KABUPATEN BULELENG memiliki satu atraksi yang lahir dari peradapan agraris yang bernama sapi grumbungan. Atraksi adu sapi ini mirip dengan tradisi makepung di Jembrana atau karapan sapi di Madura.
Sayangnya, belakangan ini atraksi itu nyaris punah seiring dengan perubahan cara orang bertani di Bali, yang dulunya membajak sawah menggunakan sapi, kini lebih banyak menggunakan traktor. Sapi untuk membajak pun menjadi langka.
Nah, pada acara Lovina Festival 2023 di Lovina, Buleleng, atraksi sapi grumbungan itu dihidupkan kembali dengan nama Parade Sapi Gerumbungan yang digelar di Lapangan Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Sabtu 22 Juli 2023.
Sapi grumbungan secara selintas mirip dengan atraksi makepung di Jembrana, Bali. Yang berbeda, makepung lebih banyak mempertunjukkan adu cepat, sedangkan sapi grumbungan menonjolkan estetika.
Jika menonton sapi grumbungan akan dilihat lebih banyak hiasan pada sapi, juga perilaku keindahan yang ditunjukkan oleh sapi itu, misalnya tegaknya kepala, naiknya ekor hingga harmonisasi gerakan langkah dari dua sapi.
Pada Parade Sapi Grumbungan itu, beradu sebanyak lima kelompok sapi grumbungan yang berasal dari dari Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Desa Lemukih dan Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, serta Desa Pedawa, Kecamatan Banjar.
Acara ini tentu saja menyenangkan, terutama bagi peserta. Salah satu peserta yang merupakan Ketua Kelompok Sapi Gerumbungan Pasupala Desa Bebetin Ketut Susila menjelaskan sapi yang digunakan untuk sapi gerumbungan bukanlah sembarang sapi. Ada perbedaan dari gerak kaki ataupun ekornya. Perbedaan tersebut sudah terlihat dari kecil. Dari menyusui ekornya sudah naik. Kemudian, larinya berbeda dengan sapi biasanya.
“Langkah kakinya yang depan agak naik dan yang lainnya mengikuti,” kata Susila.
Selain itu, pada bagian leher bibit sapi gerumbungan juga agak berbeda. Jika sapi biasa saat berlari kepalanya menunduk. Untuk sapi gerumbungan, saat berlari kepalanya tegak menengadah.
“Dengan perbedaan tersebut, terlihat sapi lebih gagah dan bisa dikatakan untuk bibit sapi gerumbungan,” ujar Susila.
Salah satu wisatawan mancanegara muda asal Belanda yang mencoba menaiki sapi gerumbungan, Indi (14) menyebutkan sangat menyenangkan untuk melihat sekaligus menaikinya. Juga mendapatkan banyak energi dari menunggang sapi gerumbungan. Ia mengaku sedang di hotel dan kemudian datang ke Parada Sapi Gerumbungan ini.
“Kenapa tidak? Akhirnya kami datang dan mencoba sapi gerumbungan tersebut,” sebutnya.
Ia mengatakan bahwa Bali khususnya Buleleng sangat berbeda dengan tempat lainnya. Bahkan, mengaku sangat menikmati alamnya. Tahun lalu, keluarganya pergi ke Yunani namun hanya pergi ke pantai.
“Saya sangat menyukainya. Banyak hal bisa dilakukan. Saya dan keluarga mengunjungi Buleleng selama dua hari dan selanjutnya akan pergi ke Nusa Lembongan,” kata Indi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Buleleng Gede Dody Sukma Oktiva Askara mengungkapkan akan ada kegiatan temu antar kelompok sapi gerumbungan pada bulan Agustus mendatang.
Pertemuan itu akan menyerap usul, saran dan masukan kepada pemerintah dalam rangka pengembangan dari atraksi budaya sapi gerumbungan ini. Setelah itu, pada bulan Desember akan digelar lomba sapi gerumbungan se-Kabupaten Buleleng.
“Ini upaya kita menggeliatkan kembali atraksi sapi gerumbungan khas Buleleng,” kata Dody. [T][Ado/*]