9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Dari Iwan Fals Hingga A.A. Raka Sidan: Catatan Kegagalan Pendidikan Tinggi

I Wayan ArtikabyI Wayan Artika
August 20, 2023
inOpini
Dari Iwan Fals Hingga A.A. Raka Sidan: Catatan Kegagalan Pendidikan Tinggi

I Wayan Artika

PADA tahun 2015 A.A. Raka Sidan meluncurkan lagu pop Bali yang berjudul ”Kenceng”. Lagu ini adalah potret kritis kehidupan mahasiswa. Ketika mahasiswa-baru memasuki dunia kampus pada pertengahan Agustus ini, ”Kenceng” relevan dijadikan renungan kritis. Esai ini membahas muatan lagu tersebut yang dikaitkan dengan kritik pendidikan kepada mahasiswa.

W.S. Rendra menulis sejumlah puisi yang mengritik dunia pendidikan seperti pada ”Sajak Sebatang Lisong” atau ”Seonggok Jagung di Kamar”. Semua kritik pendidikan Rendra ditujukan kepada pemerintah, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan. Sasaran kritiknya juga terhadap lembaga penyelenggara pendidikan.

Sementara itu, kritik Iwan Fals tidak hanya kepada kehidupan guru Indonesia yang miskin lewat lagu ”Umar Bakri” (1981) tetapi juga terhadap lulusan perguruan tinggi yang adalah kaum pengangguran terdidik dan hanya bisa mengemis pekerjaan, dalam lagu ”Sarjana Muda” (1981).

Rupanya dunia pendidikan masih membuka banyak kemungkinan untuk disoroti. Di Bali, A.A. Raka Sidan melontarkan kritik atas kehidupan mahasiswa dalam salah satu lagunya. A.A. Raka Sidan berbeda dengan Rendra atau Iwan Fals dalam hal itu. Kritik Pendidikan pada “Kenceng” sama sekali bukan terhadap dosen, guru, pendidikan sebagai lembaga atau infrastruktur, atapun pemerintah. Yang dikritik pedas oleh A.A. Raka Sidan justru mahasiswa. Ya,  mahasiswa!.  

Kritik itu, ketika berbagai lembaga akreditasi atau perubahan paradigma layanan pendidikan memposisikan mahasiswa sebagai ”anak emas”; tampak sebagai suatu sikap bahwa permasalahan pendidikan itu justru datangnya dari subjeknya (siswa/mahasiswa). A.A. Raka Sidan seolah tengah mengakui bahwa yang salah dalam pendidikan itu adalah mahasiswa yang jadi pemalas dan mudah kena pengaruh.

”Kenceng” menceritakan seorang mahasiswa sejak awal kuliah. Kisahnya dimulai dari kehidupan baru mahasiswa di kota, di sebuah kamar kos yang digambarkan ”acak-acakan”; generalisasi kehidupan anak kos yang jauh dari orang tua atau keluarga sehingga bebas dan tidak terurus! A.A. Raka Sidan memulai menggambarkan dengan sangat menarik.

Di kamar cenik tiga kali tiga
Medug dug cen buku cen celane cen anduk cen kasur
Tiang menongos
Kost

(Ukuran kamar itu hanya 3×3 meter. Di dalam kamar ini bercampur aduk berbagai benda khas mahasiswa, seperti buku dan pakaian.)

”Kenceng” menggambarkan latar belakang atau alasan para mahasiswa untuk kuliah adalah karena harapan, dukungan, dan motivasi orang tua. Pada tingkat mahasiswa, tidak semua orang tua memiliki harapan tersebut. Mengingat biaya kuliah yang tidak terjangkau dan walaupun ada berbagai biasiswa dari BUMN atau negara, namun itu semua masih tidak cukup; hanya sedikit saja orang tua yang bisa menguliahkan anaknya. Selebihnya adalah setamat SMA/SMK memilih bekerja atau syukur bisa kuliah D1 di bidang kapal pesiar.

Namun demikian, A.A. Raka Sidan menceritakan orang tua yang memiliki harapan besar kepada dunia pendidikan tinggi atau universitas, dalam lagunya ini. Di tengah dunia pendidikan yang sebelum era MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka, yang digawangi oleh Bapak Nadiem Anwar Makarim), harapan atas pendidikan itu nyaris pupus, dan hilangnya kepercayaan kepada dunia pendidikan (karena hanya mencetak pengangguran terdidik, seperti lagu ”Sarjana Muda”); rupanya harapan untuk memberi jaminan masa depan anak-anak mereka; masih ada.

Atas harapan itulah roda pendidikan di kampus-kampus bergerak. Berbagai episode merdeka belajar yang telah diluncurkan, mampu mengubah potret buran, stagnasi, dan birokratisme dunia pendidikan yang mengarah masif.

Lagu ini kemudian menjelaskan alasan terbesar bagi seorang mahasiswa untuk kuliah. Ternyata itu semua karena dorongan orang tua semata. Itu semua atas harapan orang tua. Secara gamblang dilukiskan sebagai kutipan di bawah ini.

Rerama ngarepin tiang melajah
Megedi ling jumah
Kone otak tiang pang wayah
Ne jani kuliah

Peran orang tua atau keluarga paling penting dalam proses pendidikan di universitas, terutama dalam memberi jaminan finansial atau pihak yang menanggung seluruh biaya pendidikan. Kuliah bagi orang tua memang untuk menyiapkan anak-anak mereka agar menggenggam masa depan atau mendapat pekerjaan dan hidup dengan penghasilan yang memadai. Namun, harapan jangka pendek orang tua dalam pendidikan, sejalan dengan kutipan tersebut, adalah agar seorang mahasiswa menjadi cerdas. Dalam kutipan di atas, A.A. Raka Sidan menggunakan ungkapan yang sangat sederhana tetapi syarat makna, ”otak tiang pang wayah”. Hal ini mencerminkan suatu harapan yang timpang dalam dunia pendidikan, jika dipandang dari tujuan pendidikan tiga ranah (kognitif, apektif, dan psikomotor). Namun demikian, bahasa lagu yang sarat pertimbangan kreatif, harus diterima sesuai dengan pakem musik yang berlaku.

Walaupun harapan orang tua yang dinyatakan ”otak tiang pang wayah” yang mana otak identik dengan alat biologi untuk berpikir (ranah kognitif) namun bagian lirik ini dapat dimaknai bahwa tujuan atau harapan orang tua terhadap pendidikan tinggi, ya, tidak jauh-jauh amat dengan kebijakan-kebijakan atau pembaruan pendidikan. Hanya saja, bahasa awam atau bahasa masyarakat tentu tidak persis dengan bahasa ilmiah. Inti lirik ini adalah, seorang mahasiswa memutuskan untuk kuliah karena adanya dorongan orang tua. Anak memikul harapan itu di pundaknya.

Pertanyaan yang muncul, di samping harapan mulia tersbut, apakah seorang mahasiswa dalam lagu ini sejalan dengan harapan orang tua? Secara implisit, bagian lirik ini menyatakan bahwa, tanggung jawab anak dan rasa hormat kepada orang tua menjadi motivasi mereka menuju universitas.

Memang dalam berbagai pengalaman, sering muncul konflik harapan antara anak dan orang tua dalam kuliah atau dalam memilih prodi atau fakultas.

Di luar betapa mulia harapan orang tua dan betapa tinggi tanggung jawab anak atas orang tua dan demi itu semua siap memikul harapan itu; A.A. Raka Sidan menghadirkan sosok mahasiswa yang menyimpan potensi gagal menjalankan harapan orang tua.

Mule ling jumah
Ngabe penyakit memunyah
Ne jani kuliah
Tiang paling ngenah
Masuk kapah kapah

Persoalan berupa kebiasaan yang menyimpan potensi besar untuk menghambat kemajuan studi di kampus ada pada diri mahasiswa. Hal itu digambarkan dalam lirik yang dikutip di atas. Pada kutipan itu, persoalan atau kebiasaan buruk mahasiswa bersangkutan adalah kebiasaan minum atau ”ngabe penyakit memunyah”.

Ini adalah salah satu representasi dari sekian banyak persoalan yang dimiliki oleh mahasiswa baru. Mereka mungkin ada yang sama sekali gagal karena persoalan-persoalan yang dibawa sejak awal tidak mampu mereka atasi. Atau sebaliknya, ada banyak yang sukses dan berbagai persoalan sama sekali tidak menjadi hambatan dalam studi mereka.

Sehubungan dengan persoalan tersebut, A.A. Raka Sidan, tampaknya sangat moderat. Dengan persoalan ”Mule ling jumah, Ngabe penyakit memunyah”, seorang mahasiswa bisa mengembangkan potensi positif atau potensi produktifnya. Ini terjadi pada tahun-tahun awal di kampus, tepatnya pada semsetr I, II, dan III. Pada semester ini digambarkan mahasiswa tersebut hampir menunjukkan karakter atau jati diri mahasiswa yang ideal.

Semester awal satu dua tiga
Mule sedeng demene tiang
Yening teke ke kampus
Lakar melajah

Pada semester-semester tersebut, A.A. Raka Sidan menggambarkan mahasiswa memiliki kegemaran belajar, selalu terdorong untuk datang kuliah ke kampus. Singkatnya, motivasi belajar mahasiswa tidak perlu diragukan. Tidak lupa juga, A.A. Raka Sidan menyampaikan ada sejumlah faktor pendorong daya belajar mahasiswa, seperti adanya pandangan posisif mahasiswa terhadap kampusnya yang megah dan para dosen yang sangat ramah.

Bagi penyelenggara Pendidikan tinggi, di tengah era yang lebih berpihak kepada mahasiswa; faktor keramahan dosen dalam memberi layanan akademik dan bimbingan, rupanya menjadi hal yang utama sehingga bagian itulah ditulis menjadi lirik dalam “Kenceng”. Daya tarik lain universitas, tentu fasilitas yang modern, relevan, dan memadai sehingga “Kampuse megah” adalah pemenuhan harapan infrastruktur visual yang didamba mahasiswa. Daya Tarik kuliah sebagai sebuah sebuah proses pendidikan di lembaga pendidikan tinggi, di hati mahasiswa, digambarkan sebagai berikut oleh A.A. Raka Sidan.

Ulian mekejang tepukin melah
Kampuse megah
Dosen dosene ramah Tunangan
Tiang masih ngelah

Di tengah segala keramahan dosen dan kemegahan kampus, tentu dimensi romantisme mahasiswa tidak bisa diabaikan. Hal ini telah dibuktikan dalam berbagai kisah cinta dalam pendidikan tinggi. Yang paling tua adalah khazanah kisah cinta dalam San Pek Eng Tay. Hampir terlalu banyak sastra pop Indonesia mengangkat tema romansa cinta, bahkan tidak hanya di antara sesama mahasiswa tetapi cinta beda “kasta” antara mahasiswa dan dosen, seperti “legenda” romansa cinta di fakultas psikologi, Kampus Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Cintaku di Kampus Biru (Ashadi Siregar, 1974).

Pun demikian juga tampak dalam “Kenceng”, yang merupakan satu motivasi penting bagi mahasiswa untuk lebih bersemangat kuliah. Sehubungan dengan masalah itu, A.A. Raka sidan menulis dalam lirik lagunya, “Tunangan Tiang masih ngelah”. Namun, cinta selama kuliah kadang-kadang menjadi salah satu faktor kegagalan studi.

Tetapi di samping semua itu, harapan orang tua, kepatuhan dan rasa hormat berlimpah tanggung jawab seorang anak, dan daya tarik iklim belajar di kampus yang megah dengan dosen yang ramah; memang tidak menjadi jaminan, seorang mahasiswa dapat menwujudkan harapan keluarganya yang berbayar sangat mahal.

Pada bagian itu, A.A. Raka Sidan seperti tengah menyenandungkan sebuah tragedi kehidupan mahasiswa. Tragedi itu, melanda pada semester-semester di paruh akhir masa studi. Apa yang dilukiskan pada bagian ini oleh A.A. Raka Sidan mirip sekali dengan yang dialami Lambo (siswa SMA di Yogyakarta) dalam novel Lambo (N. Marewo). Demikianlah, motivasi belajar mahasiswa nyaris terhenti digantikan oleh motivasi lain, untuk mencari kesenangan atau hedonisme dalam skala dan pengertian yang luas; atau bisa juga sebuah kesadaran untuk menolak Pendidikan!

Nanging di tengah
Semester papat lima nenem
Tiang Ngelaleng
Demen pesu peteng
Kanti sekripsine nganceng

Bagian ini memang terbukti menjadi pemicu kegagalan, bermula pada terbengkalainya proyek akhir menyusunan skripsi (Kanti sekripsine nganceng). Kutipan tersebut menggambarkan telah terjadi peralihan pada prinsip hidup mahasiswa. Peristiwa ini bisa saja terjadi dan pada konteks ”Kenceng” A.A. Raka Sidan telah menyiapkan ”kunci” mengapa tragedi ini pada akhirnya menjadi fakta penghancur harapan meraih masa depan lewat kuliah. Hal ini diselipkan sejak awal lirik dan berhasil dengan baik sehingga terkesan mahasiswa tersebut siap dan bulat pergi kuliah demi harapan, kehormatan, dan tanggung jawab kepada orang tua dan keluarga. Pun pihak orang tua, dibangun sebagai pribadi yang otimis bahwa anaknya tidak bermasalah dan pasti sukses jadi sarjana.

