Sekilas tentang Musik Klasik
KETIKA saya menonton acara konser piano hari Minggu, 3 Maret 2024, yang bertempat di Gedung Pusat Yamaha, Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Saya benar-benar terpukau. Memang itu bukan kali pertama saya menonton pertunjukkan musik klasik. Tetapi acara kemarin membuat saya terdorong untuk tahu lebih banyak tentang musik klasik secara umum, dan berniat menulis sebuah catatan pendek sebagai apresiasi.
Usai acara saya pulang, kemudian sampai di rumah masih sempat mencari bahan tentang musik klasik dan mengumpulkan niat sembari mencari ide untuk menulis semacam apresiasi sekaligus liputan kecil.
Pengetahuan tentang musik klasik tentu saja telah banyak berteberan di Google, tetapi tiba-tiba saya teringat satu sastrawan besar Indonesia yang serba bisa; alm. Remy Sylado, yang selain seorang novelis, penyair yang unik karena mempopulerkan apa yang disebut “puisi mbeling” (gaya puisi yang nyeleneh tetapi sangat berpengaruh terhadap dunia perpuisian Indonesia kemudian), juga seorang musisi. Beliau pernah menulis satu buku yang bagus berjudul Menuju Apresiasi Musik, yang diterbitkan Penerbit Angkasa Bandung, kira-kira terbit tahun 80-an.
Buku Remy Sylado ini sangat menarik. Membacanya membuat saya mendapat banyak sekali pengetahuan tentang musik, sejarah musik, dan kisah-kisah tentang para tokoh musik dari awal hingga era kontemporer. Agaknya ini menjadi buku penting yang perlu dicetak ulang kemudian dibaca oleh kalangan umum dan para pecinta musik pada umumnya, terutama mereka yang tertarik pada musik “adiluhung” atau klasik.
Sudut pandang Remy Sylado dalam menceritakan tentang sejarah perkembangan musik terarah ke dua hal; yaitu musik sebagai seni dan pentingnya seorang seniman.
Istilah klasik dijelaskan oleh Remy Sylado dalam tiga hal, yaitu; pertama, klasik merujuk ke karya kesenian masyarakat Yunani sebelum masehi, kemudian kedua, klasik yang merujuk ke semua karya musik yang bermutu tinggi, seperti karya Mozart, Bach, Beethoven, dst, dan terakhir klasik yang merujuk ke karya-karya musik kurun setelah masehi.
Jadi, musik klasik yang beberapa lagunya dimainkan di konser piano kemarin termasuk dalam pengertian klasik yang kedua, yaitu sebagai karya musik yang bermutu tinggi.
Berbicara musik memang menarik, apalagi yang membicarakannya seorang sastrawan besar seperti Remy Sylado. Saya terpesona sekali mengikuti bab demi bab, tiap hal dijelaskan dengan mengalir dan hidup, sangat membuka wawasan saya.
Topiknya bukan hanya seputar sejarah musik secara umum, tetapi perkembangan dan persinggungannya dengan konteks yang lebih luas, serta diceritakan tokoh-tokoh seniman musik yang berperan pada zaman tertentu beserta pergaulannya dengan seniman lain dari seni berbeda, seperti lukis dan sastra. Kisah hidup para seniman pun disinggung, walaupun hanya satu dua paragraf sudah cukup berkesan bagi pembaca.
Membaca buku Remy Sylado membuat saya tahu, bahwa seniman musik dan komponis, mereka tidak sedikit yang berteman dengan seniman lain dari disiplin seni yang berbeda, misalnya, Chopin, ia berteman dengan penyair Heine dan pelukis Delacroix, atau Igor Fyodorovitch Stravinsky, pelopor musik kontemporer, selain mahir main piano, ia juga memimpin orkes dan mengarang sejumlah buku, ia juga berkawan dekat dengan seniman sastra, pelukis, dan seniman teater, antara lain; Picasso, Auden, Gide, Cocteau, dan lain-lain.
