10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Dibutuhkan Seni yang Menggugat | Dari Pameran ArtOs Nusantara

I Wayan WestabyI Wayan Westa
June 8, 2023
inUlas Rupa
Dibutuhkan Seni yang Menggugat | Dari Pameran ArtOs Nusantara

Suasana pameran seni rupa ArtOs Nusantara di Banyuawangi, Jawa Timur | Foto: Dok pameran

SETELAH SUKSES  MENGGELAR pameran pertama, dengan  tema “Kembang Langit”,  Art Osing,  sering dieja  sebagai ArtOs,  kembali menggelar pameran  kali kedua. Pameran   dengan tema ArtOs Nusantara  dibuka  Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, diantar sambutan daring  Mentri  Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,  Sandiaga Salahuddin Uno.

Ada yang menarik dari pameran  tahun ini, selain membuka lokus  baru seni lukis pesisir — dengan segenap diaspora  kultural yang terjadi di Banyuwangi — ArTOs kali ini seakan-akan  menautkan sejarah niaga Kota Pesisir Banyuwangi, perihal perkembangan sejarah kota dan anasir-anasir yang membangun  budaya Banyuwangi.

Sebagai kota pesisir —  wilayah paling timur Pulau Jawa ini seperti ditakdirkan  menjadi ‘ dermaga’ kultural,  mewariskan tenunan kebudayaan dan tradisi  khas — di mana silang kebudayaan, diaspora sosio kultural  mengalir  membentuk  identitas  kebudayaan Banyuwangi . Memang ada  yang terus mengalir di kota pesisir ini, sekaligus menunjukkan daya kreatif kota  dalam silang campur kebudayaan yang dinamis.

Terlepas dari tema ke-nusantara-an, dalam rajutan spirit tradisi pulau-pulau —  pameran seni lukis dan  instalasi kali  ini digelar di sebuah gudang tua,  tepat di depan teluk buatan, di pesisir Pantai Boom — di mana kesilaman dan kekinian disambung  dalam rajutan  akar-akar tradisi  menuju wajah kekinian budaya Banyuwangi. Dan pameran kali ini seperti tengah menarasikan semangat kreatif baru  di tengah-tengah dunia kian datar   dalam jejaring nirkabel dunia metaverse dan tantangan dunia serba baru.

Memang sejak zaman silam, alih-alih setelah VOC  menekuk Belambangan, usai perang Banyu  [1771],  menelan banyak korban, Banyuwangi menjelma sedemikian rupa sebagai kota niaga. Pantai Boom, di mana gudang tua ini disisakan sejarah, entah karena kebetulan dijauhkan dari libido vandalisme,  yang  awalnya adalah pelabuhan penting di mana kapal-kapal hilir mudik mengangkut rempah dan hasil bumi antarpulau. Dan di titik ini,  laut tak cuma menjadi sumber hidup rakyat — namun ikut menghidupkan ruang-ruang imajinasi  para  seniman di Banyuwangi.

Bahkan berdasarkan sumber-sumber lisan, gudang tua ini pernah dijadikan  gudang simpan logistik Perang Dunia I [1914 -1918], di mana  kontak telegram dari Banyuwangi   ke Darwin,  atau  dari Perth ke Banyuwangi   terjalin  baik. Bisa dibayangkan, seperti apa kesibukan gudang peti kemas ini di masa silam itu. Namun sebagai cagar budaya satu-satunya di Banyuwangi, ArtOs  menginisiasi  gudang  tua ini untuk menggurat narasi baru — narasi progresif  untuk generasi  Banyuwangi yang nyaris kehilangan memori tradisi —  di tengah-tengah dunia kian datar tehnologi android, di mana tak ada sesuatu bisa disembunyikan masyarakat dunia.

Ini artinya,  sebagai pelabuhan penting,    Banyuwangi    tak  cuma   terhubung  dengan pulau-pulau  di  Nusantara, akan tetapi  terkoneksi  juga dengan dunia internasional, dalam konekting  sosio-kultural  global —  menjadi kota pesisir  terbuka,   lalu terbangun diaspora tersendiri dari berbagai anasir dunia tanpa batas.

