DI ERA KEMAJUAN dan perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi yang berlangsung sangat cepat seperti sekarang, secara langsung, telah memengaruhi kehidupan masyarakat. Maka dari itu, pendidikan tinggi tentu memiliki peran sangat penting dalam penyediaan sumber daya manusia berkualitas yang mampu bersaing secara global.
Untuk itu, perguruan tinggi perlu menyiapkan dosen-dosen berkualitas yang secara terus menerus dapat meningkatkan kompetensi sebagai pendidik profesional dan ilmuwan. Hal tersebut sejalan dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Selain itu, juga sejalan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 3 tahun 2021 tentang indikator kinerja utama Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terutama pada IKU No. 3 tentang Dosen berkegiatan Tridharma di luar kampus dan IKU No. 4 tentang Dosen berkualifikasi S3, memiliki sertifikasi kompetensi/Profesi atau dosen berasal dari kalangan praktisi profesional, dunia industri atau dunia kerja.
Program kemitraan Dosen LPTK dengan Guru di Sekolah (KDS) merupakan upaya dari Direktorat Sumber Daya dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi untuk memberi kesempatan kepada para Dosen LPTK melakukan kemitraan dengan sekolah sebagai pengguna lulusan.
Kemitraan tersebut bertujuan untuk menemukan model/pola pembelajaran inovatif, meningkatkan penelitian dan publikasi, serta meningkatkan partisipasi dosen dan mahasiswa LPTK dalam mengembangkan pembelajaran.
Dengan begitu, diharapkan para Dosen LPTK yang terpilih dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya. Selain untuk pengabdian, kemitra tersebut juga dapat meningkatkan kompetensi dosen yang bermanfaat untuk pengembangan institusi asalnya serta pengembangan sistem pembejalaran dan pendidikan (dikutip dari panduan pelaksanaan Kemitraan Dosen dan Guru di Sekolah tahun 2023)
Untuk tahun 2023, KDS dilaksanakan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2023. Dosen berkolaborasi dengan guru dan mahasiswa melaksanakan pembelajaran di sekolah mitra. Pelaksanaan KDS menguntungkan dosen, guru, dan mahasiswa.
Dosen mengetahui lebih mendalam problema yang dihadapi guru dalam pembelajaran. Guru dapat melakukan pembelajaran yang inovatif dan terkini dalam melaksanakan pembelajaran. Mungkin sebelum KDS dilaksanakan, guru mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi pembelajaran.
Bagi mahasiswa, pelaksanaan KDS mahasiswa tahu dan mengalami sendiri permasalahan pembelajaran. Pengalaman ini akan dijadikan acuan dalam melaksanakan pembelajaran ketika mereka menjadi guru di kemudian hari.
Ada beberapa catatan yang perlu ditindaklanjuti untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialami guru dalam proses pembelajaran. Catatan kecil ini berdasarkan pengalaman penulis melaksanakan KDS di SD Negeri Nomor 6 Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur.
Sebelum KDS dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan wawancara mendalam dengan guru berkaitan dengan permasalahan dalam pembelajaran.
Salah satu materi pembelajaran yang diberikan adalah kata sifat. Siswa diberikan contoh kata sifat dan selanjutnya siswa mencari contoh kata sifat yang lain. Guru menanyakan definisi kata sifat. Siswa dapat menjawab pertanyaan siswa dengan baik.
Setelah siswa memahami definisi dan contoh kata sifat, selanjutnya guru membahas materi tentang imbuhan ““pe-””.
Jika imbuhan ““pe-”” dilekatkan dengan kata sifat, maka “pe-” tetap menjadi “pe” (seperti kata pe+malas = pemalas; pe + riang = periang; pe + lupa = pelupa, dll).
“pe-” akan berubah menjadi “pem” apabila dilekatkan pada kata yang diawali dengan konsonan /b/, seperti bohong = pembohong.
“pe-” akan berubah menjadi “pen” apabila dilekatkan pada kata yang diawali dengan /d/, seperti dendam = pendendam.
Perubahan awalan“pe-” menjadi “pe”, “pen”, dan “pem” mengalami proses morfofonemik. Proses morfofonemik merupakan proses perubahan morfem terikat diakibatkan oleh pertemuan morfem dengan morfem lainnya.
Guru mengalami kesulitan dalam menjelaskan proses morfofonemik. Seandainya guru dapat menjelaskan proses morfofonemik itu, siswa mengalami kesulitan mencerna penjelasan guru.
Salah satu cara yang dilakukan guru lebih banyak memberikan latihan berkaitan dengan “pe-”. Perubahan morfem akibat dari pelekatan “pe-” dengan kata sifat agar dihafalkan oleh siswa. Ini merupakan salah satu contoh kesulitan yang dialami guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di Kelas V (Fase C).
Guru SD mempunyai beban yang berat dalam melakoni tugas-tugasnya karena guru SD diharuskan menguasai berbagai bidang mata pelajaran.
Semoga pemerintah dapat meringankan tugas guru SD dengan menjadikan guru SD sebagai guru mata pelajaran sehingga guru dapat meningkatkan kompetensinya pada satu bidang studi.
Beban guru semakin bertambah karena harus berurusan dengan masalah administrasi.
Semoga dengan pemberlakuan Kurikulum Merdeka memang memberikan kemerdekaan kepada guru dalam melaksanakan pembelajaran.[T]
Baca juga esai terkait PENDIDIKAN atau tulisan menarik lainnya I KETUT SUAR ADNYANA