30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Teknodigital | Catatan Pengantar Buku Cerpen “Penari” Karya DN Sarjana

I Wayan ArtikabyI Wayan Artika
March 31, 2023
inKritik Sastra
Teknodigital | Catatan Pengantar Buku Cerpen “Penari” Karya DN Sarjana

I Wayan Artika

YANG KUAT dalam antologi Penari (Dewa Nyoman Sarjana, 2023) adalah warna lokal. Tetapi dengan satu catatan, tidak penting lagi membicarakannya. Pada awal sejarah sastra, terminologi “lokal” tidak dikenal karena adanya isolasi. Pusat-pusat kebudayaan, ekonomi, politik, filsafat, tidak saling terhubung. Mereka membangun batas dunia masing-masing, pada bentangan laut, savana, gurun pasir, pegunungan, dan lain-lain. Dunia dibatasi oleh mobilitas yang pendek.

Kelak setelah periode penjelajahan darat dan perairan bumi, perdagangan, perang, penyebaran agama, kontak kebudayaan masyarakat, baru terjadi. Batas-batas dunia lokal runtuh. Masa penjelajahan dunia dan kolonialisasi akibat perut yang lapar, dengan ditemukan benua-benua baru setelah teknologi kapal berkembang, kompas, dan peta; konsep “global” dibangun. Di sini ada unitas baru yang dibatasi oleh keberadaan bumi atau dunia.

Sejarah mobilitas global dimulai dan terjadilah konstelasi terminologis dalam paradigma perbandingan antara berbagai aspek “lokal” dan isolasi. Di sini ditemukan keadaan umum yang berlaku luas melampau benua dan terjadinya tentu secara poligenesis: kebetulan sama asal mulanya walaupun sebelumnya tidak ada kontak. Lalu, yang lokal, yang tidak ada di lokasi kebudayaan lain, dikukuhkan sebagai yang lokal.

Dunia memasuki era pertarungan antara universal dan lokal. Yang lebih dihormati adalah segala yang berbau universal. Masa itu dan sampai beberapa abad kemudian, universalisme dijadikan rujukan. Manusia dibentuk dalam pikiran dikotomik antara yang lokal dan yang universal. Saking kuatnya hegemoni universalisme itu, masyarakat pemilik lokalisme mulai berkhianat dan beralih untuk menjadi bagian dari yang universal/global. Inilah cara kerja kolonialisme yang paling jahat dalam pikiran masyarakat.

Salah satu piranti ideologis dari modernisasi adalah tentu saja mengusung nilai-nilai universalisme. Modernisasi ingin menyatukan dunia dan di atas dunia, ingin dibangun satu kiblat penguasaan tunggal. Dunia pun terbentuk dalam relasi pusat dan pinggiran. Di pusat berkubang agen-agen global yang bertaring tajam, berrahang kuat untuk mencabik-cabik yang lokal, yang berada di pinggiran dan yang jauh.

Namun modernisasi tidak kuasa lagi bertahan karena menimbulkan rasa muak akibat segala keangkuhan dan standar-standar Barat atau Amerika yang menjelma dalam bahasa, pasar, kebudayaan, seni, pendidikan, ilmi pengetahuan, dan lain-lain. Kemuakan ini melahirkan penolakan terhadap modernisme dan masyarakat dunia memasuki era postmodern.

Berbicara lokal dan universal di Indonesia tentu adalah duplikasi bodoh nalar masyarakat yang terkolonialisasi jiwa dan pikirannya. Keagungan modernisasi barat dan kolonialismenya masih bercokol kukuh di dalam raga bangsa. Lantas, dibangun model dikotomi global dan lokal dan menjadi pusat/Jakarta/ibu kota dan ini dilawankan atau sengaja dihegemonikan dengan lokal (pinggiran, daerah).

Dalam dunia sastra duplikasi bodoh dan rendahan itu dilakukan dan dipraktikkan oleh para redaktur koran nasional. Mereka menguasai lokalisme tanah air atau mereka adalah agen penakluk segala kedaerahan. Yang diakui hanya persoalan nasional dalam sastra atau segala yang berkaliber nasional. Sebagai pusat hegemoni, ruang bagi yang “pusat” sangat terbatas.

Ruang ini senantiasa harus direbut, dipertahankan, dan sekaligus digunakan untuk menaklukan. Pemenangnya tentu saja yang menguasai atau menjadi bagian langsung dari pemilik industri cetak yang dimodali oleh kaum kapitalisme. Kaum ini mencuci uang modal mereka dengan segala kebaikan iklan yang mengusung budaya nasional sebagai atas nama.

Masih ingatkah dengan konsep sastra pedalaman? Ini adalah konsep yang lokal melawan atau mencoba hidup di hadapan yang nasional atau yang pusat. Bagi pusat ini adalah lawan dan itulah alasannya untuk membunuhnya atau tidak menyediakan ruang bagi mereka. Syukurnya, sastra lokal itu tetap tumbuh di seluruh Indonesia walaupun tidak mendapat perhatian dari pusat. Yang pada akhirnya mampu membunuh kuasa pusat sastra yang ditangkar oleh kapitalisme cetak yang angkuh itu adalah era digital.

Sastra dengan kategori pusat dan pinggiran yang diwarisi dengan bodoh dari kolonialisme dan modernisme tidak pernah diwariskan kepada generasi milineal. Sebagai wujud kesombongannya, para redaktur dan sastrawan yang tertangkar oleh koran-koran nasional yang disusui oleh kapitalis cetak adalah memandang sastra kaum milineal sebagai sampah!

Tapi generasa milineal tidak ambil pusing! Yang pusing adalah sastrawan kertas karena tidak siap terkubur dalam sejarah teknologi dan revolusi. Berbagai dalih untuk menjatuhkan martabat sastra kaum milineal dikemukakan. Tetapi semuanya bagai angin lalu. Kaum milineal bergeming!

Dalam dunia yang sudah tidak membutuhkan lagi kutub-kutub yang hanya menguntungkan pihak yang di pusat dan merugikan yang di pinggiran, tentu saja tidak tepat lagi memandang tema-tema lokal di dalam pembicaraan cerpen-cerpen DN Sarjana dalam antologi Penari. Lantas, persepektif apa yang lebih tepat untuk membaca cerita-cerita di dalam buku ini?

Sampai saat ini belum ada teori pembacaan baru bagi sastra. Sangat sedikit kritikus yang mengahrgai sastra digital. Mereka tidak melihat konteksnya tetapi melihat generasinya. Apakah ini sentimen yang memalukan? Teknologi sastra yang diberikan oleh era digital adalah teknologi penulisan sastra dan sistem sosial publikasi.

Terkait dengan pembacaan dan produksi karya, digitalisme membuka peluang yang luas bagi sastra dan siapapun. Sastra terintegrasi dengan moda-moda lain seperti grafis, gambar, musik, rekaman, dan sebagainya. Di kalangan kaum milineal, sastra tidak lagi memiliki definisi. Sastra dikubur oleh berbagai flatform medsos. Tidak ada lagi puisi, prosa, drama, cerpen atau apa lagi. Semuanya dikubur oleh instagram, twitter, facebook, dll. Berbagai platform medsolah yang menggantikan berbagai kategori genre sastra sepanjang sejarah hingga disrupsi melanda umat manusia.

Yang jelas, adanya pernyataan “yang kuat adalah yang lokal” di awal kata pengantar ini dimaksudkan untuk menunjukkan kecenderungan tematik cerpen-cerpen DN Sarjana. Pembaca menangkap kehadiran sastra dalam kategori-kategori yang kuat dan menyita perhatian. Sejalan dengan kecenderungan ini, M.H. Abrams telah membangun fondasi kuat prinsip-prinsip sastra.