Benar apa yang dikatakan Imam Maskun, dari Yayasan Langgar Art Banyuwangi,  posisi kota Banyuwangi sebagai kawasan port penting kerajaan pesisir Belambangan sejak dari era Majapahit, membawa serta berbagai aspek kebudayaan saling bersinggungan hingga kemudian turut membentuk wajah kebudayaan Banyuwangi yang dikenal sebagai  budaya Osing. Sebagai karakter budaya pesisir, kebudayaan Osing terbentuk dari persilangan hibridasi berbagai kebudayaan, setidaknya diramu dari budaya Jawa, Madura, dan Bali, serta keterlibatan anasir kebudayaan lain.

Menurut Imam Maskun, latar belakang inilah yang menjadi spirit pengembangan pameran ArtOs Nusantara,  ia menjadi sebentuk projek kolaborasi bertajuk “Perjumpaan seni rupa Osing dengan seni rupa kontemporer  daerah-daerah lain menuju seni rupa Indonesia baru”. Setidaknya perjumpaan ini menjadi lokus baru di mana benih-benih  seni disemai dalam  taman kreatif para perawat  dan pengalir kebudayaan. Dan ArtOs menjadi pencetus paling  bersemangat  mendekatkan memori tradisi itu untuk generasi kini.

Karya dalam pameran ArtOs Nusantara | Foto: Dok pameran

Pameran dikuratori I Wayan Seriyoga Parta, seniman akademis kelahiran Bali, kandidat doktor yang memiliki pengalaman panjang mengkurasi seniman-seniman nasional. Walau sebagaimana pengakuan Seriyoga Parta, tidak mudah melihat perkembangan seni rupa Banyuwangi, mengingat banyak senimannya tumbuh dan besar di luar daerah — satu hal yang menarik misalnya, adalah ulang alik Banyuwangi dan Bali. Mengingat ada sebagian besar seniman-seniman Banyuwangi memulai karier melukis dari Bali. Menyebut beberapa nama misalnya; ada Mozes Misdi, Awiki, Huang Fong, S. Yadi K. hingga generasi muda seperti Haruman Huda, Abdul Rohim, Windu Pamor, Suryantara, dan lain-lain.

Soal gelar rupa itu, perihal lukisan-lukisan yang dipajang di gedung tua  itu,  secara tehnik dan  teoritik,  memang telah menjadi sesuatu yang  kurang urgen diperbincangan — setidaknya bagi kalangan   perupa dan pemerhati seni. Namun, pameran itu sendiri, dari masing-masing perupa yang hadir,  pasti ingin menyampaikan pesan tersendiri. Pesan yang  dititipkan  atas  tarian garis dan warna, baik dalam guratan-guratan memori tradisi dan kontemporer. Ini satu perjumpaan memorial, termasuk spirit pulau-pulau, dari mana  muasal para seniman membawa serta gen intuitifnya.

Sementara, di luar  titipan pesan  yang personal itu,  tentu tak mudah ditebak bagi awam —  namun  siapa saja bisa melihat pesan kontekstualnya. Sebutlah lukisan  bertajuk “Ranting Darma”, karya perupa Bambang Heras,  di mana dalam lukisan itu ia “menaruh”  kepala Buddha di ranting-ranting  pohon.  Ini sesuatu yang ganjil bagi awam — pesan yang tak mudah ditebak, tetapi meninggalkan sejumlah tanda tanya.

.

Karya Nyoman Erawan dalam pameran ArtOs Nusantara | Foto: Dok pameran

Namun secara semiotik, ada penanda bisa dibaca, ia bisa saja menitipkan pesan, betapa kebajikan atau darma tak lagi berdaulat di benak, tak lagi sebagai kekayaan rohaniah milik kita bersama. Ia bertengger jauh di ranting-ranting kering, menjadi kekayaan langka milik manusia modern yang dirajam konsumerisme dan hedonisme. Ia menjadi sejenis satire, di mana banyak orang cuma mengejar kebajikan di buku-buku, bahkan memburunya sampai ke negeri jauh, atau sebaliknya ; kebajikan sudah menjadi kutuk; mudah diucapkan, tak gampang didirikan. Sementara bukankah Buddha ada di benak semua mahluk?

