28 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Kapitan Lie Eng Tjie, Rumah Besar dan Jejak Kampung Pecinan di Singaraja

Yudi SetiawanbyYudi Setiawan
February 12, 2024
inKhas
Kapitan Lie Eng Tjie, Rumah Besar dan Jejak Kampung Pecinan di Singaraja

Kondisi rumah Kapitan Lie Eng Tjie sekarang | Foto: Dian Suryantini

RUMAH Besar. Begitulah warga sekitar menyebutnya. Terletak di Kelurahan Kampung Baru, Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, kemegahan bangunan tua dengan arsitektur bergaya Cina Selatan itu, benar-benar menarik perhatian mata yang melihatnya.

Rumah itu adalah milik salah satu pejabat zaman kolonial Belanda di Buleleng, yang bernama Kapitan Lie Eng Tjie. Memang, pada zaman kolonial Belanda, orang-orang Tionghoa di Indonesia yang memiliki kuasa atau pengaruh terhadap kelompoknya, akan diberikan pangkat Mayor dan Kapitan. Tentu, pangkat tersebut diberikan sesuai dengan harta kekayan yang ia miliki.

Konon, menurut penuturan keturunannya, Lie Eng Tjie berasal dari Eng-Chun, sebuah daerah yang saat ini dikenal sebagai Yongchun, salah satu kabupaten yang terletak di Prefektur Quanzhou, Provinsi Fujian, Tiongkok. Dan, mayoritas keturunan Tionghoa di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia, berasal dari daerah ini, yang kemudian dikenal sebagai Orang Hokkian.

Salah satu keturunan dari Lie Eng Tjie adalah Ketut Jaya Sugita (Lie Tjen Yung). Lelaki tua dengan rambut yang hampir sepenuhnya berwarna putih itu adalah generasi keempat dari Kapitan Lie Eng Tjie.

Menurutnya, kongco-nya (kakek buyutnya) pada mulanya mendarat di Pura Pabean, Desa Banyupoh, Kecamatan Seririt, Buleleng, Bali. Namun, sebelum menetap di Buleleng, Lie Eng Tjie sempat bermukim di Kembangsari, Kintamani, Bali. 

Meski tak diketahui dengan pasti kapan tepatnya Lie Eng Tjie berangkat dari Yongchun dan tiba di Bali, namun Sugita meyakini kakek buyutnya itu tiba di Bali pada saat Dinasti Qing masih berkuasa di Tiongkok.

Hal itu dibuktikan dengan adanya potret hitam putih milik Lie Eng Tjie yang masih memiliki potongan rambut yang mirip dengan model rambut Jet Lie saat memerankan film-film kolosal China bergenre kungfu, itu. Model rambut setengah botak dan berkepang panjang itu dikenal dengan model bianzi (toucang) yang diberlakukan di Tiongkok dari tahun 1644 sampai dengan 1911.

“Rumah ini dibangun sekitar tahun 1800-an. Kalau persisnya tidak tahu,” kata Sugita kepada tatkala.co, saat ditemui di kediamannya, Jum’at (09/02/24) malam.

Ia mengaku bahwa tidak begitu mengingat tentang kenangan masalalunya di rumah tersebut. Namun, menurutnya, saat ia masih kecil, tempat sekeliling tinggalnya itu masih berupa persawahan. Dan, sebagian tanah disana adalah milik kakek buyutnya.

“Dulu di area sini masih sawah, dan di sebelah sana itu kebun keluarga. Kebun sayur,” katanya. Sesaat memberi jeda, ia menambahkan, “Makanya di sini dikenal dengan nama Sayuran,” jelasnya.

Sebagai seorang keturunan dari sang Kapitan, Sugita mengaku tidak mengetahui banyak tentang sejarah kakek buyutnya itu. Hal itu ia yakini sebab ia kurang mendapatkan informasi mengenai kakek buyutnya itu dari generasi sebelumnya.

