14 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pukul Dua Air Mata | Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi SaraswatibyWulan Dewi Saraswati
June 22, 2024
inCerpen
Pukul Dua Air Mata | Cerpen Wulan Dewi Saraswati

Ilustrasi tatkala.co

SUDAH pukul dua dini hari, masih juga ia mengurai warna-warna pensil hingga membentuk garis gradasi. Warnanya kelabu, kadang ditambahkan arsiran tebal agar benar emosinya terlampiaskan. Debu-debu kayu berhamburan di meja. Kadang kala bosan, ia meniup-niupkan dengan pipinya yang membulat. Begitulah Keisa bercengkrama dengan subuhnya. Pekak tak sampai hati melihat cucu pertamanya yang sangat unik enggan tidur. Sesekali Pekak melihat kalung berliontin peti dengan ukiran naga yang menggantung di leher Keisa. Pemberian itu diharapkan mampu menjaga Keisa dari energi buruk.

Sudah dari belia, Keisa dibekali liontin warisan turun temurun. Pekak berharap agar Keisa tumbuh dengan sempurna, seperti anak pada umumnya, menangis pada waktunya dan bermimpi saat subuh. Berbeda dengan Keisa, di umur tiga belas tahun mimpi itu makin mengganggunya. Mimpi tentang naga dan ayam. Mimpi yang membuatnya takut untuk bersuara, takut untuk menjadi dirinya, hingga terlambat beradaptasi dengan usianya.

Banyak orang mengira keterlambatan tingkah laku Keisa dan Made diakibatkan asuhan orang tuanya yang memanjakan mereka dengan gawai. Namun, tak serupa dengan Made yang merupakan adik Keisa. Di leher Made, tak ada kalung naga. Made hanya punya cincin liontin merah yang dipercayai pembawa kesehatan. Keisa dan Made hidup berdampingan dengan nyaman, meski sesekali bertengkar bercanda.

Keisa selalu memastikan Made tertidur pulas di ranjang, sehingga bila ia ingin menggambar tak akan membuat Made histeris. Begitulah Keisa yang selalu terbangun pukul dua dini hari dan kerap berlabuh di mimpi yang sama. Naga dan ayam. Sesosok naga dengan empat kakinya meruncingkan kuku tajam. Bulat matanya mendelik ayam-ayam yang berkeliaran di sekitar. Kadang Keisa ikut mendelik, menirukan gelagat naga itu. Melihat tingkah Keisa yang tak biasa, membuat banyak tetangga mencemooh keluarga Keisa. Gosip tersebut mencuat karena orang tuanya melahirkan dua anak yang rentan, belum bisa mandiri, dan lambat berkembang. Tak jarang banyak yang berspekulasi bahwa ini adalah karma dari Pekak yang gemar berjudi sabung ayam.

Selain itu, ada pula pembicaraan bahwa Keisa terlalu berat membawa energi naga yang bergantung di badannya. Ada banyak pandangan negatif, tanpa uluran tangan bantuan. Meski demikian, orang tuanya tetap berusaha berdamai dengan keunikan-keunikan anaknya. Terlebih saat Keisa tantrum karena merasa takut di keramaian.

“Keisa tak mau, Keisa tak suka. Di sana ada banyak ayam!” keluhnya.

“Bukan ayam, tapi orang,” sahut ibunya membenarkan, sambil mengelus rambut Keisa. Tak jarang ia pun seperti melihat awan-awan seperti naga berkumis dan bermahkota.

“Itu naga! Ada naga di atas kepala Keisa!” teriaknya histeris sambil menunjuk, lalu bersembunyi di bawah papan meja. Dari balita, Keisa gemar bersembunyi di kolong meja bila ketakutan. Serupa dengan Made yang akan tertegun membisu bila ada di tempat asing. Keisa dan Made memang perlu perhatian lebih. Spektrum autisme yang dimiliki dua anak ini membuat mereka pergi ke sekolah khusus. Di sekolah, Made kerap bermain-main dan berteriak-teriak seperti anak-anak ayam. Ia selalu memperhatikan itik yang sedang berlarian di taman sekolah.

Di sisi lain, Keisa selalu giat menggambar, melukis, mewarnai, terkadang berlatih piano. Berkat berbagai pelatihan keterampilan tersebut, maka tak salah bila di usia yang makin remaja, Keisa lebih sensitif terhadap karakteristik mimpinya. Ia melihat lebih rinci warna ekor, ornamen, hingga raut emosi naga dan ayam itu. Bahkan kini ia mengingat suara-suara naga dan ayam yang sedang bertarung sengit.