Lalu, kita lebih percaya  kepala orang lain tinimbang  isi kepala sendiri?  Pertanyaan ini   menyebabkan “kebajikan  berlari”, terbang, bergelantungan di ranting-ranting kering. Atau si perupa hendak membahasakan satu nubuat,  Buddha ada  di mana-mana, cinta dan kebajikan menubuh di mana-mana. Itulah yang bisa kita baca dari Bambang Heras, sementara  kita tak penah paham pesan  perupa sesungguhnya. Lalu, entah apa yang  hendak dititipkan lewat lukisan bertajuk “Ranting Darma” itu.

Sementara yang membuat  kita tercenung  ‘lukisan teaterikal’ Budi Ubruk berjudul “Enjoy Your Life”, hadir dalam rupa  sosok manusia koran   tengah membaca koran. Namun dua di antara tiga  sosok yang hadir di lukisan itu tengah membaca koran  bolong.   Ini seperti  hendak  menyampaikan pesan, sebuah dunia yang  tengah ditindih post truth, dunia  kehilangan kebenaran akibat   fakta objektif tak lagi memberi pengaruh  membentuk opini publik — inilah kemudian dimaksud dengan paska kebenaran.  Namun makna  koran bolong Budi Ubruk  tak  persis bisa kita  paham,  ia menjadi sejenis jebakan ambiguitas,  kecuali   mesti dijulurkan pada  pengertian  konotatif,  betapa hari ini;  berita-berita, fakta-fakta, liputan pers   kerap tidak  mewakili kebenaran  sesungguhnya.

Hoak, advetorial, propaganda  membuat  peristiwa semakin berkabut. Yang terang tak mudah ditebak dari tempat yang terang.  Memang,  kala dunia nirkabel berbasis android  hadir seperti air bah,  koran dan produk pers lainnya  tak  gampang dipilah untuk  sepenuhnya dipercaya. Semua membangun wacana sendiri, semua memiliki agenda tersendiri. Yang batil, yang jujur, yang terang, tak seketika bisa dicerna.  Kebenaran menjadi bias, fakta-fakta dimitoskan, begitu sebaliknya — semua sumber berita  terancam “bolong”.  Fakta, data, peristiwa mengalami distorsi. Kebenaran  dibuat  seperti gadis  pemalu  di depan publik. Begitulah “Enjoy Your Life” Budi Ubruk,  ia terpaksa ‘enjoy’, seperti senyum  pedagang  buat pelanggannya.

.

Karya-karya dalam pameran ArtOs Nusantara | Foto: Dok pameran

Dari kaca mata kebudayaan, tak semua lukisan yang hadir di sini bisa dibaca secara lugas. Namun pesan paling universal adalah, para perupa itu tengah menari — menjadikan garis dan warna itu sebagai tarian jiwa. Ada yang menari abstrak kontemporer, ada yang menari dengan warna-warna tradisi, meliuk dengan wajah-wajah wayang, ritual-ritual lokal, serta tarian nelayan mengayuh lautan. Lalu semua yang tampil membentuk diaspora estetik Banyuwangi, menjadi sebentuk kerinduan artistik yang menyembul dari kanal-kanal batin para perupa.

Terkait dengan tema kenusantaraan itu, ArtOs memang tidak cuma menghadirkan para perupa Banyuwangi semata. Seniman antarpulau juga ikut memberi andil bagi terbangunnya diaspora itu. Dari Bali hadir maestro Nyoman Erawan,  menyajikan konstruksi “puing-puing” tradisi, “sisa-sisa upacara”  dibangun menjadi lanskap baru bertajuk “Tapak Pertiwi”, tatahan warna-warni dalam detail “wajah-wajah samar” tradisi purbani Bali. Satu kehancuran artistik dunia Erawan,  terbuat dari seng menjulur bumi.

Ada juga lukisan I Wayan Redika, berjudul “Mata Kalangwan”, satu potret penari Bali dalam sejumlah pose  dalam tatapan penuh pesona. Redika mempertujukkan satu keterampilan canggih, di mana mata, memesona sebagai “mata kalangwan”, mata keindahan  dalam tatapan  seorang dara Bali, baik sebagai objek sekaligus sebagai subyek. Wajah atau air muka akan menggambarkan apa yang ada di dalam. Itulah “mata kalangwan” Wayan Redika.

