Guru penggerak merupakan program pendidikan dari pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru yang tertuang dalam peraturan menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2022. Selain itu, hadirnya program guru penggerak diharapkan mampu menggerakkan komunitas belajar.
Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Prinsip program ini menggunakan metode yang lebih fleksibel. Nantinya guru penggerak mendorong upaya peningkatan kualitas pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah menggunakan pendekatan andradogi dan blended learning.
Melalui program tersebut, guru dilatih untuk dapat memfasilitasi murid sesuai dengan minat dan bakatnya dalam pembelajaran. Selain itu guru juga harus mampu mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan dan mampu mengoptimalkan kemandirian pembelajaran muridnya.
Dengan kehadiran program pendidikan guru penggerak (PGP) menjadikan para pendidik mendapat kesempatan untuk bisa mewujudkan perubahan secara nyata di dunia pendidikan khususnya bagi wilayah sekitar. Guru penggerak dibentuk untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar. Guru penggerak juga berperan dalam menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan guna mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada peserta didik.
Di samping itu, guru penggerak merupakan pendorong dalam upaya peningkatan kualitas proses pendidikan di sekolah yang nantinya akan menggerakkan seluruh ekosistem sekolah untuk mendukung proses dan hasil belajar peserta didik. Agar hasil belajar peserta didik tidak hanya diukur dengan nilai-nilai berupa angka, melainkan juga pada karakter dan sikap peserta didik yang tertuang dalam Profil Pelajar Pancasila. Mencermati hal tersebut nampaknya peran guru penggerak tidak sesederhana ucapan kata “penggerak”.
Lantas, yang menjadi pertaanyaan pemantik selanjutnya, guru penggerak, menggerakkan apa lagi dan siapa lagi objek yang digerakkan?
Program guru penggerak melalui kemdikbud ristek, murni digagas dan diterapkan sebagai ikhtiar untuk transpormasi pendidikan yang objek langsungnya untuk perubahan guru, sebagai katalisator, sebagai “oase” di gurun pendidikan Indonesia. Dengan satu asumsi, para guru mau tergerak dan mengikuti melalui berbagai tahapan dan pendidikan yang relatif panjang. Dengan satu tujuan peningkatan mutu, adaptif, dan peningkatan wawasan serta kompetensi maka guru secara masif.
Setelah mengikuti pendidikan guru penggerak, guru siap membuktikan “kehebatannya” dalam menjalankan swadarmanya sebagai guru yang memiliki transformasi positif untuk perubahan pendidikan. Jadi, ini merupakan tujuan transformasi pendidikan untuk jangka pendek sekaligus jangka panjang. Entah juga, bergantung pada situasi dan kondisi yang berkembang yang begitu pesat dengan perubahan saat ini.
Implementasi pendidikan guru penggerak berupa tatap maya, tatap muka, dan lokakarya, sederet pengerjaan LMS, aksi-aksi nyata, yang ditetapkan dan ditekankan pada aspek belajar. Para instruktur dan pengajar praktik membelajarkan guru. Hal ini merupakan disamping regulasi yang patut diikuti selama pendidikan, juga pada sisi lain adalah dilema karena saat yang bersamaan guru juga harus menjalankan kewajibannya mengajar sesuai tugas pokok dan jadwal yang telah ditetapkan.
Namun demikian, etos belajar yang dianut oleh para instruktur dan pengajar praktik tampaknya menjadi sebuah kesepakan dalam pembelajaran. Dalam jangka waktu kurang lebih enam sampai sembilan bulan, guru belajar dan bekerja keras dan diharapkan dapat membentuk pandangan bahwa guru harus bekerja keras, belajar menjadi katalisator, tergerak, bergerak, dan bila perlu mampu untuk menggerakkan. Dengan satu ikhtir, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan bangsa.
Dalam konteks ini, guru patut memandang pendidikan guru penggerak sebagai panggilan hati, panggilan jiwa, dan membebaskan label “penggerak” ini dari guru yang tidak siap atau terpaksa mengikuti pendidikan untuk menjadi guru penggerak. Selama pendidikan guru penggerak, guru belajar dan memanfaatkan instruktur dan pengajar praktik dengan maksimal.
Pada saat pendidikan, guru berkonsultasi dan berkalaborasi dengan para instruktur dan pengajar paraktik tentang problem-problem yang selama ini dialami dalam dunia pendidikan. Transformasinya dalam perubahan pendidikan yang begitu cepat yang tentunya semua ini juga dikaitkan dengan materi yang ada pada tiap-tiap modul.
Pada saat menjalani pendidikan guru penggerak, guru diharapkan dapat mengambil sebuah keputusan, menemukan solusi dan inspirasi bagi kemajuan diri. Karena itulah tantangan terberat pendidikan guru penggerak ialah mengubah mental atau etos kerja guru, dari guru mengajar ke guru belajar. Bukan serta merta menjadi “guru penggerak”. Istilah ini rasa-rasanya terlalu bombastis dan begitu sombong.
Sebenarnya, perubahan mental itulah menjadi esensi yang paling esensial dan mulia dari program pendidikan guru penggerak ini. Esensi ini diharapkan menjadi inspirasi dan ditindaklanjuti oleh para guru dengan melakukan perubahan mental secara nyata.
Dalam hal ini, program pendidikan guru penggerak sebagai ujian integritas diri. Program guru penggerak harus mampu menjadi titik balik, dari titik nadir menjadi titik hidup pendidikan. Kesadaran para guru untuk melakukan perombakan dan paradigma dari guru yang hanya “mengajar” ke guru yang “belajar lebih lebih dulu baru mengajar”
Hanya dengan idealisme melakukan perubahan mental seperti itu, transformasi pendidikan melalui program pendidikan guru penggerak akan bermakna bagi peningkatan kualitas pendidikan. Melalui paradigma transformasi peningkatan mutu atau kualitas guru.
Artinya pemerintah melalui Kemendikbud ristek memandang guru-guru harus bertransformasi dengan mengikuti program guru penggerak untuk meningkatkan kualitas, salah satunya lewat pendidikan guru penggerak ini.
Setelah mengikuti pendidikan guru penggerak, guru tetap mengajar yang menjadi tupoksinya. Para siswa pun yang diajar oleh lulusan guru penggerak idealnya akan merasakan suasana belajar yang lain dari biasanya. Karena guru semakin rajin membaca buku, melek IT untuk mengimbangi kebutuhan siswa yang beragam terhadap informasi yang berkembang semakin cepat.
Guru terlibat secara aktif dalam komunitas, terlibat aktif dalam seminar atau diskusi, baik secra daring atau tatap muka. Pengajarann pun semakin bermakna sejalan dengan kebutuhan siswa yang berdiferensiasi. Guru membentuk tim mengajar dan kolaborasi untuk saling terbuka dalam menyampaikan dan menerima kritik. Guru mengembangkan projek pembelajaran yang siap ditampilkan diberbagai ajang atau kulminasi.
Dalam konteks ini, sesungguhnya yang ingin disampaikan bahwa tidak ada satu pihak pun yang merasa mampu untuk menciptakan perubahan itu. Kecuali kebijakan atau regulasi, tidak ada pejabat pendidikan yang mampu mengubah dari paradigma yang “melulu mengajar” menjadi “guru belajar dulu baru mengajar”. Konsep ini yang menurut saya bagian dari konsep guru yang mau bergerak.
Tidak ada seorang guru yang punya idealisme yang mampu menggerakkan orang lain, apalagi hanya kapsitasnya sebagai guru biasa. Yang mampu melakukan perubahan-perubahan itu, ialah semua guru di sekolah dan semua guru di negeri ini. Dampak mental dan dampak moral program pendidikan guru penggerak atau mengikuti program pendidikan guru penggerak, menggerakkan diri secara kolektif agar bersama mendobrak keadaan guru yang sebelumnya “melulu mengajar” menjadi “guru yang mau bergerak belajar dulu untuk mengajar”.
Tak bisa di pungkiri guru memang memiliki peranan penting dalam kasanah pendidikan dan dalam mengerakkan pendidikan. Nelson Mandela, seorang tokoh sekaligus presiden Afrika Selatan pertama, pernah berkata yang melegenda sampai sekarang “satu-satunya alat untuk mengubah dunia adalah pendidikan”.
Berdasarkan statement Mandela yang luar biasa tersebut, pendidikan menjadi kunci penting dalam peradaban sebuah bangsa. Di dalam pendidikan, yang menjadi roda penggeraknya adalah sosok guru. Maka, guru menjadi garda utama dan terdepan dalam memajukan dan mengolah segala kemungkinan dalam pendidikan untuk melahirkan generasi yang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman berdasarkan nilai dan peran yang dimiliki oleh guru untuk mewujudkan hal itu.
Guru memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk karakter murid yang akan menetukan karakter dirinya dan peradaban sebuah bangsa. Disamping itu, guru juga memiliki nilai yang diharapkan dapat menggerakkan diri dan mengembangkan pendidikan dengan cara lebih banyak melakukan penggalian sumber-sumber belajar. Membangun visi untuk menjadi pemimpin dirinya dan pembelajaran yang diampunya, serta sebagai transformasi pendidikan bagi murid-muridnya di tempatnya masing-masing. Menyatakan diri menjadi seorang yang belajar menggerakkan diri atau tergerak tidak merupakan beban sosial seperti halnya istilah “guru penggerak”.
