BUNGA YANG DITANAM TANGANMU
Bunga
yang ditanam
oleh tanganmu, Mak
kini tumbuh
daunnya di hatiku.
di tanah rantau
embusan angin kerinduan
melunakkan kenakalan semasa bocah.
Makin hari
bunga-bunga itu bermunculan
menampung sari kehidupan.
Kumbang
dan lebah
menantangku,
memberikan sari kehidupan
dari pahit
menjadikan madu kebahagiaan.
2023
KELAHIRAN PUISI
Kali ini puisi-puisi
itu lahir dari airmata,
menampung pilu.
Kali ini diksi-diksi
lahir dari kerinduan,
perlu kukatakan:
“bintang kini tak menyala”
Tapi apa yang hendak kuceritakan?
Semesta tetap
menatap dengan sama
dari sejak
peradaban pertama.
Percayalah jiwaku, malaikat maha tolol
walau pedang waktu
yang selalu ditebas
pada buku catatannya.
Tak ada yang peduli padamu,
walau semesta sekalian.
Puisi-puisi penyair lahir
dari duka-lara dan suka-ria,
cinta ataupun kematian.
Tenanglah jiwa, tak ada yang peduli padamu,
tapi kau abadi dalam sajakku.
2023
BANGKU POJOK KELAS
Bangku-bangku itu seakan
menunggu, tuan lamanya.
Menatap canda-tawa yang lalu lalang.
Sisa pantatnya dulu masih membekas
dalam otaknya, pada masa kanak-kanak.
“di sana dulu aku duduk, dengan bodoh
tak mengerti kata A dalam kosa-kata bahasa”
Waktu tak banyak kata dia berjalan
serupa tebasan pedang pendekar
di ujungnya darah kenangan
menetes ke bumi
membekas, hingga
tumbuh rumput dalam diriku
menulis kata-kata
dengan kosa-kata baru dalam hidup.
Di bangku lama itu
masih ada jejak pantat
dengan kebodohanku
yang menjadi debu.
ia hanya ingin melukis pantat-pantat baru
hingga aku abadi dalam tiap kali orang menyingahinya.
2021-2024
TEMBANG
Di kafe.
Ia putar kembali
nyanyian lama
di atas tempat piringan
yang tua dan antik.
Sebuah lagu yang meninggalkan suara lama
dari waktu silam.
“Semuanya telah mati, Paman” Kata siapa.
Lagu-lagu itu terdengar mistis di kalangan pemuda,
tetapi suara itu telah menjelma dewa-dewi, tuhan
pada telinganya sendiri. ke dasar pendengaran,
kepada diri yang mulai pikun.
Senandung lama itu seperti ingin kembali
mengatupkan bibirnya dan ingin berkata,
: Inikah zamanku kembali; dan abadi.
Andai ia kembali berbicara
aku ingin mendengar senandungnya bercerita.
lalu jadi cerita pada saat rambutku
mulai kemarau.
2022
LEMBARAN IBU
Suatu hari
ibu datang dengan
membawa lembaran kertas dan pensil di tangannya.
“Tulislah ketiadaan dalam tiap lembar kertas ini, Nak,
biar segala
kehitaman jiwa tak
lagi menulis iri dalam hatimu”
Lembar demi lembar dicatat
Menulis yang dibumikan
Ia tak henti menulis
sehingga pensil itu ingin
terus mencatat.
Saat kali pertama angin malam
membaca catatan itu, malaikat-malaikat
masih merangkul mimpi indah seorang ibu.
Malaikat tolol itu seakan menitikkan air mata
menjadi hujan.
Hatinya menumbuhkan bunga.
Waktu pun berlalu dalam air mata
menjadi kolam. tempat bermainnya belibis nakal
hingga ia dihamili kerinduan.
2022
- BACA puisi-puisi tatkala.co yang lain