PUNGGUNG AYAH
Punggung ayah adalah sebuah taman
tempat menghabiskan masa kanak-kanak
kita berlarian menjejalah negeri dongeng
bermain di antara petak cakrawala
menggambar mimpi-mimpi masa mendatang
tanpa takut hari mendung dan hujan
Bila kita sudah lelah payah
punggung ayah menumbuhkan aneka buah
semauanya beraroma susu dan madu
yang sudah lama di tanam ayah
jauh sebelum kemunculan kita ke dunia
untuk kita sesap sari-sari balada penuh legit
Kita pun tumbuh sehat menjejak dunia:
lepas dari gendongan menuju kanak-kanak
tersenyum menapaki dunia semu remaja
hingga kumis cambang dan kartu identitas
menyebut kita sebagai laki-laki dewasa
semua karena buah-buah dari punggung ayah
Sampai suatu hari nanti kita dengarkan
bisik suara menggema dari punggung ayah:
“siapkan ruas-ruas punggumu nak
untuk disemai berbagai nyeri beban
serta ditanam beragam benih luka”
(Surakarta, 2022)
KOTA DALAM SAJAK
Kota dalam sajakku berisi para penduduk
yang saban pagi rajin membuka jendela
untuk saling bertegur sapa dalam doa
lalu menempuh hari demi hari dengan berjalan kaki
tanpa ada wajah kusut yang terburu beban waktu
kemacetan dan bunyi geram niscaya tak kau temui
sebab para penduduknya memilih membaca kitab kehidupan
Kota dalam sajakku dipenuhi anak cucu petani
yang tiap pekan melangkah dengan raut ceria
menaburkan benih-benih kehidupan di tepian kota
memotong setiap benalu, membiarkan padi-padi tumbuh
pepohonan mendayukan langgam zikir pada angin
akar dan batang mereka menjulang membungkus polusi
tanpa khawatir elegi penebangan mencerabut kisah mereka
Kota dalam sajakku dipenuhi para pemimpin
yang duduk berhadapan dengan penduduknya
mendiskusikan segala jenis beban pikulan
agar kaum jelata terhindar dari mata rantai kelaparan
dan kaum berpunya tidak ditimpa jejas kejahatan
semua tersenyum membawa seikat keadilan
Kota dalam sajakku bernama utopia
mereka ingin berbisik padamu melalui para guru:
“kembalikan manusia menjadi manusia”
niscaya cerita-cerita yang kau sangka dongeng
akan menjelma kisah yang sepenuhnya nyata
(Surakarta, 2022)
TAMU MASA LALU
(Untuk Ook Nugroho)
Ia mendatangimu perlahan penuh sabar
saat semua sudah lengang dan kota terlelap
ia mengetuk pintu belakang rumahmu seorang diri
kau selalu menyangka ia pencuri pembawa sambit
yang akan melukaimu sekali lagi dan menyudutkamu
dengan pukulan-pukulan trauma masa silam
tapi malam itu ia bawakan seuntai bunga merah
untuk kau hidu semerbak ganjil bernama masa lalu
“Kecuplah bunga itu,” pintanya kepadamu
kau kembali pada masa-masa sebelum sediakala
mengingat ratusan wajah manusia yang terlupa
menapaki langkah kakimu sendiri di jalan yang selalu sama
menghitung ulang bulir air mata dan kata-kata sedih
yang dahulu kau ucapkan dalam serapah penuh amarah
“Akan kulunasi hutangku,” katamu padanya
ia mengangguk pelan menyetujui ucapanmu
malam menuju dinihari menjadi cara terbaik melunaskan hutang
agar hari-hari ganjil yang kau lalui khir-akhir ini
segera sirna setelah kau tebus tagihan masa silam
(Surakarta, 2022)
PEMAKAMAN
Ia sudah merampungkan kisahnya
serupa pelari ia telah mengajarkan
batas akhir perlombaan adalah garis tipis
tanpa perlu kita pedulikan menang atau kalah
yang jelas tidak kita kumpulkan banyak pelanggaran
… .
Kita semua meratap dalam ruangan hening
mengingat balada almarhum penuh rona
sembari tersedu sebab esok hari adalah kosong
sampai suara doa begitu lirih terdengar
… .
Dari balik peti bening jenazah
ia paparkan sebuah senyum penghabisan
seraya mengucap pesan samar:
“akhir sebuah kisah adalah awal perjalanan”
(Surakarta, 2022)
[][][]