ADA seorang pemuda, usianya 25 tahun, sejak kecil hingga kini tak bosan-bosan mengurus pertanian. Ia bisa disebut petani muda yang serius. Ia tinggal di wilayah Tamblingan, Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali.
Namanya I Komang Edi Juliana. Pernah dengar? Jika belum pernah, bisa cari nama akunnya di facebook, dan di situ akan tampak postingan gambar-gambar yang tak jauh-jauh dari dunia pertanian. Kadang ia mengirim pupuk, meninjau tanaman cabai, wortel, atau sayur-mayur, di sejumlah wilayah perkebunan di Bali.
Ia memang kerap berkeliling ke sejumlah desa di Bali, untuk bertemu petani, ngobrol, atau bekerjasama dengan petani untuk mendapatkan hasil pertanian yang bagus.
Beberapa hari ini namanya muncul di media sosial, bahwa ia terpilih sebagai Pemuda Pelopor Bidang Pangan dari Provinsi Bali yang akan mempresentasikan perjuangan dan upaya-upaya yang dilakukannya untuk meningkatkan produksi pertanian di Bali, secara kualitas maupun secara kuantitas, ke tingkat nasional.
Apa itu Pemuda Pelopor?
Pemuda Pelopor, semacam lomba atau kompetisi, yang diikuti pemuda yang kreatif untuk mewujudkan gagasan menjadi sebuah karya atau kerja nyata. Gerakan kreatif itu dilakukan secara konsisten sehingga mampu memberi nilai dan manfaat bagi sendi kehidupan masyarakat.
Pemuda Pelopor diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, di mana pada tiap-tiap daerah diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, di tingkat provinsi dan kabupaten.
Edi Juliana lolos sebagai Pemuda Pelopor Bidang Pangan di tingkat Kabupaten Buleleng, lalu lolos lagi di tingkat Provinsi Bali sehingga dalam waktu dekat akan ikut secara nasional, dan bersaing dengan Pemuda Pelopor dari masing-masing provinsi di Bali.
Bersama mengolah pupuk kompos
Ada 5 bidang yang dilombakan dalam ajang Pemuda Pelopor ini. Salah satunya adalah bidang pangan. Dan, Edi Juliana, ada bidang pangan, karena memang hal itulah yang selama ini menjadi gerakan yang konsisten ia lakukan.
“Kepeloporan menurut saya sangatlah penting karena arah perubahan berada di tangan pemuda,” kata Edi Juliana, Rabu, 29 Mei 2024.
Peranan pemuda di bidang pangan, kata Edi Juliana, sangatlah penting. Namun, ajang Pemuda Pelopor ini belum begitu populer atau masih asing di telinga masyarakat.
“Kegiatan ini sudah berlangsung sangat lama, saya berharap dari apa yang sudah saya lakukan dapat memantik semangat generasi muda dalam memikirkan isu global dari pangan, seni budaya, lingkungan,sumberdaya alam ,dan pariwisata. tentunya sebagai penguat kecintaan pada bumi pertiwi,” ujar Edi Juliana.
Ketahanan Pangan Hortikultura
Edi Juliana mempresentasikan kepeloporan di bidang pangan melalui program Amerta Giri Lesung. Yakni Ketahanan Pangan Hortikultura (Wortel) Melalui Desa Mandiri Pupuk dan Olahan Berbasis Pangan Sehat.
Edi Juliana memaparkan, ia terus berupaya mengulik dan mencari ciri khas dari desanya di kawasan Tamblingan, Desa Munduk, dan sekitarnya. Dan ia berpikir soal wortel.
“Wortel adalah sayuran nomer dua yang wajib ada di meja makan,” katanya.
Menurut Edi Juliana, petani di dataran tinggi Buleleng sudah terbiasa menanam wortel varietas lokal namun kalah dari wortel berastagi segi harga di pasar. Karena wortel memang penting.
Wortel, kata Edi Juliana, merupakan sayuran yang bisa diolah menjadi apa saja dan memiliki nutrisi vitamin yang kompleks. Dari kegiatan yang ia lakukan, secara tidak sengaja ia membuat bibit wortel lokal pada petak wortel berastagi di lahan miliknya.
Lalu, terjadilah persilangan pada periode dan selanjutnya dari benih tersebut menghasilkan varietas baru, dan varietas baru itu memiliki keunggulan daya simpan lebih lama, rasa lebih manis, warna lebih cantik, dan lain-lain.
