30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Menilik Perjuangan Organisasi Mahasiswa Pergerakan di Singaraja dalam Mempertahankan Eksistensinya

JaswantobyJaswanto
January 21, 2024
inLiputan Khusus
Menilik Perjuangan Organisasi Mahasiswa Pergerakan di Singaraja dalam Mempertahankan Eksistensinya

Aksi yang dilakukan ormawa eksternal kampus 2019 | Foto: Dok. Jaswanto

“SAYA mengidolakan ayahanda Lafran Pane,” kata Wahyu Candra Kurniawan membuka obrolan. Lalu ia berceramah tentang bagaimana kondisi ekosistem pergerakan mahasiswa di kota tempatnya menambang ilmu pengetahuan. Menurutnya, pergerakan mahasiswa dipengaruhi faktor-faktor seperti lokasi kampus, kegiatan internal-akademis, dan sosial-masyarakat. “Mahasiswa di Singaraja itu sebenarnya aktif, cuma di dalam kampus, di luar tidak terlalu,” sambungnya.

Tetapi Tri Budi Santoso memiliki pandangan lain. Mahasiswa di Singaraja, Bali, baginya terbilang cukup aktif dalam menyuarakan isu-isu kedaerahan dan berperan dalam mendorong program kerja pemerintah. “Tidak hanya mengkritik, tetapi menjadi mitra pemerintah dalam mengatasi masalah sosial masyarakat yang tidak pro kepada rakyat,” kata Budi.

Apa yang dikatakan Wahyu dan Budi sebenarnya tidak ada yang salah. Jika dilihat secara kasat mata, dan yang dijadikan ukuran adalah organisasi masing-masing, mahasiswa di Singaraja memang terlihat aktif dalam melakukan pergerakan.

Tetapi, jika dilihat dalam skala universal, keseluruhan, apa yang dikatakan Wahyu juga ada benarnya. Mengingat, pada kenyataannya, tak banyak mahasiswa di Kota Pendidikan ini memiliki minat berorganisasi di luar kampus—yang notabene lebih condong ke arah pergerakan, aktivisme yang bermuatan ideologi.

Persoalan ini barangkali tidak hanya terjadi di Singaraja, tapi juga di kota-kota lain di seluruh Indonesia. Jika merujuk pada sejarah, semua itu terjadi pasca meletusnya Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari) dan dilanjutkan Gerakan Mahasiswa 1977/1978 (Gema 77/78).

Pada masa itu, Orde Baru Soeharto mulai jengah dengan protes-protes mahasiswa. Dan untuk meredam suara kritis dari kampus, Menterian Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef, menerbitkan Surat Keputusan No. 0156/U/1978 yang dimaksudkan untuk “mengembalikan fungsi mahasiswa” sebagai kaum intelektual yang harus kembali pada tradisi keilmuan.

Kebijakan ini dikenal sebagai Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Sejak itu, Dewan Mahasiswa di kampus-kampus dibubarkan. Itulah awal mula pemberangusan suara-suara kritis di lingkungan kampus. Dan sepertinya, akibat dari kebijakan tersebut berimbas sampai hari ini. Lihat saja, tampaknya lebih banyak mahasiswa—termasuk di Singaraja—yang memilih untuk tekun belajar di kelas, dan lulus cepat, alih-alih menjadi student government.

Meski demikian, di Singaraja masih ada beberapa organisasi mahasiswa pergerakan (eksternal kampus) yang masih eksis hingga hari ini, seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMDI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Terkait keaktifan organisasi yang terakhir masih memerlukan konfirmasi.

Wahyu dan Budi adalah aktivis mahasiswa di Singaraja yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Wahyu merupakan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Singaraja, sedangkan Budi telah dilantik menjadi Ketua Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMDI) Buleleng. Mereka berdua sama-sama menuntut ilmu di Universitas Pendidikan Ganesha.

“Sebagai mahasiswa saya merasa tergerak untuk berperan di masyarakat. Untuk itu saya memilih menjadi aktivis,” ujar Budi menyampaikan alasanya menjadi aktivis mahasiswa.

Tak jauh berbeda dengan Budi, alasan Wahyu menjadi aktivis mahasiswa—dan mempertahankan eksistensi organisasi pergerakan yang dipimpinnya—karena merasa terpanggil jika ada isu-isu yang menciderai hak-hak rakyat. Dan, katanya, selama menjadi aktivis mahasiswa, ia mampu merubah cara berpikirnya. “Saya sadar bahwa mahasiswa memiliki tugas sebagai generasi pembawa perubahan,” katanya lagi.

Di tengah ketidakpopuleran organisasi mahasiswa eksternal kampus di Singaraja, memilih bergabung dan mempertahankan eksistensinya adalah tindakan yang tak mudah. Wahyu dan Budi, misalnya, sebagai ketua umum, harus rela dicap sebagai mahasiswa yang ekstrem dalam berpikir. “Organisasi eksternal masih sering dianggap sebagai organisasi ‘ekstrimis’ oleh sebagian masyarakat,” Budi menganalisa.

