PIDATO CAPRES Prabowo di depan pendukungnya pada tanggal 13 Agustus 2023 cukup menyita perhatian masyarakat—karena dalam pidato tersebut Prabowo menyatakan bahwa Kita minta mandat dari rakyat. “Kita memang ingin, kita minta, kita ingin maju ke rakyat, kita minta izin rakyat untuk kita berkuasa, karena kita ingin berkuasa”.
Makna kata “berkuasa” adalah mempunyai kuasa (dalam berbagai-bagai arti, seperti berkesanggupan, berkemampuan, berwenang, berkekuatan) (KBBI). Berdasar pada makna kata tersebut Prabowo merasa telah memiliki kemampuan, kesanggupan, wewenang dan kekuatan untuk memimpin bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, Prabowo meminta izin kepada rakyat untuk berkuasa. Pernyataan yang disampaikan tersebut sah-sah saja. Urusan apakah rakyat akan mengizinkan atau tidak, itu akan terjawab dalam Pilpres 2024 mendatang. Apabila Prabowo menang, itu berarti sebagian besar rakyat Indonesia memberikan izin Prabowo untuk berkuasa. Apabila kalah, rakyat berarti tidak memberikan izin kepada Prabowo untuk berkuasa.
Brown and Gilman (1972) menyatakan bahwa kekuasaan adalah pola hubungan antara dua orang (bisa lebih), tetapi hubungan tersebut adalah hubungan nonresiprokal. Hubungan nonresiprokal memosisikan seseorang dalam posisi dominance dan yang lain dalam posisi submission (Ng dan Bradac, 1993:3).
Power tersebut mengacu pada perbedaan struktur hirarki antara dua partisipan sehingga satu partisipan menduduki posisi superordinat dan yang lain menduduki posisi subordinat (Scollon dan Scollon, 2001:52)
Pola hubungan seperti itu akan membawa pada pola hubungan asimetri. Partisipan satu akan mendominasi partisipan yang lain. Pola dominasi tersebut akan melibatkan kontrol, yaitu seorang akan melakukan kontrol terhadap yang lain.
Kontrol tersebut meliputi kontrol aksi (action) dan kognisi (cognition). Kontrol aksi bisa berupa tindakan yang dapat membatasi kebebasan orang lain, sedangkan kontrol kognisi dapat berupa usaha untuk memengaruhi pikiran seseorang (van Dijk,1993:254).
Ada netizen yang menilai Prabowo mempunyai ambisi untuk berkuasa. Hal itu dimaknai dari pernyataannya dalam pidato tersebut. Pendapat netizen adalah sah-sah saja.
Kekuasaan memang mengakibatkan hubungan yang asimetris. Seorang penguasa mempunyai kewenangan untuk mengontrol aksi dan kognisi rakyatnya. Kontrol itu dapat diwujudkan dalam bentuk perundang-undangan dan sejenisnya. Apakah kontrol tersebut membatasi aksi dan kognisi rakyatnya? Hal itu sangat bergantung kepada penguasa. Apakah kebijakannya berpihak kepada rakyat atau tidak.
Weber (1954) membedakan kekuasaan menjadi dua, yaitu kekuasaan yang dilegitimasi dan tidak dilegitimasi. Kekuasaan yang tidak dilegitimasi berupa kontrol terhadap orang lain tetapi orang yang melakukan kontrol tersebut tidak mengetahui haknya. Kekuasaan seperti ini berupa paksaan agar seseorang mematuhi apa yang dikehendaki.
Weber menyebut kekuasaan tersebut dengan coercion ‘paksaan’. Kekuasaan yang dilegitimasi adalah orang yang melakukan kontrol terhadap orang karena dia mempunyai hak untuk melakukan kontrol.
Weber membedakan legitimasi kekuasaan menjadi tiga (1) legitimasi kekuasaan tradisional, yang berdasarkan pada budaya, tradisi, adat istiadat. Kekuasaan seperti ini sudah ada secara turun menurun sehingga masyarakat menganggap kekuasaan tersebut memang seharusnya diterima; (2) legitimasi kharismatik, kekuasaan dimiliki oleh seseorang karena kharisma yang dimiliki oleh tersebut. Orang yang mempunyai kharisma memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain.
Dengan kharisma yang dimiliki, seseorang dengan mudah mencari pengikut; (3) legitimasi legal rasional, kekuasaan yang didasarkan oleh hukum. Orang yang mempunyai legitimasi kekuasaan berdasarkan pada hukum mempunyai kekuasaan yang kuat karena kekuasaan yang dimiliki sudah dipayungi oleh hukum.
Segala tindakan yang diambil adalah legal. Kita tentu berharap, negeri ini selanjutnya dipimpin oleh pemimpin yang mempunyai kekuasaan dilegitimasi dan segala kebijakannya selalu berpihak kepada kepentingan rakyat.[T]
- Baca artikel lainnya tentang PEMILU 2024 DI SINI