6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pukul Dua Air Mata | Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi SaraswatibyWulan Dewi Saraswati
June 22, 2024
inCerpen
Pukul Dua Air Mata | Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Ilustrasi tatkala.co

SUDAH pukul dua dini hari, masih juga ia mengurai warna-warna pensil hingga membentuk garis gradasi. Warnanya kelabu, kadang ditambahkan arsiran tebal agar benar emosinya terlampiaskan. Debu-debu kayu berhamburan di meja. Kadang kala bosan, ia meniup-niupkan dengan pipinya yang membulat. Begitulah Keisa bercengkrama dengan subuhnya. Pekak tak sampai hati melihat cucu pertamanya yang sangat unik enggan tidur. Sesekali Pekak melihat kalung berliontin peti dengan ukiran naga yang menggantung di leher Keisa. Pemberian itu diharapkan mampu menjaga Keisa dari energi buruk.

Sudah dari belia, Keisa dibekali liontin warisan turun temurun. Pekak berharap agar Keisa tumbuh dengan sempurna, seperti anak pada umumnya, menangis pada waktunya dan bermimpi saat subuh. Berbeda dengan Keisa, di umur tiga belas tahun mimpi itu makin mengganggunya. Mimpi tentang naga dan ayam. Mimpi yang membuatnya takut untuk bersuara, takut untuk menjadi dirinya, hingga terlambat beradaptasi dengan usianya.

Banyak orang mengira keterlambatan tingkah laku Keisa dan Made diakibatkan asuhan orang tuanya yang memanjakan mereka dengan gawai. Namun, tak serupa dengan Made yang merupakan adik Keisa. Di leher Made, tak ada kalung naga. Made hanya punya cincin liontin merah yang dipercayai pembawa kesehatan. Keisa dan Made hidup berdampingan dengan nyaman, meski sesekali bertengkar bercanda.

Keisa selalu memastikan Made tertidur pulas di ranjang, sehingga bila ia ingin menggambar tak akan membuat Made histeris. Begitulah Keisa yang selalu terbangun pukul dua dini hari dan kerap berlabuh di mimpi yang sama. Naga dan ayam. Sesosok naga dengan empat kakinya meruncingkan kuku tajam. Bulat matanya mendelik ayam-ayam yang berkeliaran di sekitar. Kadang Keisa ikut mendelik, menirukan gelagat naga itu. Melihat tingkah Keisa yang tak biasa, membuat banyak tetangga mencemooh keluarga Keisa. Gosip tersebut mencuat karena orang tuanya melahirkan dua anak yang rentan, belum bisa mandiri, dan lambat berkembang. Tak jarang banyak yang berspekulasi bahwa ini adalah karma dari Pekak yang gemar berjudi sabung ayam.

Selain itu, ada pula pembicaraan bahwa Keisa terlalu berat membawa energi naga yang bergantung di badannya. Ada banyak pandangan negatif, tanpa uluran tangan bantuan. Meski demikian, orang tuanya tetap berusaha berdamai dengan keunikan-keunikan anaknya. Terlebih saat Keisa tantrum karena merasa takut di keramaian.

“Keisa tak mau, Keisa tak suka. Di sana ada banyak ayam!” keluhnya.

“Bukan ayam, tapi orang,” sahut ibunya membenarkan, sambil mengelus rambut Keisa. Tak jarang ia pun seperti melihat awan-awan seperti naga berkumis dan bermahkota.

“Itu naga! Ada naga di atas kepala Keisa!” teriaknya histeris sambil menunjuk, lalu bersembunyi di bawah papan meja. Dari balita, Keisa gemar bersembunyi di kolong meja bila ketakutan. Serupa dengan Made yang akan tertegun membisu bila ada di tempat asing. Keisa dan Made memang perlu perhatian lebih. Spektrum autisme yang dimiliki dua anak ini membuat mereka pergi ke sekolah khusus. Di sekolah, Made kerap bermain-main dan berteriak-teriak seperti anak-anak ayam. Ia selalu memperhatikan itik yang sedang berlarian di taman sekolah.

