SEBAGIAN besar tradisi di Bali dapat dikatakan sebagai dasar pondasi masyarakatnya dalam menjalani kehidupan. Oleh sebab itu, dalam menjaga tradisi tersebut, orang Bali selalu menjaga, mempelajari, dan menyebarluaskan tradisi dari generasi ke generasi.
Tradisi Bali yang kental dengan balutan keagamaan dan siraman keindahan seni budaya, selalu berjalan beriringan dengan apik di tengah-tengah perkembangan zaman yang begitu pesat. Maka tak heran, dalam kegiatan keagamaan di Bali, tak bisa dilepaskan dengan tradisi masyarakat setempat, seperti ngayah, misalnya—tradisi gotong royong yang masih terjaga eksistensinya sampai saat ini.
Suasana Kerjasama antar Yowana / Foto: Dok. Jordi
Kegiatan ngayah dapat dijumpai dihampir setiap tempat di Bali, tak terkecuali di Desa Padangtegal, Ubud, Gianyar, yang beberapa waktu lalu sedang disibukkan mempersiapkan Upacara Atiwa-tiwa (Ngaben Masal) 2023.
Semua kalangan dilibatkan dalam ngayah persiapan upacara tersebut, mulai dari krama banjar hingga yowana desa dikerahkan.
Yowana Desa Adat Padangtegal yang terdiri dari ST. Suka Duka Padangtegal Kaja; ST. Suka Duka Padangtegal Mekarsari; ST. Suka Duka Padangtegal Kelod; dan ST. Padang Kencana, saling gotong royong untuk ngayah ngias (dekorasi) Petak tempat upacara akan dilangsungkan.
Jika ditelisik lebih dalam, kegiatan ngayah yang dilakukan oleh seluruh Yowana Padangtegal bukan semata-mata untuk membantu dan menjalankan kewajiban sebagai pemuda—yang nantinya akan merasakan kehidupan mebanjar. Tetapi lebih dari itu, Pemuda Padangtegal diajak untuk
Berguru dengan Tokoh Seniman Patung Padangtegal / Foto: Dok. Jordi
selalu menjaga hubungan sosial dan mempelajari unsur estetika dalam menjaga kesakralan upacara.
Hubungan sosial dapat terjaga dalam kegiatan ngayah ini meskipun masing-masing sekehe teruna (organisasi pemuda di Bali) memiliki latar belakang berbeda satu sama lain—karena sejatinya antara organisasi yang satu dengan organisasi lainnya memiliki budaya organisasi yang berbeda.
Kegiatan ngayah akan memberi ruang lebar bagi siapapun untuk menyatukan diri dalam konsep menyama braya. Semua dijadikan satu—satu pemikiran dan tindakan dalam menciptakan sebuah persembahan dengan dasar keikhlasan dan kebersamaan.
Membantu Satu Sama Lain Melalui Kegiatan Ngayah / Foto: Dok. Jordi
Tidak hanya itu, ngayah ngias oleh Yowana se-Padangtegal juga mengajarkan kami untuk menjunjung tinggi estetika.
Artinya, para generasi muda Padangtegal diajak belajar menciptakan sesuatu yang berbau seni melalui proses ngayah seperti membuat ukiran dari kertas, memasang kain, melakukan pengecatan, dan lain sebagainya.
Berbagai ornamen upacara seperti Dangsil, Bale Salunglung, Candi Bentar, dan lain-lain juga melibatkan campur tangan Yowana pada proses finishing yang kental akan bungkusan estetika dan artistik di dalamnya.
Yowana Menghias Bale Tamyu dan Bale Metatah / Foto: Dok. Jordi
Kegiatan ngayah yang dilakukan Yowana Desa Adat Padangtegal tidak berhenti sampai pada ngias petak saja, melainkan akan terus berlanjut sampai upacara berlangsung, seperti Nyanggra (menyambut) undangan dan Sekehe Truna di luar Padangtegal sebagai pengayah.
Dengan begitu, hubungan kekerabatan Yowana Padangtegal tidak hanya sampai di Desa Adat saja, melainkan semakin luas dan terus berkembang. Jadi, ayo ngayah! Jangan malas! Sebab banyak manfaatnya.[T]