FOTOGRAFER, khususnya yang berkecimpung dalam dunia jurnalistik, sedang menghadapi tantangan berat di era digital ini. Pasalnya, mereka harus bersaing dengan para pemburu foto untuk kepentingan media sosial. Karena itu, fotografer mesti meningkatkan kemampuan dan keterampilannya dalam pengambilan foto, sehingga karyanya memiliki keistimewaan dan ‘’berbicara’’, tak kaku dan mekanis.
Dalam menanggapi realita tersebut, Kelompok Wartawan Kebudayaan Bali menggelar Diskusi Pojok Media bertajuk ‘’Fotografi Jurnalisme Kultural: Foto Jurnalistik Vs Foto Medsos’’ di Gedung Perpustakaan Widya Kusuma, Taman Budaya Bali, Jumat (29/7/2023).
Acara serangkaian Festival Seni Bali Jani V 2023 ini menghadirkan narasumber Made Widnyana, fotografer cum budayawan; dan Dr. I Made Bayu Pramana, fotografer sekaligus akademisi ISI Denpasar. Diskusi dipandu wartawan perempuan, Ayu Sulistyowati.
Made Widnyana saat memberikan materi dalam Diskusi Pojok Media “Foto Jurnalistik Vs Foto Medsos”, Jumat (29/7/2023) / Foto: Ist
Mengawali diskusi, Made Widnyana menyampaikan, cepat, tepat dan benar adalah hal yang diperlu mendapat perhatian dari para fotografer. Terlebih pengambilan foto untuk kepentingan media massa. Unsur 5 W dan 1 H juga sangat berlaku pada karya foto jurnalistik. “Paling tidak, dalam caption atau keterangan foto, unsur-unsur itu tetap ada, dengan bahasa yang sederhana,” ujarnya.
Dalam pengambilan foto yang berkaitan dengan hajatan ritual besar keagamaan Hindu dan atau event budaya, fotografer juga dituntut memiliki kepekaan dalam pengambilan angle dan teknik mengambilan foto, terlebih ketika terjadi kerumunan fotografer dan para pengambil foto yang lainnya. Agar menghasilkan karya spesial, pengambilan foto harus banyak, sehingga bisa dipilih yang terbaik.
Dalam kesempatan itu , Widnyana yang juga seorang arsitek, berbagi pengalamannya menjadi fotografer dalam mengabadikan karya-karya besar di Pura Besakih, seperti Eka Dasa Ludra dan Panca Walikrama. Termasuk Pesta Kesenian Bali (PKB) dari sejak awal hingga kini.
Sementara itu, Bayu Pramana mengatakan, fotografi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu fotografi seni, foto jurnalistik dan foto komersial. Pada era medsos saat ini, foto komersial makin diminati untuk kepentingan endors dan sebagainya. Kemudian, belakangan muncul genre baru dalam dunia fotografi yakni street foto.
Bayu Pramana saat memberikan materi dalam Diskusi Pojok Media “Foto Jurnalistik Vs Foto Medsos”, Jumat (29/7/2023) / Foto: Ist
Dalam genre tersebut, yang dipentingkan adalah ketajaman dalam melihat peristiwa atau objek foto, sehingga menghasilkan karya yang unik dan berbeda dari foto-foto konvensional. “Unsur 5 W 1 H tidak lagi penting. Yang terpenting dalam genre ini adalah unsur estetiknya yang secara visual ada efek ‘’Wooo’’-nya,” tutur Pramana.
Diskusi yang dihadiri oleh sejumlah mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Denpasar itu cukup menarik dengan pemaparan materi yang singkat, padat dan jelas dari kedua narasumber. Bahkan dalam sesi diskusi, sejumlah peserta aktif bertanya dan sharing pengalaman.
Moderator Ayu Sulistyowati membuka diskusi dengan pantun, dan ditutup pula dengan pantun. Para peserta dirangsang bertanya oleh moderator dengan pemberian hadiah berupa buku.[T][Jas/*]