BANYAK PEREMPUAN kini terlibat dalam urusan politik. Jika tak jadi calon legislative (caleg), para perempuan terlibat dalam lembaga-lembaga yang mengurus pemilu, semisal KPU dan Bawaslu.
Ni Luh Sinta Yani salah satu perempuan muda yang turut serta dalam hiruk-pikuk kepemiluan yang sudah bergaung sejak tahun 2023 ini hingga saat hari pemilihan tahun 2024 mendatang.
Perempuan muda yang penuh energi itu kini menjadi petugas Panitia Pengawas Kecamatan (PPK) Kabupaten Buleleng. Ia bertugas di wilayah Kecamatan Tejakula. Dari desa-desa di kecamatan itu ia mulai belajar bagaimana cara mengurus pemilu, agar pemilu berlangsung lancar, aman, damai, dan indah.
Kok bisa-bisanya dia jadi petugas PPK? Padahal ia masih punya begitu banyak kesibukan sebagai aktivis di sejumlah organisasi, bahkan ia sedang menempuh pendidikan S2.
“Saya menjadi PPK sebenarnya karena ada peluang, dorongan, dan juga jaringan,” kata Sinta Yani dengan mantap.
Sejak awal ia punya niat belajar. Belajar menjadi bagian dari penyelenggara pemilu sekaligus juga belajar masalah-masalah sosial kemsyarakatan dan masalah politik.
“Saya ikuti proses dan berusaha semaksimal mungkin untuk bisa lolos. Di sisi lain, saya juga tertarik untuk terlibat dan belajar dalam proses penyelenggaraan pemilu. Tentunya nanti pengalaman ini akan menjadi salah portofolio saya untuk karir ke depannya,” ujarnya.
Ni Luh Sinta Yani usinya 23 tahun. Ia akrab disapa dengan nama Sinta. Ia menjadi ketua pada Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PC KMHDI) Buleleng masa jabatan 2021 – 2023.
Ia lulus Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Buleleng jurusan Pendidikan Ekonomi. Dan kini sedang melanjutkaan pendidikan S2 di Universitas Negeri Semarang (Unes) dengan mengambil Jurusan Pendidikan Ekonomi.
Perjuangan untuk meraih PPK, bagi Sinta, bukanlah perjuangan mudah. Ia ikut semua proses, mulai dari tahapan dari pendaftaran bulan November 2022, kemudian dilanjutkan pada bulan Desember 2022 untuk tes Computer Assisted Tes (CAT), serta wawancara mengenai topik wawasan kebangsaan, pengetahuan seputar pemilu, dan juga pengetahuan umum.
“Persiapan itu hanya dilakukan selama seminggu dengan bantuan latihan soal pada sosial media yang menyediakan informasi seputar tes Pemilu,” kata Sinta.
Apakah ia bisa membagi waktu antara pendidikan, organisasi dan tugas-tugas menjadi PPK? Tentu saja bisa.
Sinta mengaku sudah terbiasa dihadapkan pada banyak pekerjaan dalam sustu waktu yang ketat. Kuncinya, kata dia, harus dilakukan penyusunan jadwal dan membuat skala prioritas, dan harus pandai dalam manajemen waktu, sehingga semua tugas dapat terselesaikan sesuai target tanpa mengurangi kualitas dari apa yang dikerjakan.
“Perempuan mesti bisa mengatur waktu agar bisa terlibat di dalam segala aspek, karena perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama. Apalagi banyak program yang saat ini memprioritaskan perempuan untuk terlibat, termasuk juga di penyelenggaraan pemilu,” kata Sinta Yani dengan nada bicara amat yakin.
Sinta mengaku bangga karena pada PPK di kecamatan se-Kabupaten Buleleng sudah ada perwakilan perempuan. Hanya saja jumlahnya masih 1-2 orang tiap kecamatan.
“KPU Buleleng sempat saya dengar akan mencanangkan di satu TPS, seluruh penyelenggaranya adalah perempuan, dari PPK, PPS, KPPS, dan lain-lain, semuanya perempuan. Dan saya sangat menyambut baik hal itu,” kata Sinta.
Sinta Yani memang perempuan muda yang penuh semangat. Ia lahir di sebuah desa di wilayah Tejakula, namun niatnya untuk melanglang ke segala penjuru kehidupan tak pernah surut. Sebagai perempuan ia ingin memberi contoh sekligus mendorong perempuan untuk terus berbuat, berkarya, di segala minat dan bidang.
“Saya ingin sekali memperjuangkan agar semua perempuan mampu memanfaatkan semua kesempatan termasuk sebagai penyelenggara pemilu,” kata Sinta.
Untuk itulah Sinta berharap semua itu tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Hambatan perempuan untuk ikut dalam penyelenggara pemilu, terutama perempuan yang sudah menikah, adalah tugas-tugas domestik.
“Maka dari itu perlu dukungan-dukungan dari keluarga dan juga masyarakat,” kata Sinta mantap.
Perempuan-perempuan yang ikut menjadi penyelenggara pemilu atau menjadi calon legislatif dan menjadi kepada daerah , kata Sinta, adalah perempuan-perempuan hebat dan berani. Mereka berani untuk mengambil kesempatan dan juga risiko menjadi seorang politisi.
Namun Sinta tetap sangat berharap, perempuan yang masuk ke dunia politik memang betul-betul dari niat hatinya dan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat utamanya perempuan. Bukan yang ikut karena dorongan dan iming-iming dari petinggi partai politik agar partainya terpenuhi kuota perempuannya, dan sehabis itu, mereka tidak dikawal dan dibiarkan begitu saja.
“Jadi perempuan, jangan biarkan diri diperlakukan seperti kata pepatah, habis manis sepah dibuang,” kata Sinta. [T]