Namun di antara  banyak perupa yang hadir, berpameran di gudang tua ini tak banyak yang menggarap tema gugatan, mencibir  dengan gaya satire keadaan-keadaan  dunia  sebagai problem bersama.  Di antara yang tak banyak itu, Ketut Putrayasa, seniman kelahiran Desa  Canggu, Bali  hadir dengan seni instalasi bertajuk “Proyek Mengeringkan Air”. Satu gugatan menohok  pada masalah-masalah pembangunan fisik  yang   tak lagi mengindahkan lingkungan. Alih  fungsi hutan, perusakan ekosistem alamiah  menyebabkan kelangkaan  sumber-sumber air terus berjalan tanpa memperdulikan sumber-sumber air alami.

Karya Ketut Putrayasa dalam pameran ArtOs Nusantara | Foto: Dok pameran

Lewat lima pilar beton, rujukan satiris pada keangkuhan dan kekakuan, dengan besi cor dibiarkan tak tuntas, ditempeli puluhan anger jemuran warna-warni, digantungi kantong plastik penuh air, bergambar mata bertuliskan nama-nama air se-Nusantara — Putrayasa seperti tengah menyesali keadaan, sembari melayangkan gugatan heroik pasal 33.3 Undang Undang Dasar 1945 — di mana bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Putrayasa merespon pilar-pilar beton itu dengan tarian  Jawa, diiringi  sinden , suling, dan rebab. Pembacaan puisi “Obituari Sungai” oleh penyair Wayan Jengki Sunarta.  Lalu tarian yang melengok lembut di depan pilar beton,  nampak seperti tarian roh-roh  pohon yang  ditumbangkan  atas nama pembangunan — yang sesungguhnya  menjadi tumbal peradaban beton.

Sayang, hari ini orang merasa lebih seksi menanam beton, tinimbang menanam pohon. Manusia lebih memilih materi mati, tinimbang yang hidup merohani. Itulah arti lima pilar Ketut Putrayasa, tentang kabar kematian pelan-pelan, tentang hari depan bumi dan perang air yang terus menghantui. Tentang nasib anak cucu bagimana ia bertahan dari keserakahan leluhurnya.

Memang di tengah-tengah krisis multidimensi, hakikat hidup kebudayaan, serta hakikat makna hidup manusia harus dirawat, dikembalikan daya hidupnya tidak hanya oleh para santo, budayawaan, rohaniawan. Namun suara seniman, adalah juga penjaga ruh, supaya dunia dijauhkan dari krisis kegelapan abad. Seniman adalah perawat bagi setiap batin yang kerontang — seperti juga pameran ArtOs di gudang ini, berusaha menjernihkan kembali oase estetik yang dipendam libido badaniah, menuju cahaya terang kebudayaan, di mana akal budi diasah merasakan kepekaan-kepekaan lebih sensitif perihal makna kemanusiaan dan kebudayaan bagi hidup bersama — di mana tugasnya adalah meluhurkan pakerti hidup. [T]

  • BACA artikel lain dari penulis I WAYAN WESTA
“Proyek Mengeringkan Air” Ketut Putrayasa: Sebuah Cibiran Sekaligus Pesan untuk Masa Depan
Tags: balibanyuwangiJawa TimurKetut PutrayasaNusantaraNyoman ErawanPameran Seni RupaSeni RupaSuku OsingWayan Redika
Previous Post

Ketika Pelajar SMP Menggambar Wajah Bung Karno

Next Post

Penutupan Pengabdian Masyarakat Nata Citta Swabudaya ISI Denpasar di Desa Batur, Inilah yang Sudah Dilakukan

I Wayan Westa

I Wayan Westa

Penulis dan pekerja kebudayaan

Next Post
Penutupan Pengabdian Masyarakat Nata Citta Swabudaya ISI Denpasar di Desa Batur, Inilah yang Sudah Dilakukan

Penutupan Pengabdian Masyarakat Nata Citta Swabudaya ISI Denpasar di Desa Batur, Inilah yang Sudah Dilakukan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co