“Hohoho! Kau rupanya Manik Angkeran!” kata Keisa membesarkan suaranya, menarik lehernya agar seperti suara naga itu. Sambil menebalkan garis sayap-sayapnya, Keisa lalu menjawab lagi.

“Aku adalah Manik Angkeran! Akulah raja ayam!” kata Keisa sambil berteriak keras lantang dan membusungkan dada. Sontak keluarganya terbangun dan melihat apa yang terjadi pada anak gadisnya, namun yang mereka dapatkan Keisa sudah terlelap di atas sketsa-sketsanya.

Pagi hari yang hampir membuatnya terlambat ke sekolah, Keisa bersikeras tak ingin bertemu teman-teman. Ia ingin menyelesaikan sketsa mimpinya. Orang tuanya mengira tadi malam hanya gurauan Keisa. Namun, kini keluarganya mengerti, Keisa hendak berkomunikasi melalui bayang mimpinya. Keisa bergegas mencari kertas utuh yang belum tersentuh warna. Secepat mungkin ia menggoreskan jejak-jejak naga.

“Manik Angkeran! Kau mencuri liontin merah milikku! Kamu pencuri! Penjudi! Pembunuh!” kata Keisa dengan cepat dan bersuara besar seperti raksasa. Pada saat itu, keluarganya hanya bisa mendampingi, berharap Keisa bisa segara kembali dari mimpi khayalnya. Made tetap mengamati tingkah kakaknya, sama seperti ketika ia mengamati kepakan ayam-ayam milik Pekak. Sesekali Made juga menimpali.

“Kur..kur..kuuuurrr..kuuukuurr,” suara Made mencoba meniru ayam-ayam yang dimiliki Pekak. Lalu Made segera pergi dengan gerakan mengepak-kepakan tangannya seolah ingin terbang. Keisa semakin khusyuk dalam sketsanya. Ia menambahkan gradasi merah kelabu di bagian jengger ayam-ayamnya.

“Naga Basuki! Naga Basuki! Kau sudah kalah! Haha!” jawab Keisa dengan suara serak berteriak keras diselingi tawa.

“Aku tidak mau! Aku tak bisa kalah dari penjudi durhaka sepertimu!” deru suara Keisa makin bergetar dalam. Lalu ia menirukan suara angin yang riuh gaduh. Jemarinya yang mungil membuat bulatan spiral bersusun serupa pusaran angin di beberapa sudut kertas. Warnanya mengabu.

“Haaaaah! Rasakan pembalasanku, Naga Basuki!” kepala Keisa mengangguk-angguk seperti ayam-ayam yang bersiap mematok biji jagung. Kemudian diikuti gerakan menepuk-nepuk tangan di atas ubun-ubun, tanda pertarungan semakin beringas. Kedua orang tuanya tidak bisa memperhatikan jelas, sebab harus mengurus Made yang akan berangkat sekolah dan juga mengurus Pekak yang semalam demam.

“Manik Angkeran! Menyerahlah!” ujar Keisa dengan suara menggelegar sambil membusungkan dadanya. Garis merah dipertebal, seperti api yang membakar sekujur tubuh karakternya. Sampai tepat tengah malam, Keisa masih sibuk membuat kobaran api yang menghanguskan Manik Angkeran. Sedangkan orang tua Keisa kewalahan mengurus Pekak yang batuk hingga mengeluarkan darah. Demam Pekak tak kunjung reda.

“Naga Basuki, aku tak akan menyerah!” kata Keisa semakin sadis. Ia mempercepat arsiran warna merah dan  kelabu di atas kertas gambarnya. Segera Keisa mencari lembar baru. Guratan ukiran kobaran api dilanjutkan, hingga dahinya tumbuh bulir-bulir keringat. Keisa tak peduli dengan suhu ruang yang mulai pengap. Emosinya justru kian memuncak.

“Kau sekarat, Manik Angkeran! Terimalah takdirmu! Seorang penjudi tak akan bisa mengalahkanku,” ucap Keisa sambil menggambar tubuh Manik Angkeran yang terkapar. Sontak Keisa tersadar dari gambarnya. Sekejap ia melihat sekelilingnya, ibunya menangis histeris. Made terdiam melihat jemarinya. Seketika cicin liontin merah pemberian pekak hilang. Made hanya merasa bingung. Dari matanya, sangat terlihat ia tak berniat mencari benda itu.

“Keisa! Keisa!” kata ibunya histeris menyadarkan Keisa. Ibu menunggu ambulans. Keisa dan Made belum paham apa yang terjadi. Mereka bertanya-tanya, tetapi tetap kebingungan tak dapat jawaban. Keisa melihat tubuh Pekak dimasukkan ke mobil ambulans. Buru-buru keluarga menyusuli ke rumah sakit. Keisa dan Made diminta ikut dan dituntun agar mendoakan Pekak.

“Ibu, ibu, kenapa menangis? Kenapa? ” kata Keisa masih tidak paham. Ibunya mencoba menjelaskan, bahwa semua keluarga sedang menanti kondisi Pekak membaik. Namun, setelah berjam-jam di ruang ICU, tidak ada tanda-tanda perubahan. Kondisinya makin kritis. Sempat Keisa tertidur kelelahan menanti kabar, namun pada pukul dua dini hari, Keisa terbangun seperti biasanya. Kini samar-samar ia seperti melihat rumah sakit sudah penuh dengan ayam-ayam yang tewas bergelimpangan. Ibu dan ayah berpelukan erat.

“Keisa sayang, Pekak sudah pergi jauh. Keisa ikhlaskan Pekak ya,” kata ayahnya perlahan sambil menahan genangan air mata. Keisa melihat mata ayah. Keisa melihat mata ibunya. Keisa belum paham maksud orang tuanya. Setelah keluar dari ruangan pemandian mayat, lalu tubuh kakek dibalut kain batik tua. Keisa tersentak terkejut. Tiba-tiba bayangan Naga Basuki muncul dengan senyuman puas.

“Naga, maafkan Pekak. Pekak baik dengan Keisa,” ujarnya tenang dalam hati. Lalu menyeka air mata yang mengumpul di ujung matanya.

“Kur..kur..kuuuurrr..kuuukuurr,” suara Made parau menirukan ayam yang tertidur. Ia menunduk tanpa airmata. Keisa melihat bayang-bayang karakter yang digambarnya. Karakter itu seperti hidup di depan mata. Bayangan dengan rupa-rupa karakternya itu, seperti hendak menyampaikan pesan.

“Tumbuhlah dengan bijak, jadi anak baik ya, cucuku,” ujar Pekak dengan wajah tenang lalu pergi ke angkasa bersama ayam-ayam jagonya. Keisa tertunduk. Ini pertama kalinya Keisa merasakan kehilangan. Ia pun ketakutan, sebab mimpinya mungkin bukan sekadar mimpi. Matanya sembab. Air mata telah deras mengalir, hingga liontin berukiran naga di lehernya perlahan memudar. [T]

  • BACA cerpen lain
Sebuah Kabar Pada Larut Malam | Cerpen Agus Wiratama
Aku Bersumpah Mencintaimu | Cerpen Depri Ajopan
Perpustakaan Sekolah dan Kekasihmu Sebelumnya | Cerpen Yoga Yolanda
Tags: Cerpen
Previous Post

Menyambangi Keindahan Alam Pantai Pidakan di Pacitan — Benarkah Pacitan jadi Bali-nya Jawa?

Next Post

“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [2]: Rabies yang Tak Kunjung Hilang

Wulan Dewi Saraswati

Wulan Dewi Saraswati

Penulis, sutradara, dan pengajar. Saat ini tengah mendalami praktik kesenian berdasarkan tarot dengan pendekatan terapiutik partisipatoris

Next Post
“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [1]: Kepemimpinan dan Joged Jaruh

“Bali Sing Ngelah Mémé Bapa” [2]: Rabies yang Tak Kunjung Hilang

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more

Refleksi Visual Made Sudana

by Hartanto
May 12, 2025
0
Refleksi Visual Made Sudana

JUDUL Segara Gunung karya Made Sudana ini memadukan dua elemen alam yang sangat ikonikal: lautan dan gunung. Dalam tradisi Bali,...

Read more

Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

by Sonhaji Abdullah
May 12, 2025
0
Melihat Pelaku Pembulian sebagai Manusia, Bukan Monster

DI Sekolah, fenomena bullying (dalam bahasa Indoneisa biasa ditulis membuli) sudah menjadi ancaman besar bagi dunia kanak-kanak, atau remaja yang...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co