Saya juga akhirnya faham, ternyata musik dan seni lain begitu dekat, bahkan musik dengan puisi amat dekat. Banyak seniman musik klasik yang menggubah puisi ke dalam lagu, di Indonesia kita mengenal Ananda Sukarlan.
Di awal buku, Remy Sylado menjelaskan bahwa musik adalah bagian kebudayaan umat manusia yang paling tua. Semua bangsa di dunia memiliki musik dan lagu kebangsaan. Ada musik dan lagu yang dikenal nama penciptanya, ada pula yang tidak dikenal. Musik klasik yang sekarang banyak dimainkan termasuk golongan musik yang dikenal, dan karena dikenal maka menjadi bahan pembelajaran di sekolah-sekolah musik.
Kemudian dalam setiap bab diceritakan perkembangan dari musik yang awalnya digunakan sebagai ritual masyarakat primitif maupun agama—yang masih bersifat kebersamaan—ke perkembangan musik yang bersifat indivual dan bersumber dari pengalaman pribadi, seperti musik klasik dan kontemporer.
Musik klasik dan kiprah seniman agaknya menjadi pembahasan yang panjang hampir separuh lebih membahasnya. Semua ditulis dengan lancar, padat, dan berkesan. Saya sangat tercerahkan ketika membaca buku tersebut, dan menambah “rasa” saya usai menyaksikan konser piano kemarin.
Mereka yang Terbaik di Piano Klasik Indonesia
Konser piano yang berlangsung pada hari Minggu, 3 Maret 2024 kemarin, yang bertempat di Gedung Pusat Yamaha, Jl. Gatot Subroto, Jakarta, agaknya menjadi panggung bagi mereka yang terbaik di piano klasik.
Acara tersebut menghadirkan pianis klasik muda terbaik Indonesia usia di bawah 15 tahun, para pemenang Ananda Sukarlan Award 2023. Mereka berkumpul bersama pendiri kompetisi musik klasik paling tua dan paling bergengsi di Indonesia saat ini, Ananda Sukarlan sendiri, sang Maestro Indonesia penyandang anugerah gelar kesatriaan tertinggi dari dua negara, yaitu Cavaliere Ordine della Stella d’Italia dari Presiden Sergio Mattarella, dan tahun lalu dari Kerajaan Spanyol, Real Orden de Isabel La Catolica.
Beliau Ananda Sukarlan membuka acara tersebut dengan menghadirkan karyanya yang sangat unik berjudul; “Amelia Thinks Classical Music is Boring” (Bagi Amelia, Musik Klasik itu Membosankan). Dengan kejeniusannya, ia menggabungkan tiga lagu yang sangat populer, yaitu Fur Elise (Ludwig van Beethoven), La Campanella (Franz Liszt) dan “Oh, Amelia”, lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud.
Dengan satu tangan Ananda Sukarlan memainkan satu lagu, sedangkan tangan lain satunya memainkan lagu yang berbeda, sehingga untuk menyimaknya pun membutuhkan konsentrasi dan fokus yang tinggi. Mendengar dua lagu yang dimainkan pada saat yang bersamaan menggunakan dua tangan, sungguh membuat saya terpukau sekaligus “diajak sunyi” untuk benar-benar bisa menangkap dan menghayati permainan itu.
“Ini memang saya ciptakan untuk mengasah telinga penonton dan mengasah ketajaman fokus, hahaha …,” komentar Ananda setelah memainkannya disusul tawa. “Saya menuliskannya sewaktu pandemi, banyak waktu kosong untuk bikin sesuatu yang agak out of the box,” lanjutnya. Saya mendengarnya sembari tersenyum sendiri, benar adanya, saya dibuatnya masuk ke dalam “sunyi” untuk benar-benar cermat menyimaknya.
