Akhirnya penantian pecinta sepak bola Indonesia berakhir. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah memiliki Ketua Umum yang baru. Ketua Umum terpilih tersebut akan memimpin PSSI hingga 2027 mendatang. Lalu, siapa yang terpilih menjadi Ketua Umum PSSI periode 2023-2027?
Erick Thohir akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum PSSI setelah memperoleh 64 suara, jauh di atas pesaing terdekatnya, yakni La Nyala Mattalitti yang hanya mengantongi 22 suara. Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang berlangsung pada Kamis, 16 Februari 2023 di Hotel Sangrilla, Jakarta mendatangkan 87 pemilik suara. Adapun pemilik suara tersebut, diantaranya 34 Asosiasi Provinsi (Asprov), 18 Klub Liga 1, 16 Klub Liga 2, 16 Klub Liga 3, 1 Federasi Futsal Indonesia, dan 2 Asosiasi (Asosiasi Sepak Bola Wanita dan Asosiasi Pelatih).
Suksesnya Erick Thohir menduduki kursi Ketua Umum PSSI tidak terlepas dari pelbagai pengalamannya di bidang sepak bola. Ia pernah menjadi Wakil Presiden Komite Olimpiade Indonesia pada tahun 2011-2015, pernah ditunjuk sebagai Chef De Mission of Indonesia Contingent for the Olympic Games London 2012, sebagai pemilik D.C. United sejak 2012 hingga 2018.
Kemudian ia pernah menjadi Presiden dan pemilik klub Internazionale (Inter Milan) di tahun 2013, pernah menjadi Komite Olimpiade pada tahun 2015, menjadi Ketua Panitia Asian Games pada tahun 2018. Lalu menjadi pemilik klub sepak bola Oxford United, Inggris sejak 2019 hingga saat ini, dan terakhir ia menjadi pemilik saham Persis Solo sejak tahun 2021 sampai hari ini.
“Nyali” menjadi kata kunci Erick Thohir dalam membenahi PSSI. Namun apakah dengan nyali saja Erick mampu menyelesaikan begitu banyak masalah di PSSI?
Sejujurnya saya sendiri meragukan Erick Thohir mampu membereskan masalah-masalah di PSSI. Alasan saya cukup kuat, karena Erick Thohir hari ini masih menjabat sebagai Menteri BUMN RI. Saya meyakini rangkap jabatan tidak akan mendatangkan hasil yang baik bagi dua institusi yang dipimpin—pasti ada yang mesti dikorbankan. Dari sudut pandang ini, saya menganjurkan Bapak Erick Thohir untuk memilih salah satu jabatan tersebut, meskipun dalam Statuta PSSI tidak ada klausul yang melarang soal rangkap jabatan.
Langkah berani Erick Thohir mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PSSI, di saat ia masih menjabat sebagai Menteri BUMN, tentu tidak bisa dilepaskan dari restu dari Jokowi. Setidaknya itu yang saya yakini. Pernyataan Jokowi soal melarang jajaran Menterinya rangkap jabatan saya anggap hanya gincu politik belaka.
Ketua Umum PSSI: Bagian Dari Strategi Erick
Selain memiliki kemampuan dalam bidang mengelola perusahaan, jabatan Menteri BUMN yang diperoleh Erick Thohir pada Kabinet Indonesia Maju hari ini tidak bisa dilepaskan dari perannya sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf saat Pemilu 2019 yang berhasil memenangkan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024. Posisi yang didapatkan Erick pun adalah hal yang wajar, mengingat dalam politik tidak lain dan tidak bukan adalah membagikan dan mengalokasikan nilai-nilai secara mengikat—jabatan Menteri adalah salah satunya.
Pertanyaannya apakah jabatan Ketua Umum PSSI juga menjadi salah satu jabatan yang harus diambil Erick, mengingat ia sudah menduduki kursi yang bergengsi? Sebagai politisi, Erick Thohir saya kira sangat mengetahui kalau posisi Ketua Umum PSSI adalah salah satu posisi strategis. Federasi yang menaungi olahraga yang memiliki jumlah penggemar paling besar di Indonesia—dalam politik, hal ini menjadi komoditi yang berharga.
Ngomongin soal politisi, setidaknya kita bisa membaginya menjadi dua. Pertama adalah politisi pemikir—mereka jumlahnya sedikit, dan bertugas untuk merancang serta mengatur strategi dan juga operasi yang diperlukan. Kedua adalah politisi operator—politisi ini jumlahnya sangat banyak. Mereka bertugas untuk melaksanakan strategi yang sudah dirangkai oleh politisi pemikir, bahkan kerap kali mereka tidak mengetahui grand desain dari strategi yang sedang dijalankan. Politisi pemikir atau istilah kerennya the thingker juga terbagi menjadi tiga jenis, yaitu politisi pemain catur, politisi pemain kartu, dan politisi pemain catur sekaligus pemain kartu.
Politisi pemain catur memiliki ciri khas, yaitu menganggap dirinya sebagai seseorang yang memiliki kekuasaan dalam menentukan strateginya. Lazimnya pemain catur, mereka tidak akan langsung menyerang sasaran utama. Mereka akan memainkan bidak-bidak yang dimilikinya sebelum melancarkan serangan “skakmat” pada lawan.
Politisi pemain kartu cenderung tidak menjalankan strategi serumit politisi pemain catur. Lazimnya pemain kartu, saat mendapatkan kartu yang bagus, mereka akan langsung melancarkan serangan pamungkas sembari mengeluarkan gertakan untuk memetakan kartu dan membaca strategi lawan. Sedangkan untuk jenis ketiga adalah kombinasi dari dua jenis politisi yang bisa dikatakan sebagai jenis politisi yang jenius.
Kembali ke Erick Thohir, apakah duduk di kursi Ketua Umum PSSI adalah niatan murni seorang Erick Thohir untuk memperbaiki sepak bola Indonesia. Atau justru posisi ini adalah bagian dari strateginya untuk mencapai posisi yang lebih strategis? Hal ini didukung dari apa yang pernah dikatakan oleh Franklin D. Roosevelt “In politics, nothing happens by accident”. Artinya apa yang terjadi dalam dunia politik adalah sesuatu yang segalanya sudah dipersiapkan.
Saya melihat bahwa Erick Thohir sendiri merupakan kombinasi antara politisi pemikir jenis pemain catur dan politisi operator. Ini dibuktikan dengan duduknya ia di kursi Ketua Umum PSSI—ia menggunakan dirinya sebagai bidak dalam strategi yang disusunnya. Ia memikirkan strategi yang harus dilakukan, dan juga menjadikan dirinya sebagai operator guna mensukseskan strateginya. Namun itu baru asumsi saya saja.
Terbuka kemungkinan lainnya—Erick Thohir adalah politisi operator yang hanya bertugas menjalankan strategi yang telah disusun oleh politisi pemikir. Pertanyaan selanjutnya adalah, siapa politisi pemikir yang berada di balik Erick Thohir? [T]