28 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Representasi Laut dalam Kumpulan Puisi “Upacara Terakhir” Karya GM Sukawidana

Ni Rai Ayu Chandra WangibyNi Rai Ayu Chandra Wangi
December 26, 2022
inUlas Buku
Representasi Laut dalam Kumpulan Puisi “Upacara Terakhir” Karya GM Sukawidana

Buku puisi Upacara Terakhir karya GM Sukawidana

SECARA SEDERHANA puisi dapat diartikan sebagai bentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan sebuah aspek bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang dibentuk dari kehidupan individual dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi tersebut mampu membangkitkan pengalaman tertentu, dalam diri pembaca ataupun pendengar.

 Kumpulan puisi Upacara Terakhir merupakan sebuah buku yang ditulis oleh GM Sukawidana pada tahun 2019. GM Sukawidana merupakan salah satu penyair yang merasa dirinya bangga disebut sebagai gelandangan. Selain itu ia sangat peduli terhadap tanah kelahirannya. Dalam kumpulan puisi “Upacara Terakhir” GM Sukawidana tampak merasa gelisah dan prihatin terhadap tanah kelahirannya. Puisi-puisinya banyak dimuat di Bali Post, Berita Buana, Republika dan masih banyak lagi.

Terdapat 40 puisi yang ditulis oleh GM Sukawidana dalam kumpulan puisi ini. Hal yang paling menonjol adalah bagaimana pengarang banyak menghadirkan diksi seperti kata pesisir laut, sampan, payau, bakau, peladang garam yang sangat “logis” kehadirannya bagi penyair yang hidup di negeri kepulauan yang lautannya lebih luas dari daratan.

Total dari 40 puisi, kecenderungan terdapat 7 puisi yang menggunakan kata “pesisir”. Puisi-puisi tersebut antara lain: Upacara Bersampan di Teluk Benoa, Upacara Terakhir, Upacara Si Anak Lanang, Upacara Tanah Pesisir, Peladang Garam Pesisir Kusamba, Di Pesisir Serangan Aku Mengail Bulan dan Perempuan Penabur Cahaya.

Untuk membahas kumpulan puisi “Upacara Terakhir” ini saya menggunakan metode semiotika. Dengan menggunakan metode semiotika pada kumpulan puisi “Upacara Terakhir”, diharapkan para pembaca mampu memahami makna yang tersirat dalam puisi, agar pesan pengarang untuk pembaca dapat dipahami dengan baik.

Dalam semiotika dijelaskan juga tentang cara-cara memahami penanda dan pertanda sebuah puisi yang ditelaah dari segi tataran atau maknanya. Puisi yang indah selalu menyelipkan makna yang tersirat pada setiap kata, kalimat, atau baitnya. Tanda-tanda tersebutlah yang mengarahkan pembaca menafsirkan sendiri pemahaman mengenai puisi yang dibacanya.

Selain itu puisi GM Sukawidana banyak menggunakan kata “identitas Bali” atau kata yang berciri khusus, mengidentifikasikan pemakainya dalam kultur Bali. Beberapa jenis kata, seperti  bapa, tembuni, lanang, rajah, pakembar brumbun, sangkur, tajian temberang, bale agung, dan lain sebagainya. Itu semua merupakan pilihan kata yang diambil dari kultur muasalnya yaitu Bali. Puisi-puisinya juga banyak melontarkan protes serta kritik terhadap persoalan sosial, budaya, serta ekologi yang terjadi di Bali.

Menurut pandangan saya, ada 3 puisi yang makna tersiratnya menarik untuk dibahas, diantaranya  Upacara Pesisir Teluk Benoa, Upacara Bersampan di Teluk Benoa dan Upacara Terakhir.

Di setiap bait-bait sajak puisi “Upacara Terakhir” ini penyair seakan-akan merepresentasikan makna yang terkadung dalam setiap puisinya. Rasa kegelisahan GM Sukawidana pun terlihat, seperti yang terdapat pada sajak “Upacara Pesisir Teluk Benoa”, yang bertajuk bawah “(di mana penyair wayan jengki malam ini?)” yang terdapat pada bait kedua baris 4-8. Pada teks sajak dialog imajiner (bukan hal yang sebenarnya) GM Sukawidana mengekspresikan dukanya yang mendalam manakala melihat warisan nenek moyangnya yang acak-acakan.

Bisa dilihat pada kata “kemarilah! / suling air mata moyang / tampung dalam cawan-cawan tembaga”. Walaupun demikian, terdapat gairah naluri sebuah perlawanan darinya lewat sebuah kata yang ia simbolkan gelombang : “jadikan gelombang pesisir penuh gairah / bersulanglah!”.

Pada puisi tersebut terbetik ajakan GM Sukawidana kepada Wayan Jengki Sunarta agar ia bersedia menghayati dan menghadapi persoalan kesedihan dan kepedihan masyarakat sekitar pesisir yang mesti berhadapan dengan “rahwana pembangunan”. Itu semua terdapat di “cawan-cawan realita” yang berisikan air mata nenek moyang.

Menarilah!
Kau berenang dari satu cawan ke cawan lain
Berbuih madu hutan
Mencari pesisir yang disengketakan
Sambil sesekali berteriak
“Tak ada lagi yang tersisa untuk anak cucu!”

