BUSTER SCRUGGS bisa menembak dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia bisa menumbangkan banyak musuh bahkan sebelum mereka sempat berkedip. Buster juga bisa menembak dari pantulan cermin.
Tapi ini bukan tentang koboi yang dikenal (di antara julukan lainnya) sebagai San Saba Songbird—yang mengendarai barisan berdebu sambil memetik gitar hitam Gene Autry dengan pukulan mematikan—dalam film The Ballad of Buster Scruggs (2018) itu, ini tentang gadis penembak 10 Meter Air Rifle Women Youth—yang sudah menembak sejak remaja.
Malam yang hangat di Kelurahan Kampung Kajanan. Jalan Hasanudin tampak ramai. Kendaraan hilir-mudik dengan kecepatan yang terukur, meski kadang klaksonnya agak mengagetkan dan menyebalkan. Beberapa kendaraan terparkir rapi di sisi trotoar. Azan Isya baru saja berkumandang.
Di depan Balai Masyarakat, anak-anak bermain, bercanda, dan bergembira. Dalam suasana seperti itulah, Lovely menceritakan perjalanannya menjadi atlet menembak.
Di ruang tamu dengan rak yang penuh buku tua—di sana ada dua jilid Capita Selecta Mohammad Natsir terbitan lama—dan foto-foto lama juga, dengan mengenakan kaos Perbakin, anak gadis itu duduk dengan tenang. Sesekali ia memainkan gawainya, sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang dirinya. Kadang ia tersenyum, tertawa, di sela jawabannya sendiri.
Gadis penyandang nama Lovely Shira Aurelia itu, sebelum menembak, saat masih duduk di bangku MI Terpadu Mardlatillah, ia fokus dalam dunia akademik. Ia langganan mewakili sekolahnya dalam olimpiade mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan sosial. Namun, jalan hidup seseorang tidak ada yang tahu, saat hendak lulus sekolah dasar, ia memutuskan mencoba dunia baru: menembak.
“Dulu saya fokusnya di bidang akademik—walaupun pernah ikut renang, pimpong. Tapi karena adik saya jadi atlet, orang tua menyarankan untuk mencari skill baru. Akhirnya, dari banyak bidang, saya memilih menembak,” Lovely membuka cerita.
Lovely saat menembak | Foto: Dok. Lovely
Menembak termasuk dalam cabang olahraga yang dipertandingkan dalam olimpiade modern pertama di Athena pada 1896. Dari hanya lima nomor, saat ini menembak berkembang menjadi 15 nomor, yang terdiri dari tiga disiplin, yakni senapan, pistol, dan shotgun.
Awalnya, menembak adalah kompetisi terbuka. Hingga pada Olimpiade 1984 di Los Angeles yang mempertandingkan nomor khusus putri. Kompetisi senapan dan pistol digelar di shooting range, di mana para atlet membidik target dengan jarak 10, 25, dan 50 meter. Untuk kompetisi shotgun, para atlet menembak sasaran dari tanah liat yang dilemparkan ke berbagai arah dengan sudut yang berbeda.
Sedangkan di Tanah Air, sejarah olahraga menambak tidak lepas dari orang-orang Belanda dan Tionghoa. Sebagaimana di Inggris, aktivitas menembak sebagai rekreasi dibawa masuk orang Belanda ke Indonesia pada permulaan abad ke-20 dalam bentuk kegiatan berburu.
Namun, karena kegiatan tersebut berada di garis batas dengan aktivitas perburuan liar yang mengancam hewan langka, pada 1931, sekelompok elit Belanda dan Tionghoa mendirikan perkumpulan pemburu bernama Nederlandsch-Indische Jagersgenootschap (NIJG).
Pada 1946, pasca-pendudukan Jepang, pria Belanda bernama L. Wesselius dan J. Olivier mencoba menghidupkan kembali perkumpulan menembak dengan nama De Indische Jager. Tapi bubar pada tahun 1950.
Di tahun yang sama, untuk menampung para penghobi menembak dan berburu, beberapa orang pribumi, Belanda, dan Tionghoa, mendirikan Perhimpunan Olahraga Perburuan Indonesia (PORPI).