Edi Juliana (paling tengah) bersama petani dan juri Pemuda Pelopor
Edi Juliana bercerita, pada masa pandemi harga sayur sempat anjlok sampai tidak ada yang beli. Wortel yang ia tanam sebagian besar menjadi pakan ternak.
“Untuk itulah saya kemudian berpikir, apakah wortel tidak bisa dibuat olahan lain?” katanya.
Akhirnya ia melakukan riset bersama teman mencoba membuat aneka olahan dari wortel seperti nastar, krupuk, mie, bahkan sampai wine wortel. Dan itu berhasil. Dari keberhasilan itu, ia melakukan uji coba pada aneka sayur lain seperti pokcoy, brokoli, dan lain-lain, dan sayur-sayuran itu ternyata bisa dibuat olahan pangan sehat.
“Harapan saya ke depan, karena wilayah desa saya adalah kawasan pariwisata, juga tentu olahan ini bisa dijadikan oleh-oleh khas dari Desa Munduk, Buleleng, selain yang terkenal adalah kopi,” ujar Edi Juliana.
Mandiri Pupuk
Edi Juliana juga mengembangkan program mandiri pupuk. Kebetulan ia adalah produsen kompos organik dengan materi dasar berupa limbah ternak pada kelompok ternak yang ada di desanya.
Kemandirian ini penting, kata Juliana, karena menurunnya kualitas tanah karena aplikasi pupuk sintetis dan pupuk kandang mentah. Untuk itu ia melakukan pengolahan pu[puk organik. Awal mula dari satu pengolahan, kini berkembang menjadi empat tempat pengolahan.
“Saya mendampingi TPST Desa Adat Pemuteran untuk membantu mengatasi masalah pengolahan sampah organik,” ujarnya.
Edi Juliana bersama petani
Menurut Edi Juliana, sampah yang berbahaya di lingkungan masyarakat adalah sampah plastik, tetapi sampah yang berbahaya di tempat pembuangan adalah sampah organik karena sedikitnya SDA yang mau mengolah secara mandiri sampah mereka.
Dalam satu tahun, ketika ia mendampingi TPST Pemuteran ini, tempat pengolahan mampu memproduksi 70 ton lebih kompos organik dan sudah didistribusikan terutama untuk petani di sekitarnya dan juga sudah diedarkan ke beberapa wilayah pertanian di Bali.
Edi Juliana mengatakan, aspek ketahanan pangan yang banyak orang ketahui selama ini hanya berfokus tentang hasil panen, namun kesehatan tanah dan tanaman adalah faktor utama untuk menunjang kesuksesan ketahanan pangan itu.
Untuk itulah ia terus berupaya mengangkat tema kearifan lokal untuk kemandirian desa itu yang telah ia pelajari dan lakukan sejak 2016 hingga sekarang.
“Sekarang kegiatan kepeloporan saya sudah dirasakan oleh lebih dari 500 orang petani di seluruh Bali,” katanya,
Ia juga melakukan gerakan yang bernama Petani Bertaring yaitu petani yang Berbudaya Tangguh dan Berdaya Saing sesuai pedoman kaidah budaya yang adi luhung, yakni Subak.
Untuk menuju Bali Pulau Organik ia juga mengembangkan program Bali Bantu Ayah Lindungi Ibu.
Lahir di Keluarga Petani
Ngomong-ngomong kenapa Edi Juliana, sebagai pemuda, begitu serius mengurus pertanian?
“Ssuka dengan pertanian karena menyadari lahir dan besar di keluarga petani dan lahir negara agraris. Ini membuat saya mencintai pertanian,” kata Edi Juliana.
Tepat pada tahun 2016, ia benar-benar mulai serius pada bidang pertanian sampai saat ini.
“Dunia pertanian sangatlah memiliki peluang besar ke depanya, karena tak satu pun manusia mampu bertahan jika tidak ada makanan,” ujarnya.
Generasi muda kerap menganggap bahwa bertani adalah pekerjaan yang kotor,kumel, dan dekil, sehingga mereka enggan menjadi petani.
“Karena tak banyak yang mau jadi petani, maka, sebagai pemuda, saya merasa memiliki sedikit persaingan di dunia pertanian,” katanya.
Selamat, Edi Juliana, semoga sukses. [T]