Sementara itu, dibalik pergerakan guru ada sejumlah persoalan dan harapan. Guru masih berhadapan dengan masalah kemandirian yang memang belum sepenuhnya ada di tangan mereka karena harus takluk pada regulasi, sistem, dan birokrasi. Maka benar juga pernyataan Paulo Freire bahwa pendidikan itu adalah politik.
Karena itu, label seorang guru penggerak secara politis tidak punya kekuatan yang mumpuni. Kenyataan ini menuntut guru harus patuh. Jika berani mendobrak dengan gerakan-gerakan yang diluar regulasi, sistem, atau birokrasi maka guru akan menerima sebuah konsekuensi.
Guru penggerak yang walaupun menggerakkan diri, itu pada akhirnya tidak mampu berkarya mandiri karena berbenturan dengan sistem, dengan regulasi, dengan birokrasi yang ada. Maka transformasi pendidikan yang memusat pada ranah itu akan menimbulkan keengganan pada diri guru penggerak melakukan terobosan-terobosan baru.
Saat ini transformasi dan tata kelola yang memusat pada ranah tersebut, harus diubah atau disikapi secara lentur atau adaptif juga, guna mengakomodasi segala potensi guru penggerak.
Jika regulasi, sistem, dan birokrasi membelenggu, maka potensi besar memajukan pendidikan yang menjadi visi-misi guru penggerak akan stagnan dan inovasi pembelajaran pun akan sebatas retorika regulasi. Ketika guru penggerak telah mulai melancarkan aksi-aksi yang nyata, maka harus ada dukungan sistem dan birokrasi yang pada prinsipnya memberi ruang yang semakin besar terhadap kemandirian, keberanian berinovasi, dan secara mendasar adalah “kemerdekaan guru”. Jika ini masih tetap terbelenggu, maka guru penggerak hanya sebatas label, visi-misi, ide, dan trobosan-trobosannya lebih baik disimpan untuk mimpinya saja.
Maka tuntutan atau harapan yang dibebankan kepada para guru untuk menjadi guru penggerak juga perlu diimbangi sikap proaktif dan perjuangan mereka menghadapi sistem yang tidak akomodatif. Esensi guru penggerak juga adalah membangun sistem yang ada agar sejalan dengan etos kerja guru penggerak. Guru penggerak sadar jika sistem belum sepenuhnya siap menerima segala inovasi dan perubahan mental serta terobosan-terobosan pendidikan yang diejawantahkan oleh guru penggerak.
Maka tugas guru penggerak juga adalah membangun sistem kerja yang memberi peluang terjadinya inovasi dan terobosan besar dalam pendidikan. Itulah tantangan terbesar bagi guru penggerak dalam transformasi pendidikan saat ini. Tak sebatas belajar-mengajar di kelas. Membikin perangkat, sederet admistrasi, dan yang lainnya.
Namun, dewasa ini terutama yang harus terjadi di dalam genggaman guru penggerak adalah lebih mandiri dan berani berinisiatif dalam memajukan pendidikan di sekolah tempatnya bekerja. Sementara itu, sistem birokrasi pendidikan yang sekadar memposisikan guru penggerak hanya baru sebagai pelaksana. Belum diposisikan sepenuhnya sebagai penentu kebijakan. Guru penggerak dalam konteks ini pasti tidak memiliki keberanian, kemandirian, dan “rasa merdeka” karena bayang-bayang kuasa sistem dan birokrasi.
Meski demikian, dalam sekala makro pemerintah melalui Kemendikbud ristek telah melakukan transformasi pendidian melalui program guru penggerak itu. Keberhasilan ini akan sangat bergantung pada sistem-sistem kecil itu yang juga harus bergerak menuju perubahan. Intinya insiatif atau inovasi serta terobosan-terobosan itu harus sampai pada “akar rumput”. Dari dan sampai akar rumput agar menggerakkan diri, beraksi nyata melakukan pergerakan dan tergerak untuk pembaharuan pendidikan bangsa ini. Karena guru yang hanya patuh sembari menunggu “perintah atau instruksi” tidak relevan lagi dengan kodrat zaman saat ini.
Oleh karena itu, guru penggerak diharapkan mampu menjadi role model, inspirasi, dan motor untuk melakukan inovasi, atau pembaharuan pendidikan sampai ke akar rumput. Gegap gempita pembaharuan pendidikan dari pusat juga harus disambut dengan riak-riak perubahan paradigma dan mental di tingkat sekolah yang dimotori oleh guru penggerak dengan tetap diberikan ruang dan kemerdekaan oleh birokrasi. Selamat Hari PGRI dan Hari Guru Nasional (HGN) 2022 untuk semua insan Guru Indonesia! Salam Sejahtera. [T]