A.A. Raka Sidan mengingatkan secara halus, bahwa, niat baik orang tua masih harus dikonstelasikan dengan diri sang anak. Orang tua berdiri di rel segala niat baik dan pengorbanan atau “investasi” kepada anak tercinta. Itu harga mati. Tapi anak ada dalam dua kemungkinan yang sama-sama kuat: (1) menjalankan niat baik orang tua demi diri sendiri di masa depan atau (2) hidup berpura-pura baik, berpura-pura hormat, atau berpura-pura bertanggung jawab kepada kedua orang tua. Keduanya dilukiskan oleh A.A. Raka Sidan. Pada fase awal kehidupan anak (mahasiswa) ia benar-benar menjadi mahasiswa yang baik. Tetapi hal itu tidak bertahan lama karena berganti dengan ”tragedi” yang bersumber pada penyakit lama

Mule ling jumah
Ngabe penyakit memunyah
Ne jani kuliah
Tiang paling ngenah
Masuk kapah kapah

Yang bisa dibicarakan terkait dengan perubahan ke arah yang buruk tersebut, mungkin persoalan gagalnya pendidikan tinggi membangun karakter mahasiswa. Mahasiswa yang pintar tetapi gagal dalam hal pembentukan karakter sehingga mereka terjerumus dalam kubangan kegagalan dan menjadi ancaman di masa depan! Hal ini bisa dijadikan poin yang dikritik dengan cara halus oleh A.A. Raka Sidan bahwa pendidikan tinggi bisa mencerdaskan mahasiswa namun gagal mengubah perilaku buruk mereka.

Artinya, pendidikan akademik, intelektual, berjalan di satu sisi dan mencapai sukses pada ranah kognitif mahasiswa namun pada sisi lain, pendidikan tinggi abai kepada karakter budi dan soft skill (kecakapan hidup). Lagu ini mengiritik pendidikan yang tidak berintegritas dan telah menghancurkan harapan masyarakat dan masa depan mahasiswanya sendiri.

Jika saja pendidikan yang berkarakter kuat dan terintegrasi dengan dua ranah lain secara holistik dan autentik, (sikap dan tindakan) maka mahasiswa yang menjadi aku lirik ”Kenceng”, tidak akan mengalami tragedi dalam masa paruh akhir yang paling menentukan kuliahnya. Dengan pendidikan yang utuh (kognitif, apektif, dan psikomotor), seorang mahasiswa, sebagaimana yang digambarkan di dalam lagu ini oleh A.A. Raka Sidan, tentu akan terhindar dari kondisi.

Sangkane tiang sing kukuh
Ne jani payu memuduh
Ulian enggal kene pengaruh

Bagi mahasiswa baru, tentu saja dapat becermin dari lagu itu. Dengan demikian, dapat lebih konsisten dalam menjalani proses studi di kampus. Meskipun paradigma pendidikan tinggi sudah banyak berubah; namun kegagalan dan keberhasilan itu masih tetap ada di tangan mahasiswa sendiri!

Nasib ”aku lirik” dalam ”Kenceng” tidak jelas atau dapat sejatinya gagal! Dalam ”Sarjana Muda Iwan Fals”, nasib seorang tamatan pergurian tinggi terbilang pahit: menjadi pengangguran. Karena itulah dengan segala daya upaya universitas hendak mengeliminasi nasib buruk mahasiswa baik dalam ”Kenceng” dan ”Sarjana Muda”. [T]

  • BACA artikel lain dari penulis I WAYAN ARTIKA
Literasi Dasar: Hubungan Abadi Antara Manusia dan Pengetahuan, Konstruksi dan Konsumsi
Gagal Menulis Esai
Antitesis Dunia Lisan, Sensasi Dunia Tulis, Merambah Dunia Pengetahuan, Merespons Tulisan, dan Peristiwa Cerita
Tags: AA Raka SidanIwan FalskampusKampus MerdekaLagu Pop BaliPendidikan Tinggi
Previous Post

Menghapus Citra “Judes, Kumuh dan Lelet” Rumah Sakit Pemerintah

Next Post

Apakah Koran Sudah Menjadi Artefak Jurnalisme?

I Wayan Artika

I Wayan Artika

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. | Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

Next Post
Apakah Koran Sudah Menjadi Artefak Jurnalisme?

Apakah Koran Sudah Menjadi Artefak Jurnalisme?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co