Dengan pendekatan mimesis, cerpen-cerpen ini adalah keniscayaan saat sastra bersinggungan dengan realitas. Hal ini merupakan satu alasan, mengapa seting cerpen antologi Penari di Bali. Untuk kesekian kalinya, pandangan mimesis dalam sastra sebagai keniscayaan. Hal ini dilakukan oleh semua sastrawan di muka bumi ini.

Prinsip lainnya yang menonjol dalam produksi kreatif sastra adalah pendekatan ekspresif. Sastra dipandang sebagai ekspresi pengarangnya sendiri. Jadi, di atas prinsip ini, semua cerpen DN Sarjana adalah ekpresi dirinya, dalam pengertian yang sangat luas dan terbuka. Termasuk ekspresi kegelisahan dan kritis terhadap hancurnya subak di Bali. Namun demikian, antologi ini cenderung romantis dalam pengertian cerita-cerita cinta yang dihadirkan. Sebagian besar berbicara cinta dan pembaca merasakan efek romantis atau meneguk keindahan kisah-kisah cinta.

Dari segi “durasi” kisah, cerpen-cerpen dalam antologi Penari, termasuk pendek. Tetapi pendek tidak menjadi ukuran dalam sastra. Pendek atau kuantitas adalah bentuk akhir dari cerita dan bukan esensi batin. Karya bukan soal panjang dan pendek tetapi kategori ini hanya ruang yang dibutuhkan oleh cerita itu sendiri.

Epos membutuhkan ruang yang sangat luas tetapi satu kisah Tantri Kamndaka cukup ruang yang sempit saja: bagi persahabtan yang harus hancur dalam kisah “Angsa dan Empas”, bahkan cukup beberapa kata bagi Ida Pedanda Sidemen, “karang awake tandurin”, membikin pembaca tak mampu bernapas karena sesak diisap oleh pusaran energi lubang hitam yang diperam di dalam kata-kata dan relasi sitaksis yang dibangun.

Ukuran ruang kata sastra atau dengan kata lain, berapa banyak kata yang diperlukan, memang terkadang dipersyaratkan oleh angkatan pembaca. Tapi ini tidak fundamental dan hanya perampatan belaka untuk menyederhanakan kasus.

Tapi terkadang teknologi yang menuntut setelah ia terinstal di dalam badan manusia dan merasuki mentalnya. Aspek kuantitas teks untuk kaum milineal misalnya pendek, dangkal, atau parsial. Ini formula yang digandeng oleh teknologinya. Jadi, teknologi telah menyediakan takaran dan “aturan” produksi serta konsumsi.

Dari aspek “durasi”, tampaknya cerpen-cerpen DW Sarjana sangat cocok dengan persyaratan sastra kaum milineal. Namun demikian, tinggal memasukkannya ke dalam platform media sosial. Cerpen-cerpen ini dan pengarangnya sendiri memiliki potensi produksi fiksimini, genre teknodigital sastra. [T]

Singaraja, Akhir Maret 2023

Linieritas Peristiwa Teks dan Pengalaman Individu | Membaca Persoalan Klasik dalam Cerpen “Pura Subak” Karya DN Sarjana
Ngurah Parsua dan Karyanya: Prosa yang Reflektif, Puisi yang Jernih
Tags: BukuCerpensastraSastra Indonesiasastrawan bali
Previous Post

Zaman Berkembang, Sekaa Janger Kolok dari Desa Bengkala Tetap Eksis

Next Post

Dua Kwintal Ikan, 7.000 Tusuk Sate, Pada HUT Kota Singaraja

I Wayan Artika

I Wayan Artika

Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum. | Doktor pengajar di Fakultas Bahasa dan Seni, Undiksha Singaraja. Penulis novel, cerpen dan esai. Tulisannya dimuat di berbagai media dan jurnal

Next Post
Dua Kwintal Ikan, 7.000 Tusuk Sate, Pada HUT Kota Singaraja

Dua Kwintal Ikan, 7.000 Tusuk Sate, Pada HUT Kota Singaraja

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co