SEPEDA MOTOR adalah kendaraan umum yang sangat fleksibel, murah dan juga hemat biaya mulai dari service dan jenis BBM-nya. Maka dari itu, motor adalah pilihan alternatif berkendara jarak jauh dan dekat di beberapa negara.
Banyak orang menggunakan motor, bahkan negara yang paling banyak menggunakan motor bukanlah India atau Indonesia yang kita tahu sangat banyak bunyi-bunyian klakson seperti yang ada di media sosial.
Negara yang pling banyak menggunakan sepeda motor itu adalah Thailand dengan presentase 87%, disusul Vietnam dengan presentase 86% dan Indonesia selilih 1% dengan Vietnam yaitu 85%.
Bahkan, India berada pada peringkat 6 dengan presentase 47% penduduk menggunakan sepeda motor.
Sepeda motor dapat dibeli kapan saja dan dimana saja. Di dealer resmi, di showroom atau di makelar-makelar yang sering berjualan motor bekas di marketplace Facebook.
“Dijuwal vario 110cc minus STNK dan BPKB”. Begitu sering tertera di deskripsi penjualan.
Bapak-bapak, Ibu-ibu bahkan sampai anak-anak sekarang semua memakai sepeda motor. Bahkan saya sering melihat dalam 1 keluarga, bapak, ibu, kakek, nenek sampai 3 anaknya memakai sepeda motor.
Ini mungkin yang menyebabkan presentase sepeda motor di Indonesia mencapai 80% lebih.
Belum lagi, jika keluar untuk bekerja kita sering dihadapi dengan kemacetan di jalanan, entah itu pagi hari, siang hari, sore hari atau malam hari. Kita selalu dihadapi dengan kemacetan. Terlebih lagi di kota-kota besar seperti Jakarta dan tempat saya tinggal sekarang, Denpasar.
Beberapa waktu lalu, saya sempat ngobrol dengan salah satu kawan di Jembrana. Hari itu, tepat saya pulang kampung dan menyinggahi kakak Emboeng lalu mencicipi kopi yang sangat enak di rumahnya.
Kami ngobrol panjang lebar, tentang menjadi guru, teater sampai pada akhirnya sampai di obrolan bahwa pemotorlah yang membuat kemacetan di jalan.
Saya sempat bingung, kenapa pemotor? Padahal, menurut saya, yang membawa mobillah yang sering membuat kemacetan di jalan. Karena bentuk-bentuk mereka yang besar dan tidak bisa menyalip lincah seperti para pemotor lain. Padahal kami juga lebih sering berpergian menggunakan sepeda motor.
“Pemotor itu yang membuat kemacetan, De. Karena kenapa, pemotor itu jika sudah menyalip dan berhenti karena macet, mereka diamnya tak beraturan. Itu sebenarnya yang menyebabkan macet,” kata Kak Emboeng.
“Padahal kitab bisa nyalip di segala arah, Kak?” tanya saya.
“Coba lihat yang bawa mobil, mereka jalannya terarah. Jarang terlihat pengendara mobil yang berhenti sembarangan di jalanan yang macet,” sambungnya.
Setelah itu baru saya berpikir, memang benar. Kitalah sebenarnya yang paling menyebalkan di jalan. Belum lagi, ibu-ibu yang kadang ragu, entah menyalip atau tidak, entah ngebut atau tidak. Begitu pula bapak-bapak yang sudah tidak sepantasnya lagi membawa motor.
Kualitas Udara yang Semakin Buruk
Di Indonesia, kualitas udara semakin buruk. Langit-langit gelap bukan karena mendung sekarang, tetapi karena polusi udara dari kendaraan bermotor. Saking banyaknya pengendara motor yang ada di Indonesia membuat emisi karbon semakin meningkat pesat dari 2021 sampai hari ini.
Sangat bisa dibedakan kualitas udara saat pandemic dulu. Langit cerah, kebisingan hampir tak terdengar dan orang-orang yang sadar akan kesehatannya. 2021, semua itu semakin tak terurus. Polusi kian merebak, jalanan kian ramai dan macet.
Apakah itu musibah? Mungkin menurut saya tidak. Karena berdiam diri pula tak terlalu menguntungkan bagi kita. Namun, yang saya sayangkan saja, orang-orang yang dulunya ikut menanam, berbagi dan menyadarkan diri mereka seperti sudah melupakan itu semua.
Dari data IQAir kualitas udara di Indonesia sudah mencapai 138 AQI US. Dari data itu, pengukuran dibedakan menjadi beberapa jenis warna. Warna-warna tersebut juga sebagai pembeda bagi kualitas udara yang ada di beberapa negara yang memang polusi udaranya sudah sangat parah. Berikut adalah pembagian warna dan nominal AQI untuk kualitas udara dari baik hingga berbahaya;
Sekarang, Indonesia sedang ada dalam status tidak sehat bagi kelompok sensitif
Lalu, bagaimana dengan kualitas udara yang ada di berbagai provinsi yang ada di Indonesia? Saya mengira Jakarta adalah yang paling parah, ternyata Sampit, Kalimantan Tengah menjadi kota paling berpolusi di Indonesia. Kualitas udara di sana sudah mencapai 186 AQI US, pada legenda AQI di atas sudah mencapai taraf tidak sehat. Disusul kota Depok, Cileungsir, Jakarta dan Tanggerang Selatan.
Solusi untuk Masyarakat
Mungkin ada beberapa solusi yang paling tepat untuk mengurangi dampak polusi udara, karena jika berharap dari pemerintah saja, hal-hal ngawur dan tidak masuk akal akan terjadi lagi. Seperti penyiraman jalan yang tak berguna apa-apa selain menghilangkan panas di jalanan dan membuat ban motor dan mobil cepat kempes.
Menambah transportasi publik adalah salah satu hal yang sering digaungkan beberapa komunitas dan orang-orang di sosial media. Mungkin ini masih awam bagi masyarakat kita, tapi transportasi publik seperti bus dan kereta mungkin dapat ditambah jalur pemberhentiannya dan juga armada-armadanya. Agar, masyarakat tak perlu sesak-sesak untuk menaiki bus kota yang kadang over capacity.
Lantas untuk mengurangi jumlah kematian karena kelebihan berat badan dan tubuh yang kurang fit di zaman sekarang, jalan kaki adalah solusi bagi orang-orang yang bekerja dengan duduk selama berjam-jam. Ini menjadi salah satu pencegah penyakit yang dapat kita lakukan dengan sangat simple.
Apalagi, jika berjalan pagi, kita mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk memulai bekerja pada ruangan ber-AC selama berjam-jam itu.
Lantas, jika semua itu tak dapat dilakukan, maka solusi terpenting adalah selalu berpergian memakai masker kemanapun. Karena polusi udara di Indonesia dapat membuat kita cepat terserang penyakit pernafasan.
Bahkan dari data pada IQAIR 7 juta orang meninggal karena polusi udara yang kian buruk. Begitu pula setalah keluar rumah atau setelah bekerja, usahakan selalu mencuci badan atau hanya mencuci kaki dan tangan agar debu-debu dari luar tak juga menjadi penyakit di dalam rumah. [T]