PERTEMUAN KETUA DPP PDIP, Puan Maharani, dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjadi kabar penting dalam dinamika politik nasional saat ini.
Pertemuan antara dua tokoh politik negeri ini baru saja berlangsung di Plataran Hutan Kota, Senayan, Jakarta Pusat. Senyum dan salam jempol juga mewarnai pertemuan antara Puan Maharani dan AHY yang ramai diliput wartawan tersebut.
Pertemuan dua partai yang pernah menjadi pemenang Pemilu pasca Reformasi ini menjadi lebih istimewa karena bisa saja pertemuan ini menjadi terobosan baru dalam peta koalisi saat ini.
Sebelumnya, oleh Puan Maharani, nama AHY menjadi salah satu nama yang disebut masuk radar PDIP untuk dipasangkan dengan Ganjar Pranowo sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) dalam Pemilu 2024 mendatang.
Nama AHY tidak sendiri, ada beberapa nama lain yang disebutkan oleh Puan Maharani, seperti Erick Thohir (Menteri BUMN), Sandiaga Salahudin Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Mahfud M.D (Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM), hingga Airlangga Hartarto (Menteri Koordinator Perekonomian).
Tentu, munculnya nama AHY menjadi kejutan bagi publik.
Pewaris Dinasti dan Tantangan Demokrasi
Kalau ngomongin “dinasti” saya teringat dengan sebuah lagu dari Navicula yang menyebut bahwa anak-anak bangsa Indonesia ini adalah pewaris dari “Dinasti Matahari”—negeri yang dianugerahi limpahan sinar matahari di setiap harinya. Begini liriknya:
“Padamu suku nusantara // Penguasa khatulistiwa // Dari Sumatera hingga Papua // Pewaris tahta dinasti surya” (baca sambil nyanyi ya guys!).
Tapi kalau ngomongin Puan Maharani dan AHY, tentu dinasti yang dimaksud berbeda. Hehe. Dua orang yang saya sebutkan tadi adalah orang yang mewarisi tahta politik dari pendahulunya.
Puan Maharani yang digadang-gadang akan menjadi Ketua Umum PDIP pasca Megawati Sukarnoputri. Kemudian AHY yang saat ini bahkan sudah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat—rela meninggalkan karir militernya yang masih berpangkat Mayor.
Kalau agak serius dikit, kesuksesan Puan Maharani dan AHY dalam karir politiknya sampai hari ini tidak bisa dilepaskan dari orang tuanya. Puan Maharani adalah putri dari Presiden RI ke-5, Megawati Sukarnoputri, dan AHY adalah putra dari Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.
Fenomena semacam ini sebenarnya bisa dibaca melalui spoon class theory atau teori masyarakat kelas sendok. Teori ini berbicara tentang klasifikasi kelas-kelas dalam masyarakat dari “jenis sendok” atau representasi aset yang dimiliki oleh orang tua—dalam konteks ini dapat dilihat dari capaian politik orang tua.
Kondisi semacam ini kemudian melahirkan anggapan bahwa kesuksesan orang tua, setidak-tidaknya akan menentukan nasib dari anak-anaknya kelak. Bagaimana melihat seorang anak yang lahir dan makan menggunakan sendok emas tentu akan berbeda jalannya dengan seorang anak yang lahir dan makan dari sendok kayu.
Well, tentu menjadi tidak mengherankan ketika kita melihat sang anak mengikuti jejak orang tuanya. Kalau bahasa kekiniannya itu adalah privilege.
Keberuntungan secara ekonomi maupun secara politik yang dimiliki oleh orang-orang seperti Puan Maharani dan AHY tentu memberi mereka kesempatan yang lebih besar untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Dan apabila melihat Puan dan AHY, maka itu sudah terjadi. Bagaimana Puan Maharani bisa dengan mulus duduk menjadi Ketua DPR RI, dan AHY dalam waktu singkat bisa duduk dengan gagah menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Dalam demokrasi, situasi demikian tentu menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi bersama. Secara ideal, tentu demokrasi diharapkan mampu memberikan kesetaraan dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk duduk di suatu jabatan publik maupun politik yang selanjutnya akan membuat berbagai kebijakan publik.
Namun, apabila melihat fakta sosial tersebut, maka sulit mengatakan bahwa kesetaraan dan kesempatan yang sama dimiliki oleh semua warga negara.
Kembali ke pertemuan Puan Maharani dengan AHY. Sebagai warga negara, tentu saya menganggap pertemuan ini adalah bagian dari komunikasi politik jelang Pemilu 2024. Setiap partai politik pasti mencoba meraba-raba setiap peluang yang ada di depan mata dalam rangka memenangkan pertarungan.
Dan pertemuan antara PDIP dan Demokrat juga adalah bagian dari peluang yang bisa saja mendatangkan hasil yang baik bagi kedua belah pihak. Kalau coba menengok sejarah, dua partai politik yang sama-sama pernah keluar sebagai pemenang dalam Pemilu pasca Reformasi, tentu akan menjadi berita besar apabila dua partai ini benar-benar berkoalisi.
Tapi tidak semudah itu sih. Kita harus tanya dulu nih ke mereka, apakah Bu Mega dan Pak SBY sudah baikan? Ups! Coba berikan pendapat kalian.[T]