Saat Olimpiade Roma 1960, Kapten (Pnb) Sanusi Tjokroadiredjo menjadi atlet menembak pertama Indonesia di kejuaraan tersebut dengan mendaftarkan diri di nomor Free Pistol 50 Meter putra menggunakan nama Perbakin. Namun, hingga setahun setelahnya, Persatuan Membak dan Berburu Seluruh Indonesia (Perbakin) resmi didirikan.
***
“Saya menembak awalnya karena coba-coba. Saat itu ada seorang guru saya yang anak laki-lakinya belajar menembak. Dari sana saya ingin ikut. Eh, tahunya nyaman,” ujar Lovely. Bisa dikatakan Lovely belajar menembak sejak remaja—sejak usia 11 tahun. Ia mulai belajar dasar-dasar menembak menjelang lulus sekolah dasar. Kali pertama ia latihan pada kisaran tahun 2019.
Sebagaimana umumnya seorang pemula, Lovely remaja terlebih dahulu belajar bagaimana sikap menjadi seorang penembak, mengangkat senjata, memompa senapan, mengisi peluru, sampai membidik sasaran. Menjadi seorang atlet menembak bukan soal yang gampang. Dibutuhkan banyak hal, dari mulai alat-perlengkapan, skill, mental, sampai manajemen emosi.
Dalam menembak, kata gadis yang saat ini duduk di bangku kelas X SMA Negeri 4 Singaraja (Foursma) itu, setiap penembak harus memiliki ketenangan, ketahanan, dan pengontrolan diri yang ditopang dengan fisik yang baik serta keseimbangan besar yang terkontrol dan aktif.
“Menembak itu hasilnya jelas. Kita tahu bagus-tidaknya bidikan itu kan dari skor. Sedangkan saya merupakan tipe orang yang senang menjadikan angka sebagai tolok ukur,” tuturnya.
Baginya, olahraga menembak adalah satu olahraga yang sangat menantang. Jika biasanya olahraga lain memerlukan tenaga yang kuat, dalam menembak jusru sebaliknya. Menurut Lovely, menembak haruslah datar. Maksudnya, saat menembak, perasaan senang, sedih, marah, maupun emosi tidak boleh berlebihan, agar tidak mempengaruhi bidikan.
Pada umumnya, ada dua teknik dasar yang harus dikuasi seorang atlet dalam latihan menembak, yakni teknik posisi dan teknik membidik. Teknik posisi terdiri dari posisi kaki, posisi badan, posisi lengan kanan, posisi lengan kiri, posisi kepala, posisi tangan kanan.
Sedangkan teknik membidik terdiri dari pengambilan posisi yang benar, penarikan trigger, koordinasi antara menembak dan daerah bidikan, follow through, pernapasan, dan latihan menembak. Dan Lovely sudah melewati itu semua.
“Satu tahun setelah latihan menembak, saya sudah berani mengikuti kejuaraan,” katanya. Pada tahun 2020, saat masih duduk di bangku SMP, Lovely mengikuti kejuaraan National Jateng Open Online Shooting JOSS—ia tiap tahun rutin mengikuti kejuaraan ini. Lalu Kejurnas Piala Panglima TNI 2020; Air Gun Baladika Open Championship 2020; dan Online Est dan Paper Target di Jakarta.
Pada tahun 2022, gadis manis kelahiran Singaraja, 14 Januari 2008, itu meraih Juara III dalam ajang HUT Bhayangkara ke-76 Polres Buleleng. Setahun setelahnya, Lovely mengantongi gelar Juara II 10 M Air Rifle Individual Puteri Tingkat SMP Porsenijar Provinsi Bali.
Di tahun yang sama, atlet yang mengidolakan penembak jitu Savitri Mirzaeila itu, berada di peringkat 14 Kejuaraan Menembak Tingkat Nasional Gubernur DKI Jakarta Cup 2023. Lalu Peringkat 17 Kejurnas Menembak ARM Youth Bank DKI Cup 2023, dan Juara I dalam Kejuaraan Menembak Perbakin Buleleng Cup V 2023.