Kemudian Ananda Sukarlan melanjutkan dengan memperkenalkan para pianis satu per satu untuk menunjukkan kebolehannya, diiringi tepuk tangan meriah dari 100 penonton lebih yang memenuhi ruangan konser. Beberapa yang menonjol antara lain:
Yonggi Fayden Cordias Purba, yang baru berusia 14 tahun baru saja memenangkan Juara ke-3 di The 11th Hong Kong International Youth Performance Arts. Juara I dan II adalah para pianis asli Hongkong. Yonggi Purba adalah siswa Grade 6 di KITA Anak Negeri, Depok di bawah asuhan Devina Novia Ferty. Di Hong Kong, Yonggi menampilkan Rapsodia Nusantara no. 6 karya Ananda Sukarlan, yang ditulis dan didedikasikan untuk korban tsunami Aceh.
Kemudian Victor Clementius Ditra (15 tahun) menampilkan “Variasi Bangun Pemudi Pemuda”, lagu Alfred Simanjuntak yang, seperti Satu Nusa Satu Bangsa dan Naik Delman yang dikemas secara virtuosik menjadi karya piano klasik yang sangat menantang. Selain itu, Victor dan Callista Kertalesmana (12 tahun) masing-masing juga memainkan satu nomor Rapsodia Nusantara.
Ananda sudah menulis Rapsodia Nusantara sejak tahun 2006, dan kini telah berjumlah 40 lebih, masing-masing mengambil tema dari lagu-lagu daerah satu propinsi di Indonesia. Victor memainkan no. 1 berdasarkan lagu Jali-Jali dan Kicir-kicir dari Betawi, sedangkan Callista no. 20 berdasarkan “Padhang Wulan” dari Jawa Tengah, menggunakan teknik “repeated notes” yang memberi efek yang sungguh luar biasa dari piano. Permainan mereka menunjukkan kematangan interpretasi, teknik dan musikalitas yang jauh melebihi usia mereka.
Melihat para pemain yang rata-rata masih anak-anak membuat saya jadi gentar dan berpikir-pikir heran, kok bisa ya mereka memainkan musik begitu. Tetapi rupanya hal itu wajar di dalam sejarah para tokoh musik klasik. Ketika saya membaca buku Menuju Apresiasi Musik karya Remy Sylado, menjadi teranglah keheranan saya itu. Misalnya, dalam bab Tiga Orang Klasik, diceritakan tentang Johann Wenzel Anton Stamitz dari Cekoslovakia, Franz Joseph Haydn dan Wolfgang Amadeus Mozart, keduanya dari Austria.
Mozart telah cekatan sekali memainkan piano ketika ia masih berumur empat tahun, digambarkan dalam buku tersebut, sekali saja Mozart mendengar karya Bach, ia sanggup menghafalnya di luar kepala. ia naik ke atas panggung dengan digendong orang, karena kakinya masih tergantung di atas kursi, tetapi ia memainkan karya Bach itu tanpa salah sedikit pun.
Konser kemarin sebetulnya adalah peluncuran resmi Kompetisi Piano Nusantara Plus, kompetisi yang selain bertujuan untuk menguji teknik dan artistik para pemusik, utamanya untuk menumbuhkan apresiasi terhadap musik karya para komposer Indonesia.
Kata atau tanda “Plus” (+) menandakan bahwa kompetisi ini terbuka untuk semua instrumen dan vokal klasik (tembang puitik) yang bergabung dengan pianis, juga musik kamar dengan piano (termasuk piano duet).
Maksimum jumlah pemain yang ikut dalam grup adalah lima orang. Kompetisi ini diadakan di beberapa kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Depok, Bekasi, Bogor, Bandung dan Palembang mulai Agustus 2024 ini.
Dalam acara peluncuran kompetisi dengan konsep baru kemarin, Yonggi tampil bersama beberapa pianis lainnya, dan tiga di antaranya adalah para pemenang Ananda Sukarlan Award 2024, kompetisi musik klasik paling tua dan bergengsi di Indonesia. Osten Cristo Harianto (14 tahun) menampilkan “Variasi Satu Nusa Satu Bangsa”, yaitu lagu ciptaan L. Manik, dan juga “Toccata on Naik Delman”.
