BERBICARA TENTANG masa terbahagia sepanjang hidup, jawaban saya adalah masa kanak-kanak. Anak usia 0-12 tahun merasa bahwa dunia hanya dipenuhi kebahagian, meskipun sesekali menangis tapi akan kembali dengan canda tawa tanpa penipuan. Hidup tanpa memikirkan hal-hal yang akan terjadi besok. Masa itu yang dipikirkan hanya hari ini, kejadian besok dan kemarin bagaikan angin lalu.
Keseharian bermain hingga lupa waktu. Belajar pun harus diperintah oleh ibu guru dan orang tua. Mereka belum punya nalar yang besar, niat yang tinggi, tapi sudah memiliki mimpi setinggi langit. Anak-anak adalah orang yang paling jujur, mereka bisa mengatakan apapun tanpa rasa takut dan bersalah.
Mereka berbicara lantang, “aku ingin jadi pilot, aku ingin jadi polisi, aku ingin jadi dokter, dan lainnya.” Semua tokoh besar dijadikan panutan, tak ada malu bahkan sungkan. Ini tentang laki-laki dan perempuan kecil yang berani berlari dibawah teriknya sang mentari, berenang di antara lumpur, dan membasuh diri dihadapan banyak mata. Bukankah ini keberanian yang sejak lama sudah terbangun? Iya, masa kanak-kanak yang tak perlu disingkirkan.
Anak-anak berhak mendapat perlakuan baik dari orang tua, guru, dan orang-orang disekitarnya. Mereka perlu mendapatkan perhatian lebih dari orang dewasa. Bukan perihal mandiri dan manja. Usia itu masih perlu tuntunan, didikan, dan kasih sayang. Bukan juga perihal mengekang atau dikekang, tapi mereka harus diberikan contoh dan perintah yang membangun diri.
Ketika anak beranjak ke bangku sekolah, baik Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka masih perlu di antar jemput. Mereka belum cukup umur untuk diberikan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Orang tua harus memastikan anaknya aman sampai rumah maupun sekolah. Penting memberikan waktu kepada anak sekedar mengantar dan menjemput di sekolah. Meskipun tidak tepat waktu, tapi ini adalah hal yang paling bahagia bagi mereka.
Rabu, 12 Juli 2023 mengembalikan saya ke masa lalu. Pemikiran saya terpusat pada anak-anak yang dijemput oleh orang tuanya.
Ternyata ini adalah moment yang tak akan terlupakan. Kala itu, saya melihat raut wajah orang tua, saudara, kakek, dan lain-lain menunggu kehadiran anaknya, adiknya, ataupun cucunya untuk datang menghampiri. Bahkan yang ditunggu-tunggu hanyalah kata “masak apa di rumah?” atau “lelah sekali belajar”. Kedua kata itu menjadi isyarat bahwa rumah menjadi tempat ternyaman.
Rasanya rindu dan ingin kembali ke masa itu. Masa dimana orang tua masih mengantar hingga depan gerbang sekolah dan menunggu pulang dengan mengorbankan waktu istirahat, berjemur dibawah teriknya matahari, bahkan berlomba-lomba datang untuk mendapat tempat yang paling aman untuk menunggu anak kecilnya berlari menghampirinya.
Kalau sudah waktunya pulang sekolah, semua jalan yang berhubungan akan terkena macet, karena banyaknya kendaraan yang parkir di depan gerbang sekolah. Anak-anak pun tak sabar menemui orang tuanya dan pulang ke rumah.
Semua berteriak memanggil nama-nama kesayangan, menghidupkan klakson agar terlihat, bahkan membiarkan motor terparkir dan menghampiri anaknya hingga ke dalam sekolah. Mereka khawatir, mereka tak ingin anaknya hilang. Tujuannya sederhana tapi sangat bermakna.
Sekarang, bercerminlah dari saya yang beranjak dewasa. Sudah tidak perlu diantar jemput lagi karena sudah punya surat izin mengemudi. Alasan yang paling utama karena sudah dewasa. Identitas itu menjadi salah satu alasan tumbuhnya rasa malu apabila diantar ke kampus oleh orang tua. Inilah pertumbuhan, terkadang kita harus menikmati segala hal yang datang dan juga pergi. Sebab, situasi itu tidak akan terjadi dua kali, kecuali kita punya doraemon.
Rindunya menunggu orang tua di depan gerbang hingga membawa pulang sambil berbincang-bincang kecil di atas roda dua itu. Berkat mereka, kita bisa mencari teman, ilmu, dan pengalaman. Keberanian yang telah dibangun sedari kecil itu terus melekat hingga kita tumbuh dewasa. Sedewasa ini, orang tua masih tetap khawatir dengan keadaan anaknya. Sesekali menelpon atau mengirim pesan “hati-hati di jalan”. Kata ini menjadi bagian perjalanan yang menenangkan.
Kisah anak-anak sekolah ini akan menjadi sejarah di kehidupan masing-masing orang, bahkan akan menjadi cerita yang menemani waktu tidur anak atau cucu nanti. Ingatlah semua kejadian sudah diatur oleh semesta. [T]