PENANGANAN masalah sampah menjadi salah satu isu krusial yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesehatan di masyarakat. Untuk itu, perlu adanya upaya kolektif untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan.
Sampah merupakan suatu hal yang kerap dianggap tak memiliki nilai. Namun, bagaimana jika sampah bisa ditukar dengan uang? Nah, di Buleleng, ada salah satu bank sampah yang melakukannya. Bank sampah tersebut bernama Kaliber—akronim dari Kalibukbuk Bersih.
Bank Sampah Kaliber diketuai oleh Ketut Budiasa, yang sekaligus bekerja sebagai penyuluh lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng. Bank Sampah Kaliber mulai beroperasi sejak tahun 2017. Hingga sekarang, dengan sistem pengelolaan sampah anorganiknya, Kaliber dapat merubah stigma negatif sampah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.
Saat diundang menjadi narasumber dalam program “Podcast Bikom (Bincang Komunikasi)” Senin, 8 Januari 2024, Ketut Budiasa mengatakan bahwa Bank Sampah Kaliber didirikan setelah dirinya mengikuti sosialisasi tentang sampah yang diselenggarakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng.
Sejak saat itu, ia merasa bahwa sampah merupakan masalah serius yang menjadi tanggung jawab bersama. “Oleh karena itu, saya berupaya untuk membuat suatu terobosan, di mana sampah yang selama ini terbuang percuma, bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” ujar Budiasa.
Pada tahun 2017, Budiasa mulai memberanikan diri untuk mengubah mindset masyarakat yang menganggap bahwa sampah ialah suatu yang kotor, tak berguna, dan penuh kuman-penyakit. Ia “berkampanye” bahwa sampah juga memiliki nilai jual. Dan untuk membuktikan ucapannya tersebut, ia kemudian mendirikan bank sampah bernama Kaliber.
“Selain bertujuan untuk mendapatkan uang, juga dapat mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan dengan memilah sampah yang ada di rumah,” katanya.
Tidak disangka, bahkan oleh Budiasa sendiri, kehadiran bank sampah ini disambut hangat oleh warga Kalibukbuk, Lovina. Banyak warga yang mendaftar, menjadi nasabah di bank sampah miliknya, baik sebagai nasabah individu maupun kelompok.
Sejak saat itu, menurutnya, masyarakat mendapat beberapa keuntungan, di antaranya, hasil penukaran sampah bisa diambil dalam bentuk uang maupun tabungan. Tidak hanya tabungan berupa uang, nasabah Bank Sampah Kaliber juga dapat menukar tabungan mereka dengan kegiatan belajar, menari, dan megamel.
“Mekanismenya hanya dengan menukarkan sampah, masyarakat sudah bisa mengikuti program belajar di hari Sabtu dan Minggu,” terang Budiasa.
Sampai sejauh ini, menurut Budiasa, sudah ada sekitar 85 anak yang mengikuti program belajar di bank sampah yang ia dirikan. “Kebetulan istri saya seorang guru, jadi dia lah yang mengajar anak-anak di sini. Selain itu, terkadang juga ada mahasiswa yang ikut membantu,” jelasnya.
Perkembangan Bank Sampah Kaliber tidak terlepas dari dukungan Pemerintah Buleleng yang mendukung program-programnya. Dalam hal ini, Budiasa menyampaikan rasa terima kasihnya atas dukungan yang diberikan perintah daerah selama ini—ia mengaku selalu dilibatkan dalam agenda festival yang digelar oleh pemerintah.
“Kolaborasi seperti ini memang saling menguntungkan, karena saya bisa mempromosikan karya seni berbahan sampah yang kami miliki,” ujarnya.
Di sisi lain, seperti yang telah disinggung di atas, program bank sampah juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu, bank sampah juga dapat mengurangi polusi dan pencemaran lingkungan—karena sejatinya, kesadaran diri sendirilah yang dapat menekan masalah sampah demi keberlangsungan hidup, kata Budiasa.
Volume Sampah di Buleleng
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Provinsi Bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbulan sampah sepanjang tahun 2021. Ini menjadikan Bali sebagai provinsi penghasil sampah terbesar ke-8 di Indonesia.
Jika dirinci berdasarkan wilayah, timbulan sampah di Bali paling banyak berasal dari Kota Denpasar, yakni 349,5 ribu ton. Sedangkan di urutan selanjutnya ada di Kabupaten Gianyar dengan 141,4 ribu ton; Kabupaten Buleleng 123,7 ribu ton; Kabupaten Badung 116,7 ribu ton; dan Kabupaten Tabanan dengan 84,2 ribu ton sampah.
Sedangkan pada tahun 2023, menurut data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng, volume sampah di Kabupaten Buleleng, baik organik atau non organik, rata-rata mencapai 153 Kubik dalam sehari. Sungguh fantastis. Oleh karena itulah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Buleleng Gede Melandrat mengajak masyarakat untuk memilah dan mengolah sampah rumah tangga masing-masing.
Sebab, berdasarkan sumbernya, sampah di Bali paling banyak berasal dari aktivitas rumah tangga dengan porsi mencapai 40,58% dari total sampah di provinsi tersebut. Diikuti sampah dari aktivitas perniagaan 18,22% dan dari pasar 17%.
“Mengatasi masalah sampah harus dimulai dari sumbernya. Salah satunya melalui bank sampah,” ujar Melandrat, sebagaimana dilansir dari NusaBali.com.
Pada saat Buleleng Development Festival (BDF) 2023 digelar, Gede Melandrat mengatakan, untuk mengantisipasi adanya lonjakan sampah perharinya, DLH telah menyiapkan sebanyak 25 petugas kebersihan dan personil penyiraman.
“Jadi, ada enam tangki air yang kami siapkan di pagi dan sore hari untuk penyiraman. Sementara untuk kebersihan dari pagi hingga malam hari, juga akan bergerak,” ungkap Melandrat.
Sejauh ini, bank sampah masih dinilai cukup efektif dalam mengurangi timbulan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Maka tak heran jika Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adiptha Ekaputra terus berupaya untuk membangun Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R) di Buleleng.[T]
Sumber: Rilis Kominfosanti Buleleng dan internet
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana