin, ancaman kekerasan lebih murah dibanding penggunaan kekerasan, karena ancaman berkaitan dengan bentuk komunikasi; bukan koersi. Oleh sebab itu ancaman sering digunakan oleh beberapa negara.
Media dan teknik komunikasi ancaman sangat penting. Begitu pula dengan kemampuan dan nilai ancaman. Beragam teknik komunikasi ancaman. Secara umum, pernyataan verbal sering dipilih sebagai cara untuk mengkomunikasikan ancaman.
Memilih khalayak yang tepat merupakan teknik komunikasi ancaman yang penting pula. Ketika satu negara akan mengancam negara lain, biasanya akan disampaikan di hadapan para pengambil kebijakan maupun lembaga militer. Jarang sekali ancaman disampaikan dalam forum organisasi antarnegara.
Kredibilitas Ancaman
Komunikasi tentang ancaman suatu negara berkaitan dengan kredibilitas ancaman itu. Ancaman akan dianggap memiliki kredibilitas jika disertai dengan tingkat presisi ancaman. Memusnahkan satu negara dapat dianggap tidak memiliki kredibilitas, karena ancaman seperti itu tingkat presisinya rendah.
Unsur waktu dianggap penting dalam satu ancaman. Tanpa batasan waktu yang jelas, ancaman dianggap tidak kredibel, sehingga diabaikan oleh negara yang diancam. Ancaman embargo ekonomi misalnya, perlu dijelaskan sampai kapan batas waktunya.
Kredibilitas ancaman dipengaruhi pula oleh kemampuan negara pengancam. Kemampuan itu bukan semata kekuatan ekonomi dan militer, namun juga adanya dukungan dari kelompok kepentingan dan negara lain.
Presiden Sudan Omar al-Bashir pernah mengancam tidak akan mengakui kemerdekaan Sudan Selatan. Namun ancaman itu tidak kredibel, lantaran partai yang berkuasa di Sudan Selatan mendukung kemerdekaan. Dan pada 9 Juli 2011 Sudan Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga memberikan dukungan berkelanjutan.
Persepsi negara lain tentang suatu ancaman berpengaruh terhadap kredibilitas. Persepsi itu berkaitan dengan kemampuan dan hasil dari satu ancaman. Boikot produk satu negara terhadap negara lain sebagai salah satu ancaman kadang dianggap kurang kredibel, lantaran dampak negatif dari boikot itu juga akan dirasakan oleh negara pengancam.
Boikot terhadap produk Amerika Serikat dan Israel terkait konflik dengan Palestina berdampak serius terhadap perdagangan di beberapa negara. Bukan hanya berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja. Boikot itu juga akan berimplikasi terhadap jual beli produk-produk militer, yang selanjutnya akan mempengaruhi kerjasama di bidang pertahanan.
Sejarah dan masa lalu negara pengancam turut mempengaruhi kredibilitas ancaman. Negara yang gagal melaksanakan ancaman kepada negara lain akan dianggap sebagai negara yang tidak mungkin akan mewujudkan ancamannya di masa mendatang.
Ancaman, apa pun bentuknya sejatinya bertujuan agar negara yang diancam merasa takut; untuk kemudian tunduk pada kehendak negara pengancam. Novelis Brasil Paulo Coelho mengatakan, jika kamu ingin mengendalikan seseorang, yang harus kamu lakukan adalah membuatnya merasa takut. [T]
BACA artikel lain dari penulis CHUSMERU