HARI LIBUR selalu disambut antusias oleh siswa. Moment itu dimulai ketika pembagian rapor selesai. Rapor merupakan hasil akhir dalam sebuah pencapaian siswa.
Pembagian rapor belakangan ini sepertinya bukanlah hari yang istimewa, bukan hari menegangkan, bukan juga hari yang menakutkan. Beda dengan dulu, siswa yang merasa nilainya bagus akan datang dengan penuh harap. Siapa tahu ia jadi bintang kelas. Bagi siswa yang merasa kurang pintar akan cemas, takut ketinggalan kelas, atau tidak naik kelas.
Pembagian rapor seolah-olah, seakan-akan, bukan hari yang dinantikan. Yang ditunggu-tunggu adalah libur panjang setelah pembagian rapor.
Hari libur memang menjadi hal yang di tunggu-tunggu oleh siswa, merasakan moment di mana mereka dapat tidur lebih malam dan bangun lebih siang. Rutinitas belajar di sekolah mungkin membuat mereka jenuh dan ingin cepat-cepat merasakan nikmatnya hari libur semester.
Dan tentunya ketika hari libur semeteran dibarengi dengan hari raya akan menambah waktu libur mereka. Hal itulah yang membuat mereka sangat menanti hari-hari seperti sekarang ini.
Moment liburan merupakan sebuah reward yang diberikan kepada semua siswa, ketika mereka sudah mampu mengikuti pembelajaran di sekolah selama satu semester. Reward yang hadir tiap enam bulan sekali itu diberikan agar siswa mendapat waktu bersama orang tua lebih banyak dan ikut beraktivitas bersama keluarga dan masyarakat.
Reward itu sering disalahartikan dan bahkan banyak orang tidak menyadari bahwa sebenarnya libur diberikan sebagai reward atau hadiah bagi seluruh siswa. Karena, tentu saja tak ada pengumuman dari guru yang mengatakan, “Ini hadiah untuk kalian, karena sudah menjalankan kewajiban belajar selama satu semester!”
Belakangan ini memang reward sudah jarang diberikan kepada siswa, berbeda dengan dulu ketika rapor masih tercantum adanya peringkat yang diraih siswa. Walau kini dalam rapor tidak lagi tercantum peringkat, namun banyak siswa masih tetap bertanya, peringkat berapa yang mereka raih.
Memang pemberian peringkat pada nilai rapor siswa mmemang masih menjadi polemik. Angka-angka yang didapat tentu bisa dijumlahkan, dari penjumlahan itulah dapat diketahui peringkat yang diraih. Akan berbeda ketika rapor hanya berisi deskripsi saja untuk menjelaskan capaian siswa.
Walau tidak tercantum di dalam rapor, peringkat tetap perlu disampaikan oleh wali kelas. Karena dari nilai dapat dicari peringkat masing-masing siswa yang bertujuan menjadi pemantik semangat belajar siswa kedepannya. Apalagi jika mereka tahu selisih nilai mereka tidak terlalu jauh dengan temannya yang dianggap peringkatnya lebih tinggi, maka mereka akan lebih bersemangat dalam mengejar selisih nilai itu.
Dan tambahan reward yang diberikan kepada siswa yang mendapat peringkat, akan menjadi pemantik yang sempurna untuk peningkatan prestasi mereka. Fungsi dari reward harus tetap dijaga dan dilestarikan.
Saya seorang wali, wali kelas 7A di SMP Negeri 3 Sukasada. Pada saat penyerahan rapor beberapa hari lalu saya sengaja sisihkan uang untuk membeli buku dan pulpen untuk sebuah reward bagi siswa yang mendapat peringkat 1,2, dan 3 di kelas, sebagai sebuah penghargaan kepada mereka yang sudah belajar sehingga mencapai posisi itu.
