PERNIKAHAN menjadi salah satu tahapan yang perlu dilalui oleh setiap manusia, meskipun tak jarang ada yang memilih untuk tetap sendiri daripada berpusing itu dan ini.
Namun demikian pernikahan bukan hanya suatu momentum perayaan yang penuh dengan euforia, atau hanya sekedar proses legalisasi hubungan badan semata. Melainkan suatu hal yang sakral, menyatukan dua insan yang diikat dengan ikrar suci didepan hakim dan saksi. Guna melahirkan keturunan untuk melanjutkan tugas penjagaan bumi dengan nilai agama dan nilai luhur adat yang suci.
Rencana Tuhan tak ada yang tahu, dalam perjalanan pasca pernikahan, manusia tidak mengerti bagaimana keadaan keluarga ke depan, pastinya akan ada lika-liku kehidupan.
Akhir-akhir ini dikejutkan dengan pernikahan yang kandas beredar di media sosial. Jumlahnya tidak sedikit, pasangan mengakhiri jalinan suci yang pernah mereka sepakati. Melupakan cinta yang ditanam, dipupuk, dirawat hingga pernah bersemi akibat persoalan ekonomi.
Jika hanya masalah ekonomi, maka orang yang sudah punya penghasilan lebih dari UMR kiranya tidak ada yang bercerai. Namun nyatanya, beberapa kasus perceraian juga dialami oleh orang yang aman secara finansial. Artinya ada hal yang lebih mendasar yang perlu dipahami dan dipersiapkan dalam pernikahan.
Kata orang-orang yang sedang mengarungi bahtera rumah tangga, menikah bukan perkara yang mudah, yakni menggabungkan dua keluarga besar yang berbeda latar belakang. Mulai latar belakang budaya, agama, suku, pendidikan, penghasilan dan yang lainnya, menjadi tema pembahasan antara kedua keluarga yang berkesinambungan. Meskipun akhirnya akan lancar dan menjadi kesepakatan bersama untuk melanjutkan pernikahan.
Namun tidak jarang, dari dialektika yang berkembang, menghasilkan kesepakatan, memutuskan untuk menyudahi rencana pernikahan.
Sebelum menikah, orang tua banyak berpesan bertema keluarga, mulai dari permasalahan dan kenikmatan berkeluarga. Diantara pesan kepada anaknya, untuk mencari pasangan yang menerima dirinya dan keluarganya.
Jika ada kekurangan, mau menerima tanpa menghina harkat martabat keluarga. Ada juga yang berpesan lebih spesifik pada kriteria, misalnya, mencari pasangan yang memiliki sifat penyayang, mengayomi, pengertian dan pandai bersyukur serta paham agama dan nilai luhur adat.
Dengan begitu, orang tua memberikan wawasan pengetahuan pernikahan bukan hanya tentang enak-enak saja. Bukan maksud menggurui atau memarahi, apalagi menuntut. Orang tua hanya bisa berpesan, mengharapkan yang terbaik untuk anaknya. Toh, pada akhirnya, bagaimanapun proses anaknya menjalani kehidupan rumah tangga, akan tetap diterima orang tuanya.
Tentunya orang tua berharap ingin mendapat calon menantu yang dapat membina rumah tangga dengan nilai yang diajarkan agama dan nilai luhur adat secara bersama. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan bagaimanapun keadaan keluarga kedepannya.
Kiranya semua sepakat, perceraian bukan menjadi pilihan utama yang dilakukan jika ada pertentangan dalam keluarga. Apabila tidak bisa diselesaikan internal keluarga, di dalam hukum negara, negara hadir memberikan ruang mediasi untuk menyelesaikan masalah keluarga. Bahkan perceraian, mungkin menjadi hal yang membuat Tuhan tidak suka.
Karena pada dasarnya dampak perceraian yang begitu besar pada sisi kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai manusia yang hidup di bumi Indonesia. [T]
- BACA tulisan lain dari penulis Cherik Ayyash