Yen kempah liking pakune
To uba tengai
Carah kedise ngalih damuh
Di abinge kayu apuh
Yen aine endag selidan
Ada tampi mekacakan luun dadan
Ulian angin bungah mekesiran
Pang tara peliate joh sawat
Carang kayune agen pelawat
Bungan menuhe ngalup alup
Kayu tangine tunasang idup
Da merengka kinang piulas
Gumi gelahe ngae giras
Aketelan pang mebukti
Urip sekala nak pekingsan
Senunggane agen guru
Don donan isin alase
Penuntun bayu
Gemel seken bekel rahayu
LARIK-LARIK itu adalah puisi berjudul Nandur Sasih yang ditulis oleh seorang pemuda dari Desa Pedawa di Kecamatan Banjar, Buleleng. Nama pemuda itu Made Suisen. Di facebook ia punya akun bernama Made Saja. Puisi itu ditulis dalam bahasa Pedawa, ragam bahasa Bali yang tentu saja agak berbeda dengan bahasa Bali dari desa lain di Bali.
Puisi itu boleh saja tidak dipahami karena bahasanya. Namun dari kata-kata yang indah itu seseorang akan bisa merasakan betapa yang ditulis itu adalah rasa cinta. Rasa cintanya kepada bahasa Pedawa, rasa cintanya kepada tradisi, dan rasa cintanya kepada desa dan alam Pedawa.
Dalam sebuah kesempatan Made Suisen pernah mengatakan bahwa puisi itu adalah puisi untuk memberikan semangat kepada para pemuda Desa Pedawa untuk tetap mencintai desa dengan berbagai cara. Puisi itu bisa dianggap sebagai media untuk mengabarkan cinta kasih kepada siapa pun yang berkunjung ke Pedawa.
Made Suisen bisa saja dianggap sebagai pemuda biasa, tapi untuk urusan membangun citra desa, baik melalui tindakan nyata maupun melalui tindakan menulis di dunia maya, ia adalah pemuda luar biasa.
Foto: Dok. Pemuda Kayoman
Sejak lima tahun belakangan ini, ketika meyebut Desa Pedawa di Kecamatan Banjar, orang akan mengingat satu citra baik tentang anak-anak muda yang bergerak secara massif melakukan penanaman pohon di hutan-hutan desa yang mengalami kekeringan. Anak-anak muda itu tergabung dalam Komunitas Pemuda Kayoman.
Made Suisen adalah salah satu dari anak-anak muda itu. Kegiatan pemuda Kayoman bukan hanya menanam pohon, melainkan juga melakukan pemutaran film, menyelenggarakan pendidikan literasi bagi anak-anak, juga melakukan kegiatan pelestarian seni budaya dan tradisi di desa itu.
Yang menarik, semua kegiatan-kegiatan baik itu mereka unggah di media sosial, dan dengan cara penuh persahabatan mereka akan mengirimkan informasi-informasi baik itu kepada wartawan yang bertugas di Buleleng dan di Bali. Dengan begitu, lambat-laun citra baik terbangun, dan desa mereka dikenal sebagai desa yang punya nilai-nilai luhur tentang tradisi dan kemanusiaan.
Bagaimana terbentuknya Komunitas Pemuda Kayoman?
Putu Yuli Supriyandana yang menjadi Ketua Komunitas Pemuda Kayoman menceritakan pada tahun 1997 terjadi kekeringan yang cukup lama di Desa Pedawa dan desa-desa di sekitarnya. “Kekeringan itu cukup besar efeknya kepada pola hidup masyarakat Desa Pedawa saat itu,” kata Yuli yang juga berprofesi sebagai guru ini.
Selain kekurangan air bersih, kata Yuli, warga juga harus mencari sumber air yang cukup jauh agar tetap bisa bertahan. Tahun 2011 juga terjadi musim yang sama. Musim kemarau cukup panjang. Desa Pedawa yang notabene ada di kawasan hulu juga terdampak kekeringan. “Sumber-sumber air yang ada di sekitar desa benar-benar dimaksimalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan warga,” kata Yuli.
Nah, tahun 2016 terdapat empat pemuda desa yang merasa terpanggil dan tergelitik untuk melakukan kegiatan di desanya. Empat pemuda itu adalah Putu Yuli Supriyandana sendiri, Made Suisen, Komang Adi (almarhum) dan Wayan Sadyana.
Mereka mulai merumuskan suatu tindakan atas dasar hobi jalan-jalan di seputar desa, kemudian mulai mencintai terhadap lingkungan, lalu mereka membentuk tim kecil yang dinamakan Sekeha Demen Ngelindengin Alas Pedawa. Artinya kelompok yang suka mengitari hutan Desa Pedawa. Kegiatan mereka adalah tracking,mencari sumber air yang ada di Pedawa, sambil juga belajar tentang budaya Pedawa dan isi alam yang digunakan oleh warga untuk upacara.
.
Foto: Dok. Pemuda Kayoman
Semakin lama sekeha demen semakin banyak pengikutnya, mulai anak anak SMP sampai yang sudah kuliah. Maka pada tanggal 6 Desember 2016 Sekeha Demen Ngelindengin Alas Pedawa dikukuhkan oleh Perbekel Desa PedawaPutu Sudarmaja dan berganti nama menjadi Kayoman Pedawa. Kayoman diambil dari bahasa kawi yang bermakna lestari dan Pedawa adalah desa di mana kelompok itu bergerak.
Kayoman Pedawa secara resmi merupakan komunitas atau kelompok yang bergerak di bidang lingkungan dan adat budaya, khususnya juga kegiatan tentang konservasi sumber mata air yang ada di Desa Pedawa.
Kayoman Pedawa saat ini digerakan oleh Putu Yuli Supriyandana sebagai ketua, Putu Eka Ratnawan sebagai wakil, I Made Suisen sebagai sekretaris, Komang Agus Subawa sebagai bendahara. Dengan jumlah anggota sekitar 28 orang terdiri dari berbagai kalangan.
“Kayoman Pedawa lebih banyak bergerak di pelestarian hutan dan sumber mata air. Hal ini mengingat desa Pedawa adalah desa Baliaga yang menempatkan air sabagai sesuatu yang sangat vital, selain sebagai kebutuhan rumah tangga, juga sebagai sarana utama upacara dan upakara, baik itu yang sifatnya nista, madya maupun utama, semua menggunakan air,” kata Putu Yuli Supriyandana.
Pemuda Kayoman sungguh sangat aktif melakukan kegiatan penanaman. Hampir semua peringatan hari-hari nasional, seperti Sumpah Pemuda, Hari Kemerdekaan, Pendidikan Nasional, dan Hari Kebangkitan Nasional, mereka isi dengan kegiatan menanam pohon. Bahkan saat Hari Valentine, ketika banyak pemuda merayakan dengan berpergian bersama kekasih, Pemuda Kayoman justru mengisinya dengan kegiatan menanam pohon.
Foto: Dok. Pemuda Kayoman
Yang menarik, sekali lagi, semua kegiatan Pemuda Kayoman itu diberitakan di media sosial, dan selalu membuat rilis berita agar kabar itu bisa disebarkan lewat media massa. “Setiap kegiatan positif yang menyangkut tentang Desa Pedawa saya sebarkan hampir di 50 grup WA dan grup facebook,” kata Yuli Supriyandana.
Upaya-upaya itu tampaknya mendatangkan hasil. Sejak beberapa tahun belakangan ini Desa Pedawa mulai didatangi warga asing maupun warga domestic. Mereka datang ke Padawa dengan berbagai tujuan. Ada yang sepenuhnya menjadi turis, ada peneliti, dan juga mahasiswa dari luar negeri, seperti dari Jepang. Selain itu, Desa Pedawa juga makin mendapat perhatian dari pemerintah, baik dari Pemerintah Kabupaten Buleleng maupun dari instansi lain seperti Balai Bahasa Provinsi Bali yang melakukan program revitalisasi cerita rakyat Pedawa.
Foto: Dok. Pemuda Kayoman
Bahasa Pedawa yang selalu diperkenalkan di media sosial juga mendapat perhatian dari peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain itu, terdapat peneliti dari Jepang melakukan pemelitian terhadap bambu dan tanaman lain yang tumbuh di Desa Pedawa.
“Di Desa Pedawa terdapat rumah tua yang masih dipertahankan pemiliknya yaitu Wayan Sukratasaya. Banyak turis dan peneliti berkunjung ke rumah itu,” kata Yuli.
Rumah itu disebut Bandung Rangki. Setiap orang yang datang ke rumah itu akan merasakan kadaimaian. Pohon-pohon di sekitarnya masih asri, dan para pemuda akan menyambut tamu dengan keramahan khas Pedawa. Yuli, Made Suisen dan pemuda lain berjanji lam tetap bangkit, berdiri, dan menjaga citra Desa Pedawa agar ketika nama desa itu disebut, oaring-orang akan merasakan rasa cinta dan kedamaian tiada tara. [T]
- Catatan:Artikel ini ditulis dan disiarkan atas kerjasama tatkala.co dan Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Kominfosanti) Kabupaten Buleleng.
- BACA artikel lain tentang DESA PEDAWA