Sebelum memenangkan Juara I Ananda Sukarlan Award – Young Artist Category tahun 2023, Victor (lahir 1 Maret 2008) juga telah menjuarai Universitas Pelita Harapan (UPH) Piano Competition 2022, dan juga meraih juara ke-2 TRUST Concerto Piano Competition 2022, serta setahun sebelumnya meraih Gold and Top Scorer Award di Indonesia International Young Musician Award 2021.
Saat ini, ia masih menekuni piano dengan Randy Ryan (pemenang Ananda Sukarlan Award 2012, yang kemudian kuliah dan lulus di Juilliard School di New York dan Peabody Institute of Johns Hopkins University di Baltimore) dan Wilson Chu.
Osten Cristo Harianto menyukai musik klasik sejak kecil dan telah belajar piano sejak berusia 6 tahun. Osten meraih hadiah pertama di Kompetisi Musik Internasional Osaka di Jepang tahun 2019, dan dia juga meraih juara ke-2 dalam kategori lanjutan Kompetisi Piano Internasional Feurich secara langsung di awal tahun 2020.
Selanjutnya, ia terus belajar di masa pandemi dan meraih Platinum Prize di 2nd WPTA Singapore Piano Competition, serta menjuarai Ananda Sukarlan Award sebagai penerima penghargaan interpretasi musik Indonesia terbaik tahun 2020.
Di awal tahun 2021, ia mengumpulkan Juara 2 Danubia Talent dan General Council Award dalam Kompetisi Piano Chopin Avenue. Selain sebagai solois, Osten juga gemar berkolaborasi dengan musisi lain.
Pada tahun 2020, debutnya di konser dianugerahi hadiah ke-5 di Putra International Piano Competition, Malaysia. Selain itu, ia dan rekan duonya berhasil meraih hadiah emas dalam kategori duo piano di Kompetisi Piano WPTA Singapura ke-3 pada tahun 2021, dan dianugerahi sebagai pemenang pertama dalam kategori terbuka piano duo oleh Kompetisi Musik London.
Setelah pandemi, pada tahun 2022, Osten memenangkan hadiah ke-3 piano solo di Kompetisi Piano Nasional UPH. Kemudian di awal tahun 2023, Osten berhasil meraih Juara I di Jean Sibelius International Competition. Prestasi terakhirnya adalah meraih juara 1 Ananda Sukarlan Award pada Mei 2023 kategori Junior.
Callista Kertalesmana, lahir 12 September 2011, mulai belajar piano sejak berusia 4,5 tahun di Sekolah Musik Yamaha dan juga privat dengan bimbingan dari Aldora Davita sampai sekarang.
Callista telah meraih juara ke-3 Ananda Sukarlan Award 2023, Juara Pertama Kompetisi Piano La Pianista 2023, Juara pertama Kompetisi Piano Yamaha Nasional Tingkat 2022, Hadiah Utama Kompetisi Piano online PCM ke-4 2022, Juara ke-4 WPTA Spanyol IPC 2022, Penghargaan emas pada 2nd WPTA Indonesia 2022, Juara ke-3 di Piano Internasional Chopin Avenue Kompetisi 2022 dan Juara 3 Kompetisi Piano Yamaha Nasional Tingkat 2021.
Selain Yonggi dan tiga pemenang Ananda Sukarlan Award 2023, ada penampilan dari berbagai pianis cilik sangat berbakat lainnya, yaitu Yohana Heny Calysia Gultom, Tijan Makenna Ri Kesatu, Candy Lieve Tilana Lim, Axelle Dimaz Khan Ristyoputra, Aurelia Angeline Arief Tanubrata, Jose Tumpal Pakpahan, Reinard Sunardi dan Alfonsus Jastin Dat Malem Surbakti.
Konser spektakuler kemarin ditutup oleh Ananda Sukarlan, ia memainkan karya yang ia ciptakan hanya untuk dimainkan dengan satu tangan saja, yaitu tangan kiri. Karya yang berjudul “Satu Tangan, Satu Jiwa, Untuk Indonesia” ini adalah ciptaannya setelah bekerja sama dengan penyanyi Once Mekel dan Yenny Wahid, saat merekam lagu mereka berjudul “Untuk Indonesia”.