“Saya menduduki peringkat 17 pada kategori 10 M Air Rifle Women Youth Qualification yang dilaksanakan 1 November 2023. Dari minimum skor yang ditentukan, yakni 606, skor yang mampu saya capai 604,7. Kurang sedikit lagi saya lolos seleksi PON tahun ini di Aceh,” katanya menjelaskan.
Lovely bersama para atlet menembak lainnya di ARM Youth Bank DKI Cup 2023 | Foto: Dok. Lovely
Terkait kejuaraan tersebut, pada saat pelatihnya memberikan informasi, sebenarnya Lovely merasa gamang dan ragu untuk mengikuti. Ia merasa teknik menembak yang dikuasainya belum maksimal.
Apalagi, setelah sampai di Jakarta, ia mengalami kejadian tak terduga, alat menembaknya tertinggal di hotel. Tetapi beruntung, saat itu ada atlet Bali yang melakukan latihan di sana, jadilah ia menggunakan alat orang lain, yang mungkin sentuhannya tak seperti miliknya sendiri.
“Banyak pihak yang mendukung, orang tua, guru, termasuk pelatih. Saat saya mendapat peringkat 17 nasional, pelatih saya kasih dukungan, katanya masih ada kesempatan di lain waktu, dan perjalanan masih panjang,” ujarnya.
Menembak bisa dikatakan sebagai cabang olahraga yang mahal. Sebagai seorang atlet, mau tidak mau, Lovely harus memiliki peralatan sendiri, dari mulai setelah pakaian, sepatu, senapan laras panjang, peluru, sampai kertas target. Sebab, menurutnya, setiap atlet harus mengenal dengan baik alat-alatnya sendiri. “Jadi, alat itu tidak bisa dipakai bergantian,” tuturnya.
Meski demikian, ia bersyukur lahir di keluarga yang selalu mendukung apa yang ia minati dan tekuni. Kedua orang tua Lovely sangat bersemangat menjadikannya sebagai atlet profesional. Bahkan, saat latihan, tak jarang ibunya mengantarkannya dengan mengendarai sepeda motor dan membawa peralatan lengkap.
Sedangkan menurut ibunya, dukungan terbesar yang mendorong Lovely jadi penembak adalah papanya, Arif Budiman. “Terutama untuk ketenangan dan rasa percaya diri yang harus ditanamkan dalam diri Aurel,” ujar Shinta Istihsan, ibu Lovely.
Selama ini, saat latihan maupun kejuaraan, Lovely mengaku tidak pernah mengalami insiden yang mencelakakan diri sendiri maupun orang lain. Sebab, selain tekun belajar teknik menembak, tampaknya ia juga sudah memahami filosofi menembak di luar kepala.
Ia selalu mengingat dasar pengetahuan yang harus dipegang setiap penembak, yakni tidak boleh mengarahkan ujung senapan kepada setiap orang—walaupun tak berisi peluru. “Itu prinsip yang harus kami pegang,” sambungnya.
Saat ini, Lovely berada di kelas Arm Women Youth. Dam dalam waktu dekat ini, Lovely sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Porjar Provinsi Bali 2024 dan Pekan Olahraga Provinsi Bali tahun depan. Ia ingin mengikuti jejak seniornya dari Buleleng, Savitri Mirzaeila, yang sudah pernah mencoba arena tembak di Pekan Olahraga Nasional.
Sekadar informasi, pada Porprov 2022, Buleleng memboyong 3 medali emas di cabor menembak. Medali emas pertama disumbangkan Savitri pada nomor pertandingan 50 M Rifle 3 Positions Women Team bersama dua rekannya, Putu Mia Loviani dan Ni Ketut Eni Meinawawati.
Malam kian beranjak. Tapi anak-anak masih saja ramai berlarian di pinggir remang Jalan Hasanudin. Balai Masyarakat itu tampak sepi, padahal sehari sebelumnya orang-orang mengular di sana—antre menentukan pilihan pemimpin dalam Pemilu 2024.
Waktu melesat seperti peluru atlet menembak. Lovely mengambil sebotol kecil air minum yang terletak di atas meja ruang tamu, sesaat setelah ia menutup cerita dengan senyum dan tawa riangnya. Ia atlet yang berbakat.[T]
Baca juga artikel terkait TOKOH atau tulisan menarik lainnya JASWANTO
Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana