KEPALANYA ditutup kain hitam dengan pakaian longgar yang menutup badan dan kaki, Nenek Kaiyah merayap naik pohon cengkeh. Tanpa alat bantu. Telapak kakinya seperti spiderwoman, melekat pada batang pohon, selangkah naik, selangkah naik.
Nama lengkapnya Rukaiyah. Orang biasa memanggil dengan nama Ibu Kaiyah atau Nenek Kaiyah. Ia perempuan Desa Pegayaman, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali, yang sehari-hari memang bekerja sebagai pemanjat pohon.
Sekitaran bulan Juni 2024 ini, cengkeh di desanya memasuki musim panen. Pucuk-pucuk cengkeh penuh bunga, dan Nenek Kiayah pun bekerja memanjat pohon cengkeh untuk kemudian memetik bunganya di pucuk pohon.
Usianya kini 73 tahun. Namun ia masih tampak begitu kuat memanjat pohon cengkeh yang tinggi, dengan kekuatan yang tak kalah dengan pemanjat-pemanjat yang masih muda.
Nenek Kaiyah naik pohon cengek di Desa Pegayaman, Sukasada, Buleleng | Foto: balisharing.com
Hari itu, Selasa, 11 Juni 2024. Nenek Kaiyah memetik cengkeh di sebuah kebun di belakang Pondok Pesantren Al Amin Desa Pegayaman.
Tampak jelas garis keriput di wajahnya. Rambutnya sudah memutih, Namun
penglihatannya masih sempurna. Pendengarannya juga masih sangat baik. Bicaranya masih jelas. Tentu saja otot dan tulangnya masih kuat, sehingga di sebuah pohon cengkeh di kebun itu, tubuhnya masih tampak gesit, terselip di antara dahan cengkeh, sembari tangannya berpegangan pada cabang yang lebih besar.
Nenek Kaiyah memang dikenal sebagai perempuan spesialis pemanjat pohon. Ia sudah memanjat pohon sejak usianya 15 tahun, dan hingga kini pekerjaan itu masih dilakoninya.
Ia pernah memanjat pohon apa saja. Pohon mangga, wani, bahkan pohon durian yang tinggi menjulang. Pada usia 73 tahun saja, ia begitu gesit dan cekatan memanjat pohon cengkeh. Bisa dibayangkan bagaimana ketika mudanya.
Apa rahasianya sehingga Nenek Kaiyah bisa naik pohon dengan begitu gesit? “Tidak ada. Ya baca bismillah dan sholawat saja,” katanya.
Selasa siang itu, Nenek Kaiyah mulai memanjat pohon cengkeh pukul 07.00 Wita. Ia membawa satu kampil, dengan tali pengikatnya, dan kawat pengait.
Di atas pohon, di ketinggian sekitar 4-5 meter, tangan Nenek Kaiyah dengan lincah memetik bunga-bunga cengkeh. Bunga cengkeh yang kecil-kecil itu dipetiknya dengan cepat, dan itu membuktikan bahwa penglihatannya masih sangat baik.
Perempuan yang punya dua anak itu berdiri atas pohon hingga berjam-jam. Sesekali ia pindah ke dahan lain, lali ke dahan yang lain lagi. Tampak sekali staminanya sangat terjaga dengan baik. Jika tidak baik, barangkali di atas pohon ia bisa oleng karena kelelahan.
Naik pohon cengkeh, dengan ranting dan cabang yang cukup banyak, tentu adalah hal yang mudah bagi Nenek Kaiyah. Karena naik pohon dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi sudah kerap ia lakukan.
Ketika masih muda, ia biasa memanjat pohon wani, mangga, kelapa, dan durian. Ketika ikut transmigrasi ke Kendari, Sulawesi, Nenek Kaiyah bahkan biasa memanjat pohon pinang.
Nenek Kaiyah | Foto: balisharing.com
Bagaimana awalnya Nenek Kaiyah bekerja sebagai pemanjat pohon?
Ketika usianya 9 tahun, Kaiyah muda yatim piatu, karena bapak dan ibunya meninggal dunia. Untuk itulah ia harus bekerja menyambung hidup. Ia harus mencari nafkah sendiri.
Kaiyah muda pun kemudian bekerja sebagai pemanjat pohon. Ia memanjat pohon mangga, wani, durian, dan lain-lainnya untuk memetik buahnya. Ketika banyak warga Pegayaman menanam cengkeh, ia pun juga bekerja memetik bunga cengkeh.
Nenek Kaiyah mengaku dua kali pernah jatuh dari pohon. Tentu hal itu membuatnya sakit, namun kemudian ia sehat kembali.
“Alhamdulillah saya masih disayang Allah, sehingga sehat kembali,” kata Nenek Kaiyah.
Yang cukup lucu, Nenek Kaiyah pernah naik pohon durian yang di atas terdapat sarang tawon. Tentu saja ia panik. Tapi ia bersyukur tidak terjadi apa-apa.
Dan hingga kini ia terus naik pohon. Tak ada ramuan khusus agar ia bisa tetap kuat.
“Ya hidup tenang. Makan seperti biasa, nasi dan sayur-sayuran. Yang penting, terus bergerak, dan memanjat pohon,” ujarnya. [T]
Reporter: Sonhaji Abdullah
Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole