PADA ERA tahun 1970-an, ketika drama gong sedang jaya-jayanya, orang kebanyakan belajar bahasa Bali yang baik, sesuai sor-singgih, dari seni pertunjukan drama gong.
Untuk itulah, ketika pentas pada penutupan Bulan Bahasa Bali V di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali, Selasa malam, 28 Februari 2023, Paguyuban Peduli Drama Gong Lawas mempertunjukkan dengan begitu ketat bagaimana seharusnya orang Bali menggunakan bahasa Bali sesuai dengan pakem sor-singgih.
Secara umum pementasan seni Drama Gong Lawas persembahan Paguyuban Peduli Drama Gong Lawas itu menunjukkan kepiawian para pemainnya dalam hampir di semua segi. Tentu saja karena para pemainnya memang sudah banyak pengalaman dalam bermain drama gong.
Drama Gong Lawas itu mengangkat judul “Pangruatan Gering Sasab Mrana”. Para pemainnya adalah pemain drama gong era tahun 1980 dan 1990-an. Yang menarik, dalam pementasan itu Drama Gong Lawas ini menggunakan perpaduan akting pemain dan permainan video dengan teknologi yang lumayan canggih.
Di latar panggung dipasang layar lebar. Layar berukuran besar ini untuk menyajikan adegan yang tidak bisa diungkap dalam panggung. Seperti adegan di laut yang memang memerlukan suasana laut yang sesungguhnya. Demikian pula, ketika menampilkan Topeng Sidakarya saat memuput upacara pengruatan juga ditampilan dalam layar. Perpaduan ini sangat menarik, karena saling melengkapi antara di panggung dan dalam layar.
Satu adegan dalam pentas Drama Gong Lawas di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Provinsi Bali
Kembali soal bahasa Bali, pada setiap adegan yang ditampilkan seluruh pemain memberikan gambaran penggunaan bahasa Bali sor singgih yang baik.
Sebagai kesenian tradisional drama gong menggunakan bahasa Bali alus, bahasa lumrah dan lain-lain.
Sekretaris Paguyuban Peduli Drama Gong Lawas, Drs. I Gusti Putu Nuraga mengatakan drama gong bisa besar karena budaya Bali yang mendukung. Namun, saat ini dengan adanya kemajuan teknologi terjadi degradasi. Anak-anak mulai meninggalkan tata cara berbusana yang baik dan beretika, berbahasa Bali yang baik dan benar, dimana, kapan dan dengan siapa.
Oleh karena itu, drama gong dijadikan rujukan dalam berbahasa sesuai anggah-ungguhin basa. “Dalam pementasan drama gong lawas kali ini seluruh pemain menghadirkan pakem (tuntunan,red) dalam berbahasa Bali dan memberikan gambaran penggunaan sor singgih basa dalam berbahasa Bali. Karena, pada era tahun 70-an, semua orang belajar bahasa Bali acuannya ada pada drama, baik dari segi berbahasa atau berbusana,” tandas Putu Nuraga.
Ketua Paguyuban Peduli Drama Gong Lawas, A.A. Gede Oka Aryana, S.H.,M.Kn., mengatakan bahwa dalam pementasan seni drama gong kali ini memang dipadukan dengan teknologi untuk mendukung adegan-adegan tertentu. Pihaknya tidak menampik tentang perkembangan teknologi informasa saat ini. Bahkan, dalam seni drama pun bisa dipadukan dengan teknologi.
Selama bisa mendukung dan tidak mengurangi makna dari pementasan seni drama gong tersebut. Apalagi, para pregina menyambut moment ini dengan penuh semangat.
Bahkan, melakukan persiapan secara bersama-sama untuk menyukseskan program dan visi Gubernur Koster, yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang sesuai dan sejalan dengan visi dari Paguyuban. Yaitu, sama-sama melestarikan seni, khususnya seni drama gong lawas di Bali.
“Saya mengucapkan terima kasih sudah dipercaya kembali untuk ikut berpartisipasi mendukung program pembangunan Pemerintah Provinsi Bali yang dimotori oleh Gubernur Bali, Bapak Wayan Koster dengan visinya ‘Nangut Sat Kerthi Loka Bali. Dan kami siap ngayah ngajegang budaya Bali, khususnya seni drama gong,” ujar Agung Aryana yang berprofesi sebagai Notaris ini.
Para penabuh yang berpengalaman ini kebanyakan berasal dari Kabupaten Bangli dan Gianyar. Dimana, latihan penabuh yang dikoordinir oleh Ida Bagus Kartika ini dilakukan di Br. Petak, Gianyar di kediaman Bandesa Adat Petak, A.A. Gede Putra Yasa yang selalu mendukung penuh setiap acara Kegiatan Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas.
“Semua gembira sekali, karena ada yang membangkitkan kembali semangat bermaian drama dulu mereka. Nostalgia-nostalgia yang mereka dapatkan di era tahun 70 dan 80-an, diulang di Bulan Bahasa Bali ke-5 Tahun 2023 ini,” kata Dewa Putu Kandel. [T][Pan]