“Saat kami melakukan aksi turun jalan, misalnya, terkadang malah mendapatkan respon negatif dari masyarakat. Tetapi api semangat kami sebagai aktivis mahasiswa tidak pernah padam,” ujar Wahyu menambahkan pendapat Budi. Tak hanya Wahyu dan Budi, Des Alpin, Ketua GMKI Singaraja, juga berkata demikian. “Kadang, pada saat kami bergerak bersama-sama dengan masyarakat, malahan di-judge mencari popularitas semata atau pansos,” katanya.

Sedangkan kampus-kampus yang berada di Singaraja, di mana aktivis mahasiswa belajar di sana, tidak semua menunjukkan dukungan. Beberapa kampus seolah mengamini kebijakan NKK-BKK tahun 80-an, yang dimaksudkan untuk “mengembalikan fungsi mahasiswa” sebagai kaum intelektual yang harus kembali pada tradisi keilmuan. Padahal, mungkin saja itu bentuk anti-pati kampus terhadap aktivis mahasiswa—yang notabene lebih banyak berasal dari organisasi mahasiswa luar kampus.

Intervensi kampus atau pemerintah terhadap gerakan mahasiswa memang sudah bukan barang baru di negara ini. Dalam sejarah,  peristiwa 12 Mei 1998 dikenang sebagai titik penting dalam proses demokrasi di Indonesia. Pada peristiwa tersebut, empat mahasiswa Universitas Trisakti meninggal dunia, puluhan lainnya mengalami kekerasan, sedangkan ratusan, bahkan ribuan mahasiswa, tunggang-langgang, berlarian panik memasuki kampus, dihujani peluru dan gas air mata.

Tahun 2019, saat #ReformasiDikorupsi berlangsung ricuh, sejumlah peserta aksi demonstrasi yang menolak RUU bermasalah pada 24, 25, dan 30 September di DPR itu ditangkap, dikriminalisasi, hingga meninggal dunia.

Pada aksi tersebut, ada 18 siswa yang terancam dicabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan dua siswa lainnya dipaksa untuk mengundurkan diri (DO) dari sekolah. Lalu mereka juga diintimidasi dengan pemaksaan menandatangani surat perjanjian bahwa tidak akan mengulangi lagi perbuatan yang sama, yakni mengikuti demonstrasi.

Selain itu, terdapat seruan oleh pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti) yang mengancam akan mencopot rektor universitas yang mengizinkan mahasiswanya terlibat aksi demonstrasi.

“Sempat terjadi pada tahun 2019, ketika beberapa mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan, salah satu koordinator lapangan mendapat intervensi dari pihak kampus, sampai hampir di-DO. Kalau Pemerintah Buleleng jarang intervensi,” Wahyu menyampaikan kejadian yang menimpa rekan aktivisnya.

Lantas, usaha apa yang dilakukan Wahyu, Budi, dan Alpin dalam mempertahankan eksistensi organisasi mahasiswa pergerakan yang dipimpinnya di tengah ketidalpopuleran dan resistensi seperti yang telah dipaparkan di atas?

Beda Masa, Beda Cara

HMI, KMHDI, dan GMKI merupakan organisasi mahasiswa eksternal kampus yang sama-sama tergabung dalam kelompok bernama Cipayung Plus. Kelompok ini sudah ada sejak tahun 70-an. Sebagai organisasi mahasiswa pergerakan, ketiga organisasi tersebut seolah sadar bahwa zaman telah berubah. Jadi, dalam menjaga eksistensi, caranya pun juga harus dirubah.

“Pergerakan mahasiswa dulu ‘kan cenderung sedikit ekstrem, terang-terangan, dalam menyuarakan aspirasi. Dan itu keren pada masa itu. Berbeda dengan sekarang, yang lebih agak kompromi. Misalnya lebih memilih komunikasi/audensi baik-baik dalam menyuarakan aspirasi,” ujar Budi.

Sikap kompromi yang dilakukan organisasi mahasiswa tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya salah. Selain lingkungan yang resisten, zaman sekarang sangat sulit membangun citra positif dengan cara yang frontal, blak-blakan, tanpa tedeng-aling-aling. Alih-alih dianggap keren, malah akan dianggap aneh dan berimbas pada nama organisasi.

Selain bersikap lebih kompromis, dalam menjaga eksistensi, organisasi mahasiswa pergerakan di Singaraja juga melakukan banyak program pengabdian kepada masyarakat, seperti melakukan penggalangan dana setiap kali ada bencana yang menimpa suatu daerah, membuka tempat bimbingan belajar gratis, santunan ke panti asuhan, dan sebisa mungkin melakukan diskusi-diskusi terkait isu-isu yang berkembang di negara ini, seperti yang dilakukan GMNI Singaraja baru-baru ini dengan menyelenggarakan nobar debat presiden 2024.

