TAK TERASA tahun 2023 sudah menapaki bulan Agustus, itu tandanya sebentar lagi proses pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden sudah dekat. Pada tanggal 19 Oktober hingga 25 November 2023, media akan dipenuhi oleh berita tentang siapa saja yang datang ke Kantor KPU RI untuk mendaftarkan diri sebagai pemimpin Indonesia lima tahun mendatang. Sampai tulisan ini dibuat, ada tiga calon kuat yang katanya siap untuk ikut berkontestasi pada Pilpres 2024, mereka adalah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.
Kalau melihat demografi politik Bali hari ini, dapat dipastikan Bali adalah rumah bagi banteng moncong putih alias PDI-Perjuangan. Ada beberapa alasan yang menguatkan pernyataan tersebut. Pertama, dari 9 kabupaten/kota yang dimiliki Bali, 8 di antaranya dipimpin oleh kader PDI-Perjuangan (meski Buleleng kini dipimpin oleh seorang Pj). Kedua, Bali juga dipimpin oleh seorang gubernur yang berasal dari PDI-Perjuangan. Ketiga, dari 55 jumlah kursi DPRD Provinsi, 33 di antaranya dimiliki oleh PDI-Perjuangan. Jadi apa masih perlu ragu kalau Bali hari ini dikuasai oleh PDI-Perjuangan?
Menerka Nasib Anies di Bali
Anies Baswedan dideklarasikan oleh Partai Nasdem menjadi bakal calon presiden pada 3 Oktober 2022, kemudian diikuti oleh Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sosial (PKS) yang selanjutnya membentuk koalisi yang dinamakan “Koalisi Perubahan untuk Perbaikan”. Kelompok-kelompok relawan untuk mendukung Anies pun sudah jamak terbentuk, salah satunya di Bali.
Dikutip dari detik.com, relawan Anies di Bali yang bernama Forum Komunikasi Relawan Anies Baswedan telah bergerak dan telah beranggotakan ribuan orang. Menariknya, kelompok relawan ini juga memiliki ambisi untuk bisa merebut 40 persen suara di Bali dalam Pilpres 2024 mendatang. Pertanyaannya, apakah ambisi tersebut akan berhasil diraih?
Pada bulan Maret 2023 lalu adalah kali terakhir saya pulang ke Bali. Kesempatan itu pun saya manfaatkan untuk memperhatikan spanduk dan baliho yang sudah terpasang secara massive di berbagai titik—meski dalam pandangan saya itu adalah bentuk kecurangan dalam pemilu atau bisa disebut mereka telah curi start kampanye. Sayangnya, saya tidak menemukan satu pun spanduk atau baliho yang memajang wajah Anies Baswedan—bahkan di depan Kantor DPW Nasdem dan DPD Demokrat di wilayah Renon pun tidak ada. Hal ini tentu memantik pertanyaan di kepala saya, apakah mereka tidak percaya diri mengusung Anies di Bali? Hehe.
Meski belakangan saya mendengar kabar bahwa spanduk dan baliho Anies Baswedan sudah terpasang di beberapa titik, khususnya di depan Kantor DPW Nasdem Bali, tentu bukan berarti jalan Anies akan mulus di Bali. Apalagi merebut 40 persen suara pemilih di Bali. Kalau berkaca dari hasil perolehan suara Pilpres 2019 di Bali, pasangan Jokowi-Ma’ruf terlampau sangat jauh meninggalkan rivalnya Prabowo-Sandi.
Berdasarkan data dari Puskapol UI, pasangan Jokowi-Ma’ruf berhasil mengantongi suara sebanyak 91,68 persen, sedangkan pasangan Prabowo-Sandi hanya mampu “mencuri” suara sebanyak 8,32 persen. Salah satu faktor sulitnya pasangan Prabowo-Sandi menelan kekalahan telak di Bali adalah karena ruang gerak yang terbatas, mengingat begitu kuatnya pengaruh PDI-Perjuangan di Bali.
Ruang gerak partai koalisi pengusung Anies Baswedan di Bali juga makin sulit, mengingat Demokrat, Nasdem, dan PKS mendudukkan kadernya hanya 58 orang se-Bali. Hal ini tentu menyulitkan pergerakan Anies di Bali, baik secara konstituen, hingga logistik (kecuali ada suntikan dari pusat, Hehe). Melihat fakta politik tersebut, sangat sulit saya membayangkan jika Anies Baswedan akan berhasil merebut 40 persen suara di Bali, apalagi belajar dari Pilpres sebelumnya, Prabowo-Sandi pun hanya mampu merebut sekitar 8 persen suara saja—sampai 10 persen pun tidak.
Tapi, seperti yang sering disampaikan oleh politisi dan pengamat politik pada umumnya, bahwa politik adalah hal yang dinamis. Bisa berubah bahkan di setiap detiknya. Jadi segala kemungkinan pun bisa saja terjadi, khususnya dalam konteks Bali. Namun melihat dinamika politik di Bali sejak dimulainya masa reformasi, maka saya pikir kita harus bersepakat bahwa masih begitu sulit untuk mematahkan dominasi PDI-Perjuangan di Pulau Dewata. Benar begitu kan? [T]
- Baca esai-esai politikTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRAlainnyaDI SINI