Pada sajak ini terlihat sangat jelas ekspresi pesimisme (kecendrungan untuk berfikir negatif) Gm. Sukawidana pada suatu hal yang tidak mungkin ia lawan sendirian, terkecuali menebar kesadaran pada generasi berikutnya. Memang benar nyatanya, pesisir bagi sebagian masyarakat khususnya yang beragama hindu bukan hanya sekedar tepian pantai. Banyak sekali makna yang terdapat di dalamnya, termasuk hubungan spiritual masyarakat Bali dan pesisir. Melasti (upacara pesucian) merupakan salah satunya. Maka tak heran GM Sukawidana merasa sangat gelisah akan masa depan Bali, akibat “perebutan” pesisir Bali oleh “kuasa modal”. Hal ini bisa kita simak pada bait ketiga yakni :

Mari!
Cobalah apa yang kusadap
Bertahun silam
Dari degup jantung moyang

Pada baris ke 7-11 sangat terlihat kemarahan yang sudah dipendam sekian lamanya. Kemarahan melihat ruang-ruang nenek moyang kacau balau oleh kepentingan “kuasa”. Hal itu, bisa dirasakan dari sebuah ungkapan kata-kata yang ekspresif : (mengambil) “arak api dari tungku-tungku matahari / yang membakar dendam purba / orang-orang pesisir”.

Rasa amarah semakin muncul pada baris ke 14-18 :

Marilah
Coba apa yang kusadap ini
Kau akan merasakan
Bagaimana tangis anak cucu kelak
Kehilangan tanah pesisir moyangnya!

Beda halnya pada puisi yang berjudul “Upacara Bersampan di Teluk benoa” dalam puisi ini terdapat bait “pesisir teluk benoa menjadi senyap” penyair seakan-akan merepresentasikan bagaimana keadaan pesisir jika sepi, tidak ada bunyi sedikit pun. Selain itu terdapat juga kalimat “di mana pesisir untuk melasti saat nyepi” pada kutipan puisi tersebut mengartikan penyair yang sedang merasa kegelisahan dalam hatinya karena tempat tersebut akan digunakan untuk melasti pada saat hari raya nyepi.

Dalam puisi Upacara Terakhir tersirat makna kata pesisir yang memiliki arti tentang pertemuan sesaat, artinya perpisahan selalu diawali dengan pertemuan, tapi dalam pertemuan dan perpisahan memiliki perbedaan dimana pertemuan tersebut hanya bersifat sementara. Tidak ada yang abadi dalam pertemuan karena sewaktu-waktu orang yang kita sayang akan diambil dari kita lewat sebuah perpisahan.

Rasa perpisahan terdapat pada baris berikut ini :

Di wajah tuaku
Tergugat kegetiran hidup anak cucu
Tanpa tanah moyangnya

Dalam karya puisi karya GM Sukawidana ini banyak mendominasi dengan gaya bahasa bersifat lokal. Itu merupakan ciri khas dari kumpulan puisi “Upacara Terakhir”. Menurut pendapat saya pribadi, sajak-sajaknya mencirikhaskan tentang budaya mistis yang terdapat di Bali. Tak hanya itu saja, GM Sukawidana juga menggambarkan pergeseran peradaban yang tengah terjadi, selain itu kombinasi kata-kata yang terdapat dalam kumpulan puisi “ Upacara Terakhir” ini memberi sudut pandang yang luas untuk memahami budaya nenek moyang.

Dalam puisi ini pesan yang ingin disampaikan oleh GM Sukawidana adalah tentang kultur sosial yang sering terjadi pada masyarakat Bali, dimana kultur sosial tersebut terbentur dengan adanya arus pariwisata dan budaya asing yang tidak sesuai dengan adat istiadat. [T]

Dunia Penuh Luka Dalam Kumpulan Cerpen “Luka Batu” Karya Komang Adnyana
Misteri Cinta dan Kematian Dalam Kumpulan Cerpen “Kisah Cinta dan Dongeng Yang Dimakamkan” Karya I Putu Agus Phebi Rosadi
Cerminan Sejarah Bali Pada Novel “Kota Kabut Walli Jing-Kang” Karya Manik Sukadana
Tags: Bukubuku puisisastraUniversitas PGRI Mahadewa Indonesia
Previous Post

Kisah Penjahit Baju dan Hari Raya Natal di Buleleng

Next Post

Nasi Bayam, Makanan Legendaris yang Sederhana dari Desa Bungkulan

Ni Rai Ayu Chandra Wangi

Ni Rai Ayu Chandra Wangi

Lahir di Denpasar, 30 Juni 2003. Ia merupakan seorang mahasiswa di Universitas PGRI Mahadewa Indonesia, Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah

Next Post
Nasi Bayam, Makanan Legendaris yang Sederhana dari Desa Bungkulan

Nasi Bayam, Makanan Legendaris yang Sederhana dari Desa Bungkulan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kisah Perseteruan Anak Banteng dan Sang Resi

by Ahmad Sihabudin
May 27, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

PERSETERUAN anak-anak banteng dengan seorang resi kesatria paripurna masih terus berlanjut, malah semakin sengit dengan melontarkan serangan membabi-buta, penuh amarah...

Read more

Menelusuri Jejak Walter Spies Sembari Membangun Refleksi Pembangunan Bali

by Gede Maha Putra
May 26, 2025
0
Menelusuri Jejak Walter Spies Sembari Membangun Refleksi Pembangunan Bali

NAMA Walter Spies tentu saja sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat Bali, terutama Ubud. Di tempat tinggal terakhirnya...

Read more

Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

by Hartanto
May 25, 2025
0
Abstrak Ekspresionisme dan Psikologi Seni

"Seniman adalah wadah untuk emosi yang datang dari seluruh tempat: dari langit, dari bumi, dari secarik kertas, dari bentuk yang...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Wahyu Sanjaya dan Cintya Pradnyandewi Terpilih Sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025
Gaya

Wahyu Sanjaya dan Cintya Pradnyandewi Terpilih Sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025

WAYAN Wahyu Sanjaya dan I Gusti Ayu Cintya Pradnyandewi  terpilih sebagai Duta Bahasa Provinsi Bali 2025 dalam puncak acara pemilihan...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co