Selain peringkat 1,2, dan 3 di kelas, saya tambahkan lagi 1 hadiah untuk absensi terbaik. Mungkin terdengar baru bagi sebagian kalangan, memberikan reward kepada siswa yang rekap absensinya bagus. Karena reward bukanlah semata diberikan bagi yang berprestasi di nilai pengetahuan saja. Ada banyak aspek yang perlu di perhatikan ketika berbicara prestasi. Ada prestasi akademik dan non akademik yang tentunya perlu mendapat perhatian juga.
Reward untuk siswa yang tingkat kehadirannya bagus tentu akan berdampak besar kepada siswa. Siswa rajin akan merasa mendapat perhatian dan tidak sia-sia selama satu semester rajin datang ke sekolah. Pada saat prestasi mereka yang kurang, mereka juga dapat hadiah dengan jalan lain. Kehadiran, kedisiplinan, kebersihan dan masih banyak aspek yang bisa menjadi tolak ukur siswa itu memiliki nilai lebih dibandingkan yang lain.
Di sanalah mereka merasa diperhatikan, dan memunculkan semangat di berbagai aspek yang bukan hanya prestasi pada nilai pengetahuan. Walau hanya tepuk tangan dan sorak-sorai sudah termasuk reward yang diberikan atas sebuah pencapaian. Rasa bangga dari pencapaian akan muncul dan memancing siswa lain untuk bersaing.
Ketika membahas reward, memang banyak sekali aspek yang dapat diambil sebagai salah satu pemantik semangat siswa. Kepekaan seorang guru dalam memandang fungsi utama reward perlu terus ditingkatkan. Banyak reward yang sudah selalu diberikan tanpa disadari, seperti ucapan terima kasih, ucapan maaf dan banyak hal-hal sederhana yang sebenarnya itu dapat menjadi sebuah reward bagi siswa.
Reward tidak selalu dalam bentuk hadiah mewah, bahkan tetap mendengarkan curhatan siswa pun dapat dikatakan sebuah reward yang kita berikan.
Ada reward tentu ada juga punishment. Ada sebuah penghargaan ada juga hukuman. Di tengah ketatnya aturan untuk tidak menghukum siswa baik secara verbal dan non verbal, yang bisa dilakukan guru hanyalah menghukum siswa dengan reward yang diberikan kepada siswa lain.
Dengan tidak memberi reward, mereka merasa mendapat hukuman secara tidak langsung. “Yang lain mendapat hadiah, kenapa saya tidak”.
Saya sebagai guru, ingin pikiran itu muncul di benak siswa, sehingga pemantik itu bekerja dengan baik. Ketika rasa penyesalan itu muncul, maka persaingan akan mulai terjadi. Persaingan untuk mendapat tempat di atas, persaingan untuk mendapat reward. Ketika persaingan itu ada dan berlangsung ketat, maka pemantik itu berjalan sesuai rencana.
Punishment ketika tidak mendapat reward tentu tidak melanggar aturan, karena hukuman itu terjadi ketika muncul rasa ”jengah” di benak mereka. Kalau rasa itu tidak muncul tentu hukuman itu tidak berdampak.
Setiap guru memiliki cara tersendiri dalam memberikan reward dan punishment. Yang tentunya bertujuan untuk peningkatan prestasi siswa di segala aspek. Karena reward berguna untuk memunculkan kebanggaan dan punishment untuk memunculkan penyesalan. Kebanggaan di posisi atas dan penyesalan berada di posisi bawah.
Begitu juga dengan reward yang diberikan dalam bentuk hari libur kepada siswa, kalau mereka paham akan tujuan diberikannya hari libur itu, maka tentu mereka akan memanfaatkannya dengan baik, bukan menjadi ajang untuk berpenampilan bebas tanpa aturan sekolah serta menghabiskan waktu di luar rumah tanpa ikatan membuat tugas dan bebas dari alarm yang berbunyi tiap pagi. [T]
[][][]
BACA artikel lain dari penulis SUSILA PRIANGGA