TAK boleh leha-leha. Bali menghadapi serangkaian tantangan serius terkait krisis air. Ini diperparah oleh perubahan iklim dan pertumbuhan industri pariwisata yang tidak terkendali.
Tantangan serius terkait krisis air, antara lain tingkat air tanah yang terus menurun, eksploitasi sumber daya air, dan kurangnya kesadaran akan keberlanjutan lingkungan menciptakan ketidakseimbangan yang mengancam ketersediaan air tanah di pulau ini.
Apa yang harus dilakukan? YayasanIDEP memperkenalkan Bali Water Protection (BWP). Program ini bertujuan memperkuat model manajemen sumber daya air di Provinsi Bali, dengan fokus pada komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat. BWP menjadi langkah strategis untuk meningkatkan ketahanan air dan membangun kesadaran masyarakat terhadap isu-isu kelangkaan air dan dampak perubahan iklim.
Tindakan nyata dilakukan di Desa Munduk, Kecamatan Banjar, Buleleng. Di Munduk, Yayasan IDEP bekerjasama dengan Politeknik Negeri Bali didukung oleh Save the Children Indonesia membangun dua sumur pemanen air hujan (sumur imbuhan).
Dengan adanya sumur di desa tersebut, langkah-langkah konservasi ekosistem air tanah yang berkelanjutan tetap dibutuhkan. Bersaman dengan perayaan Hari Air Sedunia pada hari Jumat, 22 Maret 2024, IDEP juga menyelenggarakan kegiatan sosialisasi sumur pemanen air hujan, penanaman pohon, temu jurnalis, dan diskusi publik di Pura Desa/Puseh Desa setempat.
“Fungsi dari sumur ini adalah mengembalikan air hujan ke dalam tanah yang selama ini menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki daya serap tanah yang tidak begitu baik di beberapa lokasi. Munduk termasuk lokasi yang memiliki area serapan yang baik. Selain itu, air tanah yang diserap di lokasi Munduk akan diterima dan dimanfaatkan oleh Buleleng bagian utara dan bagian selatan,” kata Muchamad Awal selaku Direktur Eksekutif Yayasan IDEP.
Penanaman pohon dilakukan dengan melibatkan masyarakat desa setempat secara aktif untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi langsung dalam pelestarian air tanah. Ada pun kelompok masyarakat yang terlibat adalah Kelompok Tani (Poktan) lokal dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Melalui keterlibatan kelompok ini ada harapan supaya tercipta sinergi yang berkelanjutan antara pelestarian tanah, pertanian berkelanjutan, dan kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, kegiatan tersebut menjadi model inovatif yang dapat diadopsi oleh komunitas di wilayah-wilayah Bali yang menghadapi tantangan serupa. Pemilihan varietas tanaman juga Menyesuaikan dengan karakteristik lingkungan lokal dan penerapan teknik penanaman yang efektif akan menjadi fokus utama untuk menciptakan model yang terukur dan berhasil.
“Di hari ini kita juga melakukan kegiatan penanaman, bagi-bagi bibit kopi, dan diskusi. Kenapa memilih bibit kopi untuk dibagikan, karena masyarakat setempat merasa perlu untuk melengkapi varietas yang lain yakni kopi sebagai tanaman yang dapat menahan dan menyerap air sehingga bisa memperkuat permukaan tanah dan menghindari dari longsor,” katanya. [T][ado/Rls]
Editor: Adnyana Ole