“Karena generasi di atas saya orangnya sangat tertutup, sehingga untuk cerita-cerita mengenai sejarah keluarga itu tidak pernah diceritakan,” ujarnya.

Potret Kapitan Lie Eng Tjie bersama keluarganya di depan rumahnya | Dok. keluarga | Foto repro: Yudi

Keterputusan informasi mengenai sejarah keluarganya tersebut semakin kabur semenjak ia hijrah meninggalkan Buleleng. “Saya tinggal di sini sampai Sekolah Dasar (SD) saja. Kemudian setelah itu saya pindah ke Denpasar sampai lulus SMA,” jelasnya.

Tak sampai di  situ, masa hidupnya pun dihabiskan kurang lebih tiga puluh tahun untuk merantau di Surabaya dan Jakarta. Hal tersebut yang membuat memori ingatannya tentang rumah tersebut menjadi semakin menipis.

Namun, meskipun begitu, satu hal yang masih ia ingat. “Yang masih saya ingat betul, sih, kalau pas imlek bangun pagi-pagi cari angpau,” katanya sembari tertawa.

Rumah Besar peninggalan Kapitan Lie Eng Tjie memang kaya akan nilai sejarah. Kontribusi Lie Eng Tjie terhadap kehidupan multikultur di Buleleng, yang masih bisa dilihat sampai sekarang adalah keberadaan patung Dewa Cheng Huang Ye (Seng Ong Ya) di Klenteng Seng Hong Bio, yang terletak di Kelurahan Kampung Baru, Buleleng, Bali.

Menurut penuturan rohaniawan Pipit Budiman Teja (Pik Hong) patung yang diyakini sebagai dewa pelindung kota tersebut dibawa oleh Lie Eng Tjie bersama dua orang lainnya, Lie Chang dan Lie Ho pada saat Tiongkok dibakar huru-hara Yihetuan Movement (Boxer Rebellion).

Selain Sugita, keturunan dari Kapitan Lie Eng Tjie yang berhasil tim tatkala.co temui adalah Antika Yasa. Lelaki paruh baya itu adalah generasi keempat dari Kapitan Lie Eng Tji.

Menurut Antika, dengan melihat aset tanah yang pernah dimiliki oleh kakek buyutnya itu, ia meyakini kalau kongco-nyaadalah tuan tanah pada masanya.

“Selain memiliki tanah yang luas, kongco juga memiliki beberapa aset yang tersebar di beberapa wilayah di Bali, seperti kebun sayur, perkebunan kopi dan bisnis hasil bumi dengan merk N.V Xiang Tjoe,” jelasnya.

Namun, sebelum menuai kesuksesan tersebut, Antika menuturkan bahwa kakek buyutnya tersebut pada awalnya bekerja sebagai tukang cukur. “Sebelum menjadi tuan tanah dan punya kekayaan yang berlimpah, beliau dulu berkerja sebagai tukang cukur keliling,” akunya.

Masih menurut penuturan Antika, kekayaan yang dimiliki oleh Lie Eng Tjie tersebut selain karena keuletannya dalam berbisnis, ia diyakini memperistri seorang perempuan etnis Tionghoa yang memiliki cukup kekayaan.

“Menurut cerita turun temurun, salah satu faktor yang membuat beliau kaya itu adalah harta dari istrinya,” katanya.

Sehingga, dengan kekayaan yang dimiliki tersebut membuatnya pada tahun 1905 sampai dengan 1916, ia diangkat menjadi Kapitan oleh kolonial Belanda.

Foto Kapitan Lie Eng Tjie | Dok. keluarga | Foto repro: Yudi

Namun sayang, masa kejayaan dari Kapitan Lie Eng Tjie kini hanya menyisakan nama besar sang Kapitan dan bangunan tua tersebut. Hingga kini, sepeninggal Kapitan Lie Eng Tjie, tak banyak harta benda yang tersisa di rumahnya.

Hanya satu set kursi kayu tua saja yang tersimpan di dalam rumah besar milik Lie Eng Tjie. Kursi kayu dengan alas duduk marmer itu sudah terlihat usang. Goyang dan telah retak.

“Hanya ini yang tersisa dari harta peninggalan beliau. Ada juga altar dan meja persembahyangan yang masih utuh. Kata ayah saya, itu dibawa langsung dari Tiongkok,” tuturnya.

Konon, dulu kursi-kursi antik itu sering dipinjam oleh orang-orang etnis Tiongkok pada saat menikah. Namun, kini kursi itu sudah tidak bisa dikeluarkan dan dipinjamkan lagi, lantaran kondisinya yang sudah tidak memungkinkan.

Namun, Antika sebagai salah satu keturunan dari Kapitan Lie Eng Tjie tersebut memiliki satu cita-cita yang mulia untuk meneyelamatkan bukti dari sejarah asal-usul leluhurnya tersebut.

“Saya punya keinginan untuk menjadikan rumah ini sebagai museum keluarga,” tuturnya.

Sesaat setelah memberi jeda, ia menambahkan, “Kalau ada kesempatan dan biaya, saya ingin merestorasi rumah ini. Supaya, anak, cucu, cicit kelak, tahu tentang sejarah keluarganya,” katanya.

Dengan adanya rumah besar itu, bisa diyakini kota Singaraja, Buleleng, sebenarnya memang memiliki kampong pecinan. Selain rumah besar milik Kapitan Lie Eng Tjie itu, di sekitarnya masih terdapat bekas-bekas perkampungan orang-orang keturunan Tionghoa. Apakah Pemkab Buleleng tak punya rencana untuk menyelamatkan kampung itu, selain sebagai misi penyelamatan sejarah, juga barangkali bias dikembangkan sebagai destinasi wisata. [T]

Reporter: Yudi Setiawan
Penulis: Yudi Setiawan
Editor: Adnyana Ole

Perayaan Imlek di Klenteng Ling Gwan Kiong: Kelincahan Barongsai, Sukacita Warga Singaraja
Di Bali, Imlek juga Disebut Galungan Cina
Ditunggu Karena Makna, Isi Angpao itu Bonus | Cerita Engkong Tentang Imlek
Galungan Ngelawang Barong Bangkung, Imlek Ngelawang Barongsai
Tags: akulturasi budayabali utarabulelengCinakampung pecinanSingarajaTionghoawarga keturunan cina
Previous Post

“Hidup Baik Untuk Belajar Mati” | Pesan Wayang Cenk-Blonk di Bulan Bahasa Bali

Next Post

Empat Area Kajian Sastra Pariwisata Menurut Prof. Darma Putra

Yudi Setiawan

Yudi Setiawan

Kontributor tatkala.co

Next Post
Empat Area Kajian Sastra Pariwisata Menurut Prof. Darma Putra

Empat Area Kajian Sastra Pariwisata Menurut Prof. Darma Putra

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kisah Perseteruan Anak Banteng dan Sang Resi

by Ahmad Sihabudin
May 27, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

PERSETERUAN anak-anak banteng dengan seorang resi kesatria paripurna masih terus berlanjut, malah semakin sengit dengan melontarkan serangan membabi-buta, penuh amarah...

Read more

Menelusuri Jejak Walter Spies Sembari Membangun Refleksi Pembangunan Bali

by Gede Maha Putra
May 26, 2025
0
Menelusuri Jejak Walter Spies Sembari Membangun Refleksi Pembangunan Bali

NAMA Walter Spies tentu saja sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Bali, terutama Ubud. Di tempat tinggal terakhirnya...

Read more

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

by Hartanto
May 25, 2025
0
Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

"Seniman adalah wadah untuk emosi yang datang dari seluruh tempat: dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Wahyu Sanjaya dan Cintya Pradnyandewi Terpilih Sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025
Gaya

Wahyu Sanjaya dan Cintya Pradnyandewi Terpilih Sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025

WAYAN Wahyu Sanjaya dan I Gusti Ayu Cintya Pradnyandewi  terpilih sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025 dalam puncak acara pemilihan...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co