Karya ini mengambil melodi dari lagu tersebut, dan memang diciptakan untuk pianis dengan disabilitas yang tangan kanannya tidak bisa berfungsi. Walaupun dimainkan dengan satu tangan, karya ini berbunyi laiknya dimainkan oleh dua, bahkan kadang terasa seperti dimainkan tiga tangan.
Pentingnya Pendidikan Musik dan Manfaatnya
Musik telah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia selama berabad-abad, tentu saja karena musik mampu menjadikan manusia rileks, gembira, dan merasa lebih baik. Seperti juga sastra atau seni yang lain, musik dalam perkembangannya mulai dipelajari sebagai bukan hanya seni, tetapi praktik.
Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian menunjukkan bahwa belajar memainkan alat musik dapat memberikan dampak positif pada kehidupan seseorang. Bahkan pada anak-anak musik dapat meningkatkan prestasi akademisnya di sekolah. Salah satu instrumen yang terbukti memiliki dampak positif terhadap prestasi akademik adalah piano.
Selain itu, bermain piano bisa menjadi salah satu bentuk pelepas stres. Di dunia yang serba cepat saat ini, anak-anak seringkali mengalami banyak stres, baik dari sekolah, kegiatan ekstrakurikuler atau tekanan sosial lainnya. Bermain piano dapat memberikan istirahat yang sangat dibutuhkan dan dapat membantu anak-anak untuk bersantai dan bergembira. Hal ini menurut penelitian dapat berdampak baik pada kesejahteraan dan kinerja akademis mereka secara keseluruhan.
Ada juga manfaat sosial yang signifikan dari pelajaran piano, yaitu memunculkan kepekaan rasa ketika berhadan dengan orang lain, misalnya lewat gelombang suara seseorang, dst. Belajar bermain piano memerlukan latihan, yang bagi orang kurang berbakat mungkin tidak pernah mudah, apalagi dilakukan sendiri tanpa guru. Maka, pendidikan musik sangat penting bagi mereka yang meminati musik, sehingga aktivitas sendiri tadi tidak semata-mata sendiri, tetapi bisa bersifat sosial.
Bermain piano juga bisa menjadi aktivitas sosial, misalnya, pelajaran piano seringkali melibatkan resital, yang memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tampil di depan orang lain dan menerima umpan balik atas permainan mereka. Hal ini dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosialnya, seperti komunikasi dan kerja tim, yang sangat penting untuk keberhasilan dalam berbagai bidang kehidupan mereka, termasuk prestasi akademis di sekolah.
Selain itu, pendidikan musik di sekolah atau tempat les dapat menjadi cara bagi anak-anak untuk terhubung dengan orang lain yang memiliki minat yang sama. Hal ini dapat membantu anak-anak mengembangkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki, yang dapat berdampak positif untuk kehidupan mereka secara keseluruhan.
Tidak ada keraguan bahwa pelajaran piano dapat memberikan dampak positif pada prestasi akademis dan kesejahteraan anak, sebab hal itu telah terbukti melalui penelitan. Dari manfaat kognitif dan emosional hingga manfaat sosial. Belajar bermain piano dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan dan kemampuan penting yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan mereka.
Kesimpulan
Dari menonton acara konser musik klasik, kemudian membaca buku tentang pengetahuan dan sejarah musik, saya merasa satu hal lagi yang penting, yaitu pendidikan musik. Bagi saya, ketiga hal itu tidak terpisahkan bagi mereka yang ingin berkecimpung dalam dunia musik, apresiasi musik, atau sekedar hobi menekuni musik.
Bagi orang umum, membaca pengetahuan musik dan mendengarkan musik dari rekaman tentu saja sudah cukup. Tapi bagi sebagian yang lain, terasa tidak puas kalau tidak menonton konser musiknya secara langsung. Bagi sebagian yang lainnya lagi, yang merasa berbakat dan ingin mendalami musik, pendidikan musik terasa sangat dibutuhkan. Sekarang tergantung kepada masing-masing orang, ingin menjadi penikmat, penggemar, kritikus musik atau seniman.[T]