KECELAKAAN maut bis Putera Fajar yang mengangkut rombongan pelajar dan guru SMK Lingga Kencana Depok, di Subang, Jawa Barat, untuk study tour mendapatkan komentar dari berbagai pihak. Ada yang berpendapat study tour tidak penting dan memberatkan siswa. Ada juga yang berpendapat study tour berguna untuk menambah wawasan murid terkait dengan objek wisata yang dikunjunginya. Cuma yang agak aneh, mengapa kecelakaan yang menimpa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, yang disalahkan gurunya. Mengapa netizen menghujat guru dengan mengatakan bahwa kegiatan study tour sebagai ladang untuk mencari keuntungan bagi guru. Ini merupakan tuduhan yang menyakitkan bagi guru.
Kecelakaan yang menimpa SMK Lingga Kencana, bukan merupakan kesalahan guru. Itu murni kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak perusahaan trasportasi yang tidak melakukan pengecekan terhadap kesiapan bis yang akan dioperasikan. Dengan kejadian ini, beberapa kepala daerah melarang pelaksanaan study tour. Bagi guru, ada dan tidak ada study tour tidak ada masalah. Tugas guru utama adalah mendidik peserta didiknya menjadi insan cerdas dan beretika. Jangan terlalu merendahkan profesi guru. Ada banyak guru yang berbisnis dan berhasil tetapi mereka tetap menjalankan tugasnya sebagai pendidik.
Pengabdian seorang guru sangat tulus. Ada beberapa daerah yang tidak menghargai profesi guru dengan memberikan gaji di bawah upah minimum regional (UMR). Mengapa kejadian seperti ini netizen diam saja? Netizen bisa membaca dan menulis dan bisa menulis kata demi kata untuk menghujat guru di media sosial karena jasa guru. Jangan lupakan jasa guru terhadap anak bangsa ini. Kecelakaan maut itu terjadi bukan merupakan kesalahan guru. Beranalogi dari kecelakaan tersebut seandainya ada kecelakaan yang menimpa rombongan masyarakat pada saat melaksanakan persembahyangan, apa netizen akan mengusulkan agar persembahyangan ditiadakan? Itu usulan yang irasional.
Kalau ada kebijakan kepala sekolah dan memaksa siswa itu untuk mengikuti study tour dan memungut biaya kepada siswa yang tidak ikut study tour, itu merupakan tindakan yang keliru. Hal inilah yang seharusnya dibenahi bukan menghujat guru dan merendahkan guru di ruang publik. Tanggung jawab guru sangat penting dan sudah dibuktikan oleh sejarah. Pada saat covid 19, pembelajaran dilakukan secara daring. Peran orang tua pada saat covid 19 menggantikan peran guru dalam pendampingan pembelajaran. Banyak orang tua guru yang mengeluh dan menyatakan tidak sanggup mendampingi anaknya dalam belajar di rumah. Ini bukti peran guru sangat vital dalam mencerdaskan anak bangsa. Ada studi kasus kecelakaaan study tour, netizen menghujat guru dan merendahkan martabat guru di ruang publik dan didepan anak didiknya.
Dengan kejadian kecelakaan ini, masalah semakin melebar. Ada usulan untuk menghentikan dana bantuan operasi sekolah (BOS). Mereka beranggapan dana BOS banyak yang dikorupsi. Seandainya itu benar, penilepan dana BOS tidak dilakukan oleh semua guru, mungkin ada satu dua guru dan kepala sekolah menyelengkan penggunaan dana BOS. Guru yang Ikhlas mengabdi masih banyak. Tuduhan itu tentu menyakitkan bagi guru yang sudah bertugas mencerdaskan anak bangsa di negeri ini.
Dalam ajaran Hindu Bali, hujatan dan ujaran kebencian kepada guru merupakan bentuk alpaka terhadap guru pengajian (guru yang mengajar di sekolah). Hujatan yang dilakukan netizen merupakan perilaku tidak hormat kepada guru. Siswa dan mantan siswa berdasarkan ajaran Hindu seharusnya menghormati gurunya. Guru telah memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Jangan dengan adanya kasus kecelakaan bis saat siswa study tour, netizen menghujat guru secara membabi-buta. Guru itu merupakan agen pembaharuan dan peran guru sangat penting dalam mencetak sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Hormati guru karena mereka telah berjasa mencerdaskan anak bangsa. [T]
Baca artikel lain dari penulis SUAR ADNYANA