Di sisi lain, Keisa selalu giat menggambar, melukis, mewarnai, terkadang berlatih piano. Berkat berbagai pelatihan keterampilan tersebut, maka tak salah bila di usia yang makin remaja, Keisa lebih sensitif terhadap karakteristik mimpinya. Ia melihat lebih rinci warna ekor, ornamen, hingga raut emosi naga dan ayam itu. Bahkan kini ia mengingat suara-suara naga dan ayam yang sedang bertarung sengit.

“Hohoho! Kau rupanya Manik Angkeran!” kata Keisa membesarkan suaranya, menarik lehernya agar seperti suara naga itu. Sambil menebalkan garis sayap-sayapnya, Keisa lalu menjawab lagi.

“Aku adalah Manik Angkeran! Akulah raja ayam!” kata Keisa sambil berteriak keras lantang dan membusungkan dada. Sontak keluarganya terbangun dan melihat apa yang terjadi pada anak gadisnya, namun yang mereka dapatkan Keisa sudah terlelap di atas sketsa-sketsanya.

Pagi hari yang hampir membuatnya terlambat ke sekolah, Keisa bersikeras tak ingin bertemu teman-teman. Ia ingin menyelesaikan sketsa mimpinya. Orang tuanya mengira tadi malam hanya gurauan Keisa. Namun, kini keluarganya mengerti, Keisa hendak berkomunikasi melalui bayang mimpinya. Keisa bergegas mencari kertas utuh yang belum tersentuh warna. Secepat mungkin ia menggoreskan jejak-jejak naga.

“Manik Angkeran! Kau mencuri liontin merah milikku! Kamu pencuri! Penjudi! Pembunuh!” kata Keisa dengan cepat dan bersuara besar seperti raksasa. Pada saat itu, keluarganya hanya bisa mendampingi, berharap Keisa bisa segara kembali dari mimpi khayalnya. Made tetap mengamati tingkah kakaknya, sama seperti ketika ia mengamati kepakan ayam-ayam milik Pekak. Sesekali Made juga menimpali.

“Kur..kur..kuuuurrr..kuuukuurr,” suara Made mencoba meniru ayam-ayam yang dimiliki Pekak. Lalu Made segera pergi dengan gerakan mengepak-kepakan tangannya seolah ingin terbang. Keisa semakin khusyuk dalam sketsanya. Ia menambahkan gradasi merah kelabu di bagian jengger ayam-ayamnya.

“Naga Basuki! Naga Basuki! Kau sudah kalah! Haha!” jawab Keisa dengan suara serak berteriak keras diselingi tawa.

“Aku tidak mau! Aku tak bisa kalah dari penjudi durhaka sepertimu!” deru suara Keisa makin bergetar dalam. Lalu ia menirukan suara angin yang riuh gaduh. Jemarinya yang mungil membuat bulatan spiral bersusun serupa pusaran angin di beberapa sudut kertas. Warnanya mengabu.

“Haaaaah! Rasakan pembalasanku, Naga Basuki!” kepala Keisa mengangguk-angguk seperti ayam-ayam yang bersiap mematok biji jagung. Kemudian diikuti gerakan menepuk-nepuk tangan di atas ubun-ubun, tanda pertarungan semakin beringas. Kedua orang tuanya tidak bisa memperhatikan jelas, sebab harus mengurus Made yang akan berangkat sekolah dan juga mengurus Pekak yang semalam demam.

“Manik Angkeran! Menyerahlah!” ujar Keisa dengan suara menggelegar sambil membusungkan dadanya. Garis merah dipertebal, seperti api yang membakar sekujur tubuh karakternya. Sampai tepat tengah malam, Keisa masih sibuk membuat kobaran api yang menghanguskan Manik Angkeran. Sedangkan orang tua Keisa kewalahan mengurus Pekak yang batuk hingga mengeluarkan darah. Demam Pekak tak kunjung reda.

“Naga Basuki, aku tak akan menyerah!” kata Keisa semakin sadis. Ia mempercepat arsiran warna merah dan  kelabu di atas kertas gambarnya. Segera Keisa mencari lembar baru. Guratan ukiran kobaran api dilanjutkan, hingga dahinya tumbuh bulir-bulir keringat. Keisa tak peduli dengan suhu ruang yang mulai pengap. Emosinya justru kian memuncak.

