FEBRUARI, diidentikkan dengan bulan kasih sayang. Tak pelak, itu berkaitan dengan Hari Kasih Sayang atau istilah kekiniannya Valentine Day. Hari yang sesungguhnya didedikasikan untuk menghormati Santo Valentine, seorang rahib yang hidup pada masa Kekasiran Claudius II di abad III masehi.
Pada masa itu, Kaisar Claudius II melarang para pemuda untuk menikah karena, pemuda lebih baik menjadi prajurit daripada menikah dan berkeluarga. Santo Valentine menentangnya dan diam-diam menyelenggarakan pernikahan pasangan muda. Aras pembangkangannya itu, ia dihukum mati pada tanggal 14 Februari. Untuk mengenang pengorbanan Santo Valentine demi meujudkan kasih sayang, tanggal 14 Februari kemudian dikenal sebagai Hari Valentine.
Disadari atau tidak, bulan Februari senantiasa dipenuhi atmosfir kasih sayang. Segala simbol kasih sayang dipajang dan dipamerkan di lobby mall-mall, ruang-ruang digital dan ragam ilayah publik lain. Kaum muda menggunakan kesempatan Hari Kasih Sayang untuk menunjukkan perasaan kasih pada orang yang dicintai, tidak hanya pada kekasih namun pada siapapun yang disayangi. Langit kebak aura cinta kasih.
Momentum itu ditangkap dengan cantik oleh Teh Villa Gallery untuk menggelar pameran senirupa bertajuk “Love Is In The Air” yang bisa dinikmati oleh siapa saja, tua-muda pun laki-laki – perempuan. Menebar kasih sembari berdonasi sebab, harga tiket masuk yang terkumpul akan disumbangkan sepenuhnya pada panti asuhan dan siapapun yang membutuhkan.
Tiga perupa Bali berkesempatan menggelar karya. Made Gunawan, Ketut Sugantika “Lekung” dan Ida Bagus Indra, bersama-sama memamerkan karya indah sarat makna. Permainan warna dan sapuan kuas menari cantik menghias dinding-dinding gallery.
Made Gunawan perupa jebolan Institut Seni Indonesia Denpasar yang kental dengan tradisi Bali dalam setiap karyanya, menampilkan Good Morning (akrilik di atas kanvas, 100 cm X 100 cm, 2022). Ia memenuhi kanvasnya dengan sapuan biru rerantingan ditingkah merah, kuning, putih, hijau burung-burung mungil yang tengah bercengkerama. Atmosfir riang mengalir deras dari sapuan kuas, tegas gurat nyawi menampakkan kokoh ranting sekaligus mengeksplorasi keindahan harmoni yang ditampilkan.
Made Gunavvan senantiasa mampu menampilkan keelokan harmoni alam semesta seisinya diatas kanvas. Karya-karyanya tak rumit, mudah cerna sekaligus menampilkan keindahan dalam nuansa gembira. The Paint Brightening The Air.
Eksplorasi vvarna sebagai simbol kehidupan manusia dituangkan Ketut Sugantika “Lekung”, perupa kelahiran Singapadu – Gianyar – Bali tahun 1975. Mengasah talenta berkesenian di Institut Seni Indonesia Denpasar. Kepiawaiannya meramu vvarna menggurat kuas sudah sangat sering ditampilkan melalui pameran-pameran tunggal maupun bersama.
Karya-karya abstraknya bak memotret gerak energi alam semesta melalui garis-garis horisontal dengan sapuan vvarna tanah. Warna memiliki efek psikologis bagi kehidupan manusia sehari-hari. Disisi lain, ia memilih babi sebagai obyek kreasi. Babi sebagai simbol tradisi Bali diekspresikan lucu, imut menggemaskan dan sederhana. Seolah ia mengatakan, hidup sejatinya lucu menggemaskan dan sederhana.
Kekuatan vibrasi sederhana dalam sapuan kuas tak selalu diwakili warna feminin yang umumnya dianggap mevvakili kelembutan dan kasih sayang. Sekalipun babi ditampilkan dalam warna gelap, aura imut riang memancar kuat melalui ekspresi dan pelibatan dekoratif binatang kecil lain.
Sebagai perupa abstrak, tentu tak sulit baginya bermain dengan vvarna sebagai media ekspresi. Pilihan obyek lukisannya menunjukkan cara pandangnya pada kehidupan yang lucu menggemaskan dan sederhana. Sesungguhnya, hidup dan kehidupan hanya begitu saja, sesederhana itu saja, tafsirnya yang membuat rumit.
Keindahan lekuk liku dan gemulai gerak perempuan kerap dijadikan media ekspresi perupa. Demikina juga bagi Ida Bagus Indra yang hampir selalu melukis perempuan dalam berbagai lenggok tari maupun lekuk indah tubuh. Ketelanjangan perempuan tak selalu harus ditampilkan seronok menggoda.
Ida Bagus Indra menampilkan kemolekan telanjang perempuan dalam sapuan ekspresionis cat tebal dengan warna mencolok. Ia mampu menampakkan kerling nakal perempuan dalam celototan cat tanpa perlu menggambar vvajah obyek. Kekuatan ekspresinya tak hadir dalam mimik melainkan dalam gesture vvarna.
Sekalipun menggunakan perempuan dengan segala erotismenya, lukisan Ida Bagus Indra jauh dari kesan vulgar dan liar. Kemahirannya menuangkan sensasi keindahan raga dan bahasa tubuh perempuan dalam media ekspresi senirupa, tidak terkesan merendahkan perempuan sebagai obyek seksual semata. Ia sanggup menampilkan perempuan dengan utuh apa adanya sebagai makhluk yang memiliki pesona dan hasrat untuk dikagumi.
Tiga perupa Bali dengan gaya ekspresi dan perjalanan jiwa masing-masing, bersatu dalam gelaran pameran bertema kasih sayang.
Ketiganya mengejawantahkan cinta sebagai karunia indah illahiah yang kudu ditampilkan dan bahkan terus dikumandangkan melalui lukisan sebagai media ekspresi, agar cinta kasih tak lenyap dari peradaban bumi. [T][Rls/Erma Retang]