Di luar program pengaderan anggota, mereka juga mulai menjalin hubungan baik dengan instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya. “Seperti sekarang, HMI sebagai pemantau  pemilu, mengadakan pendidikan demokrasi sebagai bentuk sosialisasi terhadap pemilih pemula supaya tidak golput dan mengetahui bagaimana menjadi pemilih yang cerdas,” kata Wahyu.

Sebagai bagian dari masyarakat, sebagaimana KMHDI, GMKI, dan organisasi mahasiswa pergerakan lainnya, kata Wahyu lagi, HMI terlibat dalam diskusi dan perjuangan terkait partisipasi politik. Mereka mendorong mahasiswa untuk terlibat dalam proses demokrasi dan mengedepankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan berpolitik.

Itu semua mereka lakukan, selain untuk menarik minat mahasiswa, juga sebagai bentuk ikhtiar supaya tidak tenggelam ditelah zaman.

Meski sudah berbeda dengan dulu, kadang kala, kata Alpin, gerakan mahasiswa masih dicap atau dilabeli tidak tulus dalam melakukan perjuangan. “Bergerak sedikit langsung dicurigai ada kepentingan pribadi, dll. Ditunggangi, suruhan, dll,” ujarnya.

Sebagai Ketua GMKI Singaraja, dia mengatakan, perjuangannya hanya untuk memperjuangkan nilai-nilai “syalom Allah” di Indonesia dan muka bumi serta memfokuskan diri sebagai pelayan yang baik—pelayan dalam konteks iman kekristenan, katanya.

Sampai di sini, meskipun minat mahasiswa bergabung menjadi anggota organisasi eksternal kampus mulai menurun, pada kenyataannya, eksistensi—katakanlah HMI, KMHDI, GMKI, dll—di Singaraja masih terjaga dengan baik. Artinya, ormawa eksternal kampus masih relevan dan dibutuhkan.

Bagi Wahyu, organisasi mahasiswa pergerakan merupakan ruang pembelajaran, pengembangan diri, dan jalan untuk menemukan jati diri. Tanpa organisasi mahasiswa pergerakan, kehidupan kampus akan terasa hambar dan tak berwarna.

Wahyu, Budi, dan Alpin percaya bahwa menjadi aktivis mahasiswa adalah pilihan terbaik yang pernah mereka ambil. “Karena menjadi aktivis mahasiswa itu luar biasa serunya; banyak tahu buku bacaan, cara menulis, cara beretorika yang bagus, relasi makin bertambah, dan lain sebagainya,” kata Alpin. Wahyu juga mengungkapkan hal yang sama seperti Alpin.

Sehingga, mereka bertiga juga memiliki harapan supaya mahasiswa yang berproses di Singaraja dapat mengasah keterampilan akademis dan non-akademis, partisipasi aktif dalam kegiatan kampus, serta memiliki semangat untuk terus belajar dan berkembang.

“Semoga mereka dapat menjadi agen perubahan positif dalam masyarakat dengan membangun jaringan yang kuat dan mengimplementasikan nilai-nilai etika dan tanggung jawab sosial. Selain itu, semoga kami dapat mempersiapkan diri untuk tantangan global dan berkontribusi pada pembangunan daerah dan negara,” ujar Wahyu.

Sedangkan Alpin berharap, supaya mahasiswa Singaraja ke depan tidak apatis—“karena sejatinya manusia itu mahkluk sosial, yang saling membutuhkan bantuan, sampai kita pulang menghadap sang Pencipta,” sambung aktivis mahasiswa yang mengidolakan Johannes Leimena dan Adian Napitupulu itu.

Begitu pula dengan Budi. Ia berharap mahasiswa di Singaraja mulai menyadari peran dan tugasnya, tidak hanya fokus pada diri sendiri—dalam hal ini intelektualitas pribadi. “Tetapi juga berperan dalam kehidupan masyarakat dengan ikut menyuarakan isu-isu daerah, misalnya. Meskipun tidak semuanya bisa terlibat, tapi harapannya semakin banyak mahasiswa yang kritis terhadap isu-isu yang ada,” pungkasnya.[T]

Baca juga artikel terkait LIPUTAN KHUSUS atau tulisan menarik lainnya JASWANTO

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

Tags: aktivisHMIKMHDImahasiswapergerakan
Previous Post

Warna Baru dalam Ekosistem Perfilman di Singaraja

Next Post

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara | Aku Gagal Menghapus Seluruhmu, Seutuhnya

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara | Aku Gagal Menghapus Seluruhmu, Seutuhnya

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara | Aku Gagal Menghapus Seluruhmu, Seutuhnya

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co