“Kau sekarat, Manik Angkeran! Terimalah takdirmu! Seorang penjudi tak akan bisa mengalahkanku,” ucap Keisa sambil menggambar tubuh Manik Angkeran yang terkapar. Sontak Keisa tersadar dari gambarnya. Sekejap ia melihat sekelilingnya, ibunya menangis histeris. Made terdiam melihat jemarinya. Seketika cicin liontin merah pemberian pekak hilang. Made hanya merasa bingung. Dari matanya, sangat terlihat ia tak berniat mencari benda itu.

“Keisa! Keisa!” kata ibunya histeris menyadarkan Keisa. Ibu menunggu ambulans. Keisa dan Made belum paham apa yang terjadi. Mereka bertanya-tanya, tetapi tetap kebingungan tak dapat jawaban. Keisa melihat tubuh Pekak dimasukkan ke mobil ambulans. Buru-buru keluarga menyusuli ke rumah sakit. Keisa dan Made diminta ikut dan dituntun agar mendoakan Pekak.

“Ibu, ibu, kenapa menangis? Kenapa? ” kata Keisa masih tidak paham. Ibunya mencoba menjelaskan, bahwa semua keluarga sedang menanti kondisi Pekak membaik. Namun, setelah berjam-jam di ruang ICU, tidak ada tanda-tanda perubahan. Kondisinya makin kritis. Sempat Keisa tertidur kelelahan menanti kabar, namun pada pukul dua dini hari, Keisa terbangun seperti biasanya. Kini samar-samar ia seperti melihat rumah sakit sudah penuh dengan ayam-ayam yang tewas bergelimpangan. Ibu dan ayah berpelukan erat.

“Keisa sayang, Pekak sudah pergi jauh. Keisa ikhlaskan Pekak ya,” kata ayahnya perlahan sambil menahan genangan air mata. Keisa melihat mata ayah. Keisa melihat mata ibunya. Keisa belum paham maksud orang tuanya. Setelah keluar dari ruangan pemandian mayat, lalu tubuh kakek dibalut kain batik tua. Keisa tersentak terkejut. Tiba-tiba bayangan Naga Basuki muncul dengan senyuman puas.

“Naga, maafkan Pekak. Pekak baik dengan Keisa,” ujarnya tenang dalam hati. Lalu menyeka air mata yang mengumpul di ujung matanya.

“Kur..kur..kuuuurrr..kuuukuurr,” suara Made parau menirukan ayam yang tertidur. Ia menunduk tanpa airmata. Keisa melihat bayang-bayang karakter yang digambarnya. Karakter itu seperti hidup di depan mata. Bayangan dengan rupa-rupa karakternya itu, seperti hendak menyampaikan pesan.

“Tumbuhlah dengan bijak, jadi anak baik ya, cucuku,” ujar Pekak dengan wajah tenang lalu pergi ke angkasa bersama ayam-ayam jagonya. Keisa tertunduk. Ini pertama kalinya Keisa merasakan kehilangan. Ia pun ketakutan, sebab mimpinya mungkin bukan sekadar mimpi. Matanya sembab. Air mata telah deras mengalir, hingga liontin berukiran naga di lehernya perlahan memudar. [T]

  • BACA cerpen lain
Sebuah Kabar Pada Larut Malam | Cerpen Agus Wiratama
Aku Bersumpah Mencintaimu | Cerpen Depri Ajopan
Perpustakaan Sekolah dan Kekasihmu Sebelumnya | Cerpen Yoga Yolanda
Tags: Cerpen
Previous Post

Menyambangi Keindahan Alam Pantai Pidakan di Pacitan — Benarkah Pacitan jadi Bali-nya Jawa?

Next Post

“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [2]: Rabies yang Tak Kunjung Hilang

Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Penulis, sutradara, dan pengajar. Saat ini tengah mendalami praktik kesenian berdasarkan tarot dengan pendekatan terapiutik partisipatoris

Next Post
“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [1]: Kepemimpinan dan Joged Jaruh

“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [2]: Rabies